Kita tidak akan pernah tau apa yang orang lain pikir dan rasakan. Banyak orang bertindak semaunya, tidak peduli dengan perasaan orang lain.
Tapi lucunya, tidak sedikit juga orang yang dipahami perasaannya malah merasa tak puas dan semakin menjadi-jadi, sampai julukan tak berperasaan kadang tersemat padanya. Pada akhirnya yang paling mengerti dirimu adalah Dia dan kau sendiri.
***
Naruto tengah menuruni tangga dengan santai, Waktu masih berada dipukul 10 pagi dan hari ini adalah hari minggu. Jadi, dia punya lebih banyak waktu luang. Naruto berencana ke minimarket tempat ia bekerja. Shin sudah sangat baik padanya, jadi ia akan datang lebih ah tidak ini sangat awal.
Di dua pijakan tangga terakhir sayup-sayup Naruto mendengar suara orang yang sedang membuka pintu utama. Dilihatnya Minato –ayahnya- sedang membaca Koran dan Menma yang sedang memainkan ponselnya diruang keluarga.
Biasanya Naruto akan langsung berlari dan duduk dipangkuan ayahnya lalu Menma yang merusuhinya dengan mencubit-cubit pipinya sampai ibunya datang membawa cemilan dan menggendong Naruto untuk menyelamatkannya dari usilan Menma.
Tapi tidak akan terjadi lagi sekarang, bisa-bisa dia dimarahi jika melakukan hal itu. Lagi pula ia sudah besar kok. Naruto akan terus berpikir positif dan berharap suatu hari nanti keluarganya akan kembali seperti dulu lagi.
“Aku pulangg ayah, kak Menma.”
Deg
Naruto tersadar dari lamunan kala suara yang tidak terlalu keras terdengar oleh indra pendengarnya. Seorang pemuda bersurai hitam pekat dengan senyumnya menghampiri ayah dan kakaknya.
“Oh, kau sudah pulang nak. Sini duduk” Minato melipat korannya dan menepuk-nepuk bagian kosong disebelahnya, sementara Menma hanya melihatnya dengan tersenyum hangat. Senyuman yang sangat Naruto rindukan untuk ditujukan padanya.
Pemuda itu mengikuti suruhan Minato untuk duduk disampingnya. “nah bagaimana? Kau mendapat informasinya nak?” Minato bertanya lembut sambil mengelus kepala pemuda itu.
Pemuda itu menundukkan kepalanya, raut wajah yang tadinya menampilkan senyum kini tampak murung. “tidak ayah, aku tidak mendapat apa-apa. Bahkan aku sama sekali tidak mengingat apa-apa saat disana.”
“Hmm begitu, sudah kau jangan sedih ya, ayah akan mengerahkan banyak orang lagi untuk mencari mereka.” Minato masih setia mengelus kepala pemuda itu yang kini sudah terangkat kembali dan menampilkan wajah berbinar.
“Benarkah ayah?” Pemuda itu bertanya dengan mata berbinar.
“Apa kau sudah tidak percaya pada ayah Sai?” kali ini Menma yang menjawab. Ia gemas dengan Sai –pemuda itu- karena selalu saja seperti ini jika ayahnya ingin membantunya.
“Hehe, aku hanya bertanya kakak.” Sai menjawab dengan menampilkan cengirannya membuat Minato dan Menma tambah gemas.
Menma bangkit dari duduknya dan mendekati ayahnya dan Sai. Hal ini menimbulkan rasa was-was dihati Sai.
“Dasar anak nakal! rasakan ini.” Benar saja, setelah mengatakan itu Menma langsung menyerang Sai dengan menggelitikinya.
“Hahahahah su-sudah haha ka-ak hhh gh-geli hahah.” Sai tertawa dan bergerak gelisah untuk menghindari gelitikan maut Menma. “rasakan! haha rasakan iniii!, kau terlalu lama pergi Sai.” Bukannya berhenti Menma malah semakin gencar menjalankan aksinya. Membuat Sai semakin kegelian dan tertawa keras. Minato yang melihatnya juga ikut tertawa, sesekali ikut menggelitiki Sai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Apocryphal (end)
Fanfiction[NARUFEMSASU] "Ada kalanya, seseorang pergi, namun takkan pernah pulang." -Apocryphal. "Kamu baik-baik aja, kan?" "Pergi, sial!" "Gimana cara bikin kamu bahagia, Sas?" lelaki itu menatap tepat pada mata gadis didepannya. "Mati saja." [BELUM DIREVIS...