Keduapuluh Delapan

318 34 5
                                    

Happy Reading

Pintu yang terbuka paksa membuat Sai reflek menoleh. Namun, sebelum sempurna berbalik, sebuah tendangan keras menyapa punggungnya. Sai meringis tertahan begitu melihat pelakunya, tapi gagal karena sakitnya luar biasa.

"Kenapa, Nar? Kenapa tiba-tiba begini?" Tanya Sai polos dengan sesekali meringis membuat Naruto muak setengah mati, dipukulnya kuat-kuat rahang kanan Sai sampai lelaki itu terjatuh.

"Oh shit," Desis Naruto rendah, Sai menatapnya kebingungan setelahnya tertawa meremehkan.

"Dia pantes dapetin itu, kan? Kesayanganmu." Ucapnya dengan sudut bibir berdarah yang sangat mampu menyulut kemarahan Naruto.

Pemuda itu tanpa aba-aba menendang kuat wajah menyebalkan Sai. Kembali lagi Sai tersungkur, ia terbatuk-batuk.

"Sial, sakit sekali."

Naruto menghampiri Sai yang masih terbatuk-batuk memegangi lukanya. Sai kembali meringis saat Naruto menginjak punggung tangannya yang bebas. "Sekali lagi kau ganggu Sasuke," Pemuda itu membungkuk untuk membisikkan sesuatu.

"You-will- die." Bisiknya menyeramkan lalu pergi begitu saja meninggalkan Sai yang kesakitan.

Sai menatap pintu kamarnya, melihat engsel pintu yang sudah ringsek di lantai. Lelaki itu tertawa keras.

"Padahal, aku suka sekali lapisan peraknya." Lirihnya dengan tatapan tajam dan kembali kesakitan kala Roseline tergopoh-gopoh menghampirinya.

"Naruto, sialan."

***

Pintu kamar Naruto di buka tiba-tiba membuat sang empu yang sedang menulis reflek menoleh mendapati Roseline menatap nyalang dirinya. Naruto bangkit dari duduknya untuk menghampiri Roseline yang juga mendekat.

"Ada yang bisa Na-

Plakk

Tamparan keras menggema, Naruto menghela nafas lalu kembali menghadap Roseline yang mencecar dalam tatapannya. Sai si cucu kesayangan pasti sudah mengadu.

"Kamu apain cucu saya?!" Cucu? Ah, iya, Naruto lupa kalau dia lah yang tidak pernah di anggap.

Naruto menarik sudut bibirnya yang terluka, tersenyum menatap Roseline yang semakin naik pitam.

"Menghukumnya, Nyonya." Sekali lagi suara tamparan menggema. Terasa sekali jika Roseline benar-benar membencinya.

"Inilah kenapa anak sial tidak boleh hidup lebih lama." Perkataannya begitu menusuk, tapi Naruto terbiasa dengan itu. Ia tetap kembali menghadap sang grandma yang mengumpat.

"Sai luka karena kamu," Sungguh, Naruto tidak akan sudi meminta maaf pada Sai.

"Anak sial macam kamu harusnya waktu itu mati saja." Naruto setia mendengarkan Roseline dengan guncangan di kepala. Sang grandma kini memukul pelipis Naruto dengan telunjuknya.

Sungguh, dia tidak apa, Naruto terbiasa dengan ini dan bertekad tidak akan minta maaf. Tidak akan pernah.

"Maaf.." Roseline menghentikan pukulannya untuk menatap remeh pemuda yang kini tetap tersenyum padanya.

"Maaf karena saya masih hidup."

Wanita tua itu tertawa sarkas mendengarnya, menepuk-nepuk tangan bekas menampar Naruto seolah sangat kotor.

"Cepat mati, ya." Ucapnya sebelum meninggalkan kamar.

Naruto menghela nafasnya, kembali duduk untuk menulis entah apa. Pikirannya bergemelut kalut memikirkan bagaimana cara untuk merampungkan hal-hal yang janggal terkait kematian orang-orang didekatnya.

Apocryphal (end) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang