Keduapuluh Sembilan

234 27 11
                                    

Haii! 
Maaf kelamaan ya, rencana mau ditamatin aja sebenernya. Kalian pasti udah engga nge-feel lagi kan bacanya?

Boleh minta spam komennyaa? Random gapapaaa ^^

Happy reading ✨

“Kalau kamu engga bisa sekarang, kita pulang aja ya?” Sasuke menyentuh punggung tangan Naruto yang mendingin membuat pemuda itu menoleh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Kalau kamu engga bisa sekarang, kita pulang aja ya?” Sasuke menyentuh punggung tangan Naruto yang mendingin membuat pemuda itu menoleh. Tatapannya sayu, nafasnya sedikit kepayahan, dan beberapa kali kedapatan mengerutkan dahi.

“Nar” Sasuke menyentuh pipi Naruto berharap lelaki itu merespon, kini mereka berdua sudah duduk di atas bangku taman dekat parkiran. Naruto menyentuh jemari Sasuke, menggenggamnya.

“Aku panggil taksi dulu, ya?” Naruto mengatakannya seraya bangkit namun lengannya ditahan Sasuke. “Kenapa naik taksi?” Tanya gadis itu, Naruto tersenyum. “Aku engga mau bahayain kamu.” Setelahnya pemuda itu pergi.

Sasuke diam mencerna, apa Naruto sedang pusing? Tapi kenapa? Lima menit menunggu dalam diam Sasuke memutuskan menyusul Naruto. Pemuda itu sedang berdiri menunggui taksi lantas menoleh merasakan seseorang menyentuh lengannya.

“Loh, Sas, kenapa nyusul?” Tanyanya pelan masih sedikit kepayahan. “Disini panas, nanti aku panggil kalau taksinya udah dateng." Lanjutnya.

“Gapapa, biar langsung aja, kamu juga panas-panasan disini.” Naruto mengangguk, ia tidak menolak. Taksi datang sesaat berikutnya.

Naruto membuka pintu, tangannya menyentuh atap pembatas menjaga kepala Sasuke dari benturan, memastikan gadis itu duduk dengan nyaman lalu ikut masuk duduk disebelah Sasuke.

Selama perjalanan hanya di isi dengan diam. Naruto menatap nyaman jalanan diluar sementara Sasuke memilih untuk tidak mengganggunya. Biarlah, biarlah pemuda itu tenang dulu. Kejadian tujuh bulan lalu sama-sama berat untuk mereka, Sasuke juga tidak siap dan ternyata Naruto lebih dari belum siap. Sesekali pemuda itu menoleh, menatap Naruto lebih dari belum siap. Sesekali pemuda itu menoleh, menatap Sasuke lalu tersenyum lembut menyiratkan kalau ia baik-baik saja. Sasuke hanya menatapnya, menggenggam jemarinya. Naruto merasakannya dan membawa tangan mungil itu untuk ia kecup punggungnya, ia sayang.

Menit-menit berlalu, kini mereka sampai didepan rumah Sasuke. Naruto membuka pintunya, membantu Sasuke keluar. Pemuda itu merapikan sedikit rambut Sasuke, menatap lekat gadis itu.

“Maaf,” Ucapnya lemah.

“Gapapa, saat kita benar-benar siap, ya?” Sasuke tersenyum.

“Masuk, ya, aku tungguin.” Gadis itu mengangguk menurut membawa Langkah untuk masuk ke dalam rumah. Naruto menatapnya dalam, sayang sekali ia.

Saat Sasuke sempurna sudah memasuki rumah, pijakan kakinya terasa lemas, Naruto menopang diri pada taksi dan dengan susah payah masuk ke dalam, nafasnya kacau dadanya naik turun Naruto meraup udara dengan brutal pemuda itu memukul-mukul dadanya yang sesak luar biasa. 

Apocryphal (end) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang