40. bahagia

948 39 20
                                    

"stop jangan-" Zahra mendorong Arfan kuat sampai laki-laki itu terbentur.

Tak mengeluh sakit tapi laki-laki tambah tertawa menatap Zahra yang menunduk ketakutan menatapnya, semakin langkahnya mendekat semakin keras ia berteriak ketakutan.

"Arfan jangan gila kita itu sepupu!!!"

"Sepupu itu boleh menikah setauku," Arfan mendekati Zahra yang mencoba membuka pintu kamarnya yang terkunci entah dimana Abah dan uminya saat ini. Ia dengan bodohnya memasukkan lelaki brengsek ini ke dalam kamarnya.

"Aku janji bakal nikahin kamu Zahra, tapi tolong bantu aku balesin dendam aku, itu aja"

Zahra bernafas lega ketika Arfan mulai menjauh darinya, laki-laki itu mengambil sebuah obat di sakunya diam-diam. Mulai mendekati Zahra dan menangkup dagu Zahra kasar memasukkan obat tadi.

"Aak!" Zahra terbatuk ingin memutahkan obat itu, tapi Arfan mencoba mencium bibirnya paksa agar ia tidak bisa mengeluarkan dan terpaksa menelannya.

Setelah beberapa saat baru efek obat itu terasa, Zahra tidak bodoh ini adalah obat pembangkit sahwatnya, Arfan sengaja merecokinya agar mau berhubungan dengannya.

Tertutup akan hawa nafsunya, 2 insan itu Melakukan hal yang seharusnya tidak mereka lakukan, Zahra menatap Arfan yang masih bergerak di atasnya.

"Kamu jahat!"

Arfan mengangguk. "Tenang saja, aku akan menikahimu. Kamu suka kan sama Azzam? Bayangkan aku adalah Azzam yang sedang mencicipimu"

Zahra menggeleng lemah, keadaannya benar-benar menghawatirkan. Ia sudah tidak tahan dengan semua ini, apaladaya wanita lemah sepertinya yang bahkan ia tidak mampu mendorong laki-laki bertubuh tegap yang tengah mencicipi dirinya.

"Aku pulang dulu," Arfan memakai kaus dan celananya yang tergeletak di lantai. Meninggalkan Zahra yang masih terlentang dikasur dengan air mata bercucuran.

Ia berjalan tertatih-tatih menuju kamar mandinya untuk membersihkan diri, ia jijik dengan dirinya sendiri. Hatinya sakit melihat hal yang selama ini ia jaga terungut paksa oleh orang brengsek seperti Arfan.

Seluruh keluarga inti pesantren berkumpul di ndalem utama untuk membahas masalah ini, Zahra di peluk uminya menangis di sudut ruang tamu.

Sedangkan kyai Hasan dan saudaranya berdiskusi tentang keputusan yang akan mereka ambil nantinya.

Zelmira terdiam penasaran dengan zafran digendongannya, ia menunggu di ruang tengah sekarang. Saat pertama ia mendengar berita itu dari Azzam ia benar-benar terkejut dan merasa kasian kepada Zahra.

"Siapa ayahnya?" Kyai Hasan menahan segala amarah yang memuncak pada keponakannya.

Zahra menggeleng tak mau mengatakannya, uminya mencoba membujuk Zahra agar mengatakan yang sebenarnya dan masalah cepat diselesaikan.

"Kalau Abah udah hilang kesabaran kamu belum mau mengatakannya, keluar o dari pesantren. Nggak usah panggil Abah lagi!" Seorang ayah mana yang tidak kecewa melihat putri yang ia percaya dan ia banggakan melakukan ini dibelakang nya.

"A-bah" Zahra mengapai tangan abahnya menahan amarah laki-laki itu.

"Tolong katakan! Atau kamu nggak akan lihat Abah lagi," ancam abahnya.

"Zahra, tolong jujur. Biar kita semua nggak repot dan cepet ngurusnya, takutnya perutmu membesar dan berita tersebar luas menodai nama pesantren," Azzam turut membujuk.

"Anak siapa itu, nak?" Uminya menangis memeluk putri semata wayangnya memohon agar segera mengatakan kejujuran.

"Zahra di perkosa Arfan umi," jawab Zahra disela tangisnya.

Gus AzzamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang