Kelima puluh satu

240 29 33
                                    

hai hai hai!
Siap menuju ending?

Happy Reading!

"Kak, titip salam buat ayah."

Menma duduk dikursi depan ICU, pemuda itu menunggu perawat yang setiap satu jam sekali datang memeriksa Naruto

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Menma duduk dikursi depan ICU, pemuda itu menunggu perawat yang setiap satu jam sekali datang memeriksa Naruto. Menma melihat jam tangan yang menunjukkan pukul 19.33 waktu setempat.

Pemuda itu terduduk sendirian di koridor panjang yang sunyi, Roseline tadi izin untuk ke kamar mandi. Menma menautkan jemarinya, untaian doa tidak henti sedari tadi guna meredakan rasa takut yang sejak tadi menghantui.

Lelaki yang hanya berbalut kaos abu dan celana jeans itu berdiri saat perawat keluar dari ruang ICU, wanita yang sudah sedikit berumur menghampiri Menma dengan terburu.

“Pasien sudah sadar dan mencari Ibunya, boleh tolong dipanggilkan?” Ucap perawat itu membuat hati Menma sakit dan dengan berat ia menjawab.

“Ibu kami, ibu kami udah nggak ada, sus,” Jawabnya terluka.

Sejenak perawat itu tertegun. “Maafkan saya. Pasien saat ini sudah sadar dan dokter sedang melakukan diskusi untuk operasi mengingat kondisi pasien yang belum stabil.” Beritahu perawat.

Menma mengangguk dan bersamaan dari itu Sasuke dan yang lainnya sampai dan Sara segera bertanya. “Naruto boleh dijenguk, sus?”

Perawat mengangguk. “Boleh, tapi jangan terlalu membebani pasien. Saya permisi.”

Mendengar itu membuat Sara langsung masuk diikuti yang lainnya kecuali Menma, ia menunggu Roseline karena tidak lagi punya muka untuk menatap mata sang adik.

Sasuke meminta menunggu didekat pintu, ia ingin memberi ruang untuk Sara dan Naruto. Jadi, Mikoto, Itachi dan Sasuke hanya melihat dari sudut ruang interaksi keduanya.

Sara mendekat pelan menuju Naruto yang kini dipenuhi peralatan medis untuk membantunya bertahan. Wanita itu tidak bisa menahan tangisnya begitu melihat Naruto melirik lewat ekor mata. Anak itu tersenyum dibalik masker oksigen yang semakin meruntuhkan pertahanan Sara.

“Bibi..” Sara berlari menangkap tangan lemas yang hendak menggapainya.

Perlahan-lahan senyum itu memudar karena rasa sakit yang Naruto rasakan begitu menyiksa. Sakit disekujur tubuh seolah tidak memiliki celah untuk tidak menyerangnya. Naruto merasakan tangan dingin Sara menggenggam jemarinya pelan.

“Nak, katanya selesai olimpiade mau makan masakan bibi, kenapa malah nggak pulang?”

“Sakit, bi..” Suaranya lirih, ia lihat Sara yang memerah wajahnya dengar air mata yang tanpa henti mengalir.

Apocryphal (end) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang