32. talak?

1.4K 55 2
                                    

Zelmira teringat kejadian beberapa waktu lalu, saat ia di ruang tengah bersama Zahra.

"Beruntung kamu ya mbak, menjadi menantu keluarga kyai besar dan memiliki suami yang tampan lalu bayi kecil lucu di pangkuan mbak, sempurna sekali"
Zahra berdecak, zelmira menahan emosi. Rupanya wanita satu ini berbeda sekali dengan wajah polos dan manisnya.

"Ya saya memang beruntung" zelmira menyauti malas.

"Jangan merasa beruntung saja mbak, mbak juga harus berkontribusi terhadap kemajuan pesantren dong, jangan leyeh-leyeh doang" Zahra tersenyum miring. Zelmira tersentak kaget mengapa sepupu dari suaminya terang-terangan menyerangnya.

"Banyak urusan yang saya urus, kamu saja yang nggak tau"

"Oh? Urusan buku panduan yang susunannya nggak jelas itu ta?" Zahra menahan tawanya. Sedangkan zelmira amarahnya sudah sampai di puncak memilih untuk diam.

"Aduh mbak, ternyata kamu tuh nggak se worth it itu untuk kemajuan pesantren, malah kamu yang mau ngehancurin pesantren. Kayanya saya yang lebih pantas dan bisa mengemban amanah itu" zelmira menyilangkan tangannya, suasana tambah panas, AC di ruangan itu terasa tak berguna.

"Kalau kamu ngerasa seworth it itu, tapi pilihan keluarga ini bukan ke kamu? Umi, Abi dan mas Azzam juga bisa nilai sendiri. Dengan cara kamu ngerendahin saya seperti ini juga sudah membuktikan gimana kamu sebenarnya," zelmira bangkit dari sofa.

"Saya bukan tukang selingkuh seperti mbak!" Zahra berteriak langcang, mentang-mentang di ndalem saat ini sedang sepi tidak ada orang selain mereka dan abdi ndalem di dapur.

Plak!

Zelmira menampar keras pipi Zahra.
"Jaga omongan kamu ya!"

Zahra tersenyum miring menatap zelmira lekat. "Apa? Emang iya kan? Mbak denger aku ya, jangan sok deh di keluarga pesantren. Ingat diri mbak itu yang banyak masalah yang selalu bikin nama pesantren jelek." Zahra meraih tasnya di sofa segera pergi meninggalkan zelmira yang terdiam.

Kepalanya nyut-nyutan mengingat itu, jujur saja hatinya sangat sakit dengan perkataan Zahra. Beraninya wanita itu menyerangnya di depannya langsung, zelmira tidak habis pikir.

Sudah 2 hari sejak ia pergi meninggalkan Azzam, sebenarnya Azzam sudah menjemput 2 kali sejak ia pergi tapi ia enggan menemui Azzam dengan alasan apapun.

"Mi, Mira mau keluar bentar nitip zafran ya. Ini aku sama kak Azka juga mau meeting marketing butik ."

"Iya zafran gak usah di bawa, biar di rumah aja sama umi"

"Yaudah Mira berangkat ya" zelmira mencium punggung tangan uminya lalu berjalan keluar dan segera bergegas.

___________

"Assalamualaikum" Azzam menatap pintu ndalem yang terbuka, sudah 3 kalinya ia berdiri disini, entah istrinya akan membiarkan ia masuk atau menyuruhnya pergi.

"Waalaikumsalam nak Azzam, mari masuk nak." Mertuanya menyuruh menantunya itu duduk di sofa lalu menyuruh seseorang untuk menyiapkan kopi dan camilan.

"Zafran kangen banget sama babanya nih, rewel terus nak" umi menyerahkan zafran ke gendongan Azzam, ia mencium pipi zafran yang lembut dan hangat.

"Zelmira kemana mi?" Azzam to the point.

"Lagi keluar nak baru saja, katanya ada meeting tadi di antar Azka. Umi juga nggak tau dimana lokasi meetingnya" Azzam yang mendengar itu langsung diam. Istrinya sekarang benar-benar berubah ya?

"Ohhh nggih mi, Abi kemana mi? Kok nggak keliatan" Azzam bertanya, tetapi fokusnya pada zafran di gendongannya.

"Abi lagi di Malaysia nak, ada acara dakwah sama rombongan juga"

Gus AzzamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang