Bab 1: Suasana Berkabung

428 5 1
                                    

Sebelum menikah dengan Amelia, beberapa tahun silam di saat umurnya masih terlalu muda, Ludovic pernah menikahi wanita lain. Meskipun pernikahan itu sebuah kesalahan, namun dia memiliki dua orang anak dari pernikahan itu.

Hanya bertahan beberapa tahun dan pernikahan itu seakan tak bisa lagi terselamatkan—Marta Dalmore akhirnya menggugat cerai Ludovic.

...

Seminggu setelah kematian Ludovic yang mendadak, sang pengacara keluarga memutuskan untuk membaca surat wasiat yang di tinggalkan oleh Ludovic.

Surat itu tidak banyak yang berubah, sudah bertahun-tahun silam sebelum akhirnya kekayaan itu jatuh ke tangan Ludovic, aturan di dalam wasiat itu merupakan keputusan dari nenek moyang mereka untuk seterusnya di berlakukan secara turun-temurun.

Yang kurang lebih isi dari wasiat itu adalah poin pertama,

‘Seluruh harta kekayaan diwariskan kepada anak pertama. Dapat diambil alih hanya jika anak pertama tidak menginginkan warisan tersebut.’

Poin kedua, ‘Sang ahli waris memiliki kewajiban memenuhi kebutuhan saudaranya yang berkekurangan dengan beberapa syarat.’

Setelah pembacaan wasiat itu, Amelia terdiam. Sebagai istri kedua ia dan dua orang anaknya hanya mendapatkan sebuah rumah dan cafe tua yang tidak seberapa di pinggiran kota Los Angeles.

***

Sudah 20 tahun telah berlalu. Edgar Mateo menatap langit cerah dari gedung tinggi tempatnya berdiri saat ini.

Ruangan yang dominan dengan warna gelap dan perabotan yang seadanya, seakan menandakan bahwa sang pemilik adalah orang yang dingin.

Dan sudah 20 tahun telah berlalu semenjak terakhir kalinya pria itu menghirup udara kota Los Angeles. Tepatnya di saat umurnya masih delapan tahun.

Edgar menatap dingin kota yang penuh mimpi buruk itu. Sekeras apapun dia berusaha untuk tidak kembali di kota ini namun jika takdir berkehendak lain Edgar tidak akan bisa melawannya.

Baru seminggu yang lalu Edgar berhasil menemukan pria yang telah menculik Norah Mateo. Karena hal itu, Edgar memutuskan kembali dan menetap di Los Angeles untuk sementara waktu.

Norah Mateo, gadis berumur 20 tahun yang merupakan adik perempuan tak sedarah dengan Edgar. Gadis itu merupakan seorang pelukis pemula dari Italia.

Dua minggu lalu Norah dinyatakan menghilang saat sedang mengikuti pameran di kota Los Angeles. Dan tidak membutuhkan waktu lama saat Edgar berhasil menemukan Norah. Namun sayangnya, Norah ditemukan dalam keadaan tak bernyawa, beberapa organ tubuhnya menghilang.

Bahkan Edgar awalnya hampir tidak mengenali jenazah Norah.

Malam ini Edgar telah menyusun strategi.

Siang seakan berjalan lambat menuju malam gelap ...

Edgar menarik laci meja kerjanya dan mendapati pistol berjenis Desert Eagle.

Dia mengelus benda mematikan itu, memastikan berfungsi dengan baik tanpa cacat.

...

Malam itu sudah cukup larut, namun Agatha masih dengan ponsel pintar miliknya. Dia terlihat tertawa mendengar suara seseorang dari seberang telepon.

Sudah hampir satu jam Agatha berkomunikasi dengan sahabatnya yang saat ini berada di Tokyo hingga ia tidak mendengar suara langkah yang diam-diam memasuki kamarnya.

Dan seorang pria mulai bersembunyi di balik lemari pakaian yang tidak jauh dari tempatnya tidur. Saat itu posisi Agatha membelakangi lemari dan pintu kamar.

Edgar menajamkan pendengarannya saat anggotanya yang berada di ruangan lain memberitahu bahwa sasaran yang mereka incar tidak berada di tempat.

Tapi salah satu ajudan yang lain menemukan riwayat pembelian tiket menuju Miami, dengan jadwal terbang tepatnya satu jam yang lalu.

Edgar meremas kuat pistol Desert Eagle miliknya hingga hampir remuk. Sialan, kali ini dia kalah telak.

Mario berhasil lolos.

Tapi Edgar tidak akan membuat segalanya mudah, seorang wanita yang berada tepat di depan matanya mungkin saja akan menjadi petunjuk akan keberadaan Mario.

Agatha yang tertawa renyah tanpa sedikitpun mengetahui bahwa bahaya tengah mengintainya.

Tanpa sempat menoleh, seseorang berhasil membekap mulutnya dari arah belakang.

Setelah memastikan Agatha tidak lagi sadarkan diri, Edgar menutup mata wanita itu dengan kain hitam lalu membopongnya menuju mobil.

...

Perjalanan yang sunyi dan gelap menjadi saksi kemarahan pria itu. Dia akan mendapatkan Mario, lalu memutilasi pria itu dua kali lipat lebih menyakitkan dari yang Norah rasakan.

Perjalanan yang lumayan memakan waktu lama—hampir satu jam. Akhirnya Edgar tiba. Sebuah rumah megah bak kastil dan jauh dari keramaian. Terlihat seperti istana dengan gaya klasik namun tempat itu terlihat sunyi.

Agatha sudah sadarkan diri, namun kedua tangannya terikat begitupun dengan kedua matanya yang ditutup kain hitam.

Dia memberontak saat Edgar menariknya keluar dari dalam mobil.

“Kau siapa? Lepaskan aku sialan!” Teriaknya sembari berusaha melepaskan diri. Tapi dia tidak mendapat jawaban.

“Tolong!!!” jerit Agatha.

Tapi percuma saja dia berteriak histeris, rumah itu jauh dari pemukiman warga dan tentu saja tidak ada satupun yang berada di dalam rumah mewah itu berani menolongnya. Edgar menyerat Agatha untuk masuk ke dalam rumah.

“Kau akan membawaku ke mana? Lepaskan bangsat!” Agatha terus mengumpat dengan segala sumpah serapah keluar dari mulutnya.

Sementara Edgar hampir meledakkan kepala wanita itu karena terlalu cerewet dan menyebalkan.

Edgar mendorongnya memasuki kamar dan kemudian mengunci pintu dari dalam.

Dia segera melepas penutup mata Agatha.

Sesaat Edgar terpaku di tempatnya berdiri.

Wanita itu memang terlalu cantik. Namun bukan hal itu yang membuatnya membatu.

Wajah itu seperti tidak asing, Edgar mengernyit mencoba menelisik tatapan mata dan semua yang ada pada Agatha. Mungkinkah mereka orang yang sama?

“Kau tuli, huh? Ini di mana?” jeritan wanita itu membuyarkan lamunan Edgar.

Agatha mulai kesal. Sedari tadi pria gila itu sama sekali tidak buka suara dan sekarang masih sempat melamun di saat Agatha sudah menjerit seperti kesetanan.

Dia tidak tahu mengapa tiba-tiba berada di tempat asing ini. Namun entah mengapa dia tidak takut sama sekali.

Edgar tetap memilih untuk diam lalu kali ini mengikat kedua kaki Agatha agar wanita itu tidak pergi ke manapun sebelum akhirnya meninggalkan Agatha sendirian di kamar yang luas itu.

Agatha mengedarkan pandangannya. Dia tidak percaya bahwa ini adalah sebuah kamar, luasnya hampir sebesar rumahnya.

Agatha dengan susah payah meraba saku celana jeans pendek yang ia kenakan namun tidak menemukan ponselnya.

'Sialan, apa yang terjadi dan ini tempat apa?'

Agatha bertanya-tanya siapa pria itu? Mungkinkah dia vampir? Tapi tidak ada vampir setampan itu. Atau mungkin pria itu psikopat? Membayangkannya membuat Agatha merinding.

Masih dengan posisi tangan dan kaki terikat, membuat Agatha sulit melakukan sesuatu. Dia mengedarkan kembali pandangannya, tempat itu hanya kamar kosong dengan sebuah tempat tidur.

Oh God, apa yang terjadi? Jelas dia di culik. Tak berhenti otaknya terus berputar membayangkan segala kemungkinan yang terjadi. Mungkin dia akan dibunuh? Atau akan dijual kepada pria hidung belang?

Agatha terus berteriak meminta tolong, tapi hingga dia hampir kehabisan nafas, tenaganya juga mulai melemah tidak ada satupun yang datang menolong.

Agatha tertidur di lantai kamar yang berbulu.

The Bastard's Secret Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang