Agatha mengernyit pagi itu ketika menyadari bahwa bukan hanya dia, Alan dan Adriana yang berada di Villa.
“Hai, nona Agatha. Kita bertemu lagi.” sapa Rafael dengan senyum misterius.
Agatha melirik ke arah Alan, seperti bertanya melalui sudut matanya akan kehadiran Rafael. Meski Agatha tidak terlalu mengenal pria itu namun mereka pernah sekali bertemu saat di restoran bersama Edgar.
Sementara di sudut lain ada Adriana yang duduk menunduk, wajahnya seperti ketakutan yang membuat perasaan Agatha semakin tak karuan.
“Agatha, duduklah. Ada hal lain yang harus kau ketahui.” ucap Alan sambil menunjukkan sofa kosong di hadapannya.
Sepanjang ia keluar dari dalam kamar hingga kakinya perlahan menuju sofa, tak sedikitpun Rafael melepas tatapannya pada Agatha, hal itu membuatnya sungguh tidak nyaman.
“Agatha, aku dan Adriana akan melakukan perjalanan bisnis dalam waktu yang lama …” suara Alan menggantung di sertai dengan salah satu alisnya naik.
“Tinggallah di sini selama yang kau mau dan tuan Rafael akan menjagamu.” lanjut Alan melirik ke arah Rafael.
“Apa maksudmu, bukankah kau berjanji akan memulangkan aku ke Los Angeles?” tanya Agatha menelisik wajah Alan.
Pria itu kemudian tertawa sarkas, tawa yang bahkan tidak sampai ke matanya.
“Itu tidak akan mungkin terjadi Agatha, di sini lebih cocok untukmu.” balasnya menyeringai.
Agatha perlahan sadar bahwa ada yang tidak beres di sini, dia melihat ke arah Adriana dan wanita itu masih tetap menunduk, sedangkan tatapan Rafael tampak sangat menjijikkan. Pria itu terang-terangan menatap Agatha penuh nafsu birahi.
“Katakan yang jelas, bajingan!” desis Agatha kemudian. Wajahnya sudah terlihat pucat karena takut dan juga marah di saat bersamaan.
“Bicaramu terlalu lancang, bitch!” wajah Alan kini berubah menakutkan, dia mulai menunjukkan taring kepada Agatha.
“Kau menginginkan kebebasan dari iblis itu, dan aku mengabulkannya. Lantas mengapa kini kau terlihat tidak suka?” tanya Alan dengan mata penuh kebencian.
Agatha menggeleng kecil. Dia tidak percaya dengan ini semua, tiba-tiba saja dia menginginkan Edgar untuk datang dan menjemputnya kembali.
“Kau menipuku.” ucap Agatha tercekat.
Alan menaikkan salah satu sudut bibirnya lalu melirik ke arah Rafael.
“Anda sebaiknya menunjukkan pada jalang ini di mana seharusnya dia berada.” ujar Alan.
Rafael menjilat bibirnya terlebih dahulu sebelum akhirnya buka suara,
“Kau mulai hari ini milikku, Agatha dan itu ditulis dengan jelas di atas kertas oleh Mario.”
…
Semua masih berusaha di proses oleh benak Agatha. Kenyataan itu berhasil menghajar Agatha hingga kehabisan seluruh pasokan udara dalam dadanya, hanya dalam waktu beberapa jam Agatha telah menyesali segalanya.
Dia ketakutan dan berharap sekali lagi Edgar kembali untuk menjemputnya, tak peduli pria itu iblis atau bukan. Agatha hanya ingin keluar dari tempat ini.
“jangan katakan kau menyesal keluar dari sangkar bajingan itu,”
Agatha menoleh dan Rafael berada di belakangnya, dia sontak mundur ketika pria itu perlahan mendekat.
“kau akan lebih menyukai bersamaku, honey. Seharusnya aku meledakkan kepala Edgar agar tidak lagi menjadi pengganggu.” ucap Rafael dengan tatapannya yang sungguh membuat Agatha begitu jijik.
“jangan mendekat,” desis Agatha dengan tatapan membunuh.
“Oh sayang, jangan takut. Aku bukan Edgar, aku akan melakukan segalanya lebih baik dari bajingan itu …”
Langkah kaki Rafael masih terus mendekati Agatha, hingga tubuh wanita itu menabrak sudut kamar.
“dengan syarat kau harus bisa memuaskanku.” lanjut Rafael menyeringai.
Tak ada jalan bagi Agatha. Dia terjebak dalam kebodohannya sendiri. Rafael bagai binatang buas yang kelaparan mengurung tubuh Agatha di antara tubuh pria itu sendiri dan dinding yang dingin di belakangnya.
Tatapan mata Agatha tajam mengikuti jemari Rafael yang mulai mengelus rambutnya.
“jangan menyentuhku dengan tangan kotormu, sialan!” desis Agatha dengan tatapan jijik.
Rafael menaikkan salah satu alisnya sambil menelisik wajah Agatha yang begitu cantik. Pantas saja Edgar begitu tergila-gila pada wanita ini, tatapannya turun kebagian tubuh Agatha yang lain dan seketika Rafael merasa sangat menginginkan Agatha.
“Kau berbicara seperti orang suci. Sejujurnya aku tidak akan pernah menginginkan bekas jalang Edgar, namun kau sangat berbeda.” balas Rafael.
“Kita harus memulai dari mana dulu? Aku lebih suka permainan kasar, tapi karena itu denganmu aku bisa melakukannya dengan penuh kelembutan.” lanjut Rafael yang berdiri hanya dengan jarak satu langkah dari Agatha.
Agatha sontak menutup tubuh bagian depannya dengan kedua tangan. Jantungnya berdetak lebih cepat karena rasa takut.
“Apa yang akan kau lakukan?” tanya Agatha sedikit bergetar.
“sikap pura-pura polosmu membuatku semakin bergairah, Agatha.”
Wanita itu berusaha menghindar ketika tangan Rafael membelai pipinya. Rasanya Agatha sangat ingin menangis karena perasaan takut yang tiba-tiba menggerogotinya
“jauhkan tangan kotormu, sialan.” meski sudah mencoba namun nyatanya suara Agatha terdengar bergetar.
Rafael tidak peduli apakah wanita itu takut atau marah, dia semakin menekan tubuh Agatha sementara tangannya yang kuat meraih rahang wanita itu untuk bisa menggapai bibirnya yang menggoda. Tentu saja Agatha tidak hanya diam, dia berusaha melepaskan diri.
Dia tidak akan pernah sudi memberi dirinya untuk pria cabul seperti Rafael.
“Lepaskan bajingan‼!” teriak Agatha. Kepalanya bergerak ke kiri dan ke kanan menghindari bibir Rafael yang ingin menciumnya. Sikapnya yang memberontak semakin membuat Rafael bersikap kasar hingga menekan kuat lengan Agatha.
“Kau sudah kubeli, jalang!” bentaknya dengan suara meninggi.
Rafael yang terbawa emosi menghentakkan Agatha hingga ke tempat tidur.
“Asal kau tahu, harga dirimu sama dengan salah satu anak cabang perusahaanku. Jadi kau pikir aku akan tinggal diam tanpa menikmati tubuhmu?” Rafael tampak begitu kesal.
“Aku tidak pernah menikmati satu dollar pun uangmu, tuan. Kita tidak pernah memiliki urusan,” sahut Agatha.
Tubuhnya perlahan mundur menghindari Rafael yang menaiki tempat tidur tapi kemudian pria itu berhenti dan berjalan keluar sebelum akhirnya kembali lagi dengan dua lembar kertas yang ia tujukan di hadapan Agatha.
Satu lembar surat yang di tulis oleh Mario dan selembar surat serah terima antara Rafael dan Alan.
Dalam keterangannya bahwa Alan sebagai perwakilan Mr Pumpkin menyerahkan Agatha menjadi milik Rafael dengan imbalan sebuah anak cabang perusahaan miliknya yang berada di Los Angeles.
Mata Agatha memerah setelah membaca itu. Bagaimana cara mengungkapkan segala penyesalan atas kebodohannya?
Dia dengan polos berpikir Alan akan menyelamatkannya, namun justru ia di jual tanpa sepengetahuannya. Tindakan orang-orang ini jauh lebih buruk dan menjijikkan dari Edgar.
“Tuan Rafael, aku yakin anda bukanlah orang sembarangan. Anda juga bukan orang yang bodoh, aku di sini korban bagaimana bisa anda memanfaatkan orang lemah seperti ini?” Agatha berharap ucapannya dapat membuka sedikit saja hati Rafael.
“Kau tahu aku di tipu dan sama sekali tidak mengetahui soal surat itu.” lanjut Agatha dengan wajah mengiba.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bastard's Secret
Romansa21++ ***Cerita ini mengandung unsur dewasa*** Kematian Ludovic cukup mengagetkan orang-orang sekitarnya. Seorang pengusaha kaya yang di kenal tegas dan berwibawa. Penyebab kematiannya masih menjadi misteri. Pria yang sudah berumur setengah abad itu...