Edgar sudah berusaha menahan diri hingga terasa kepalanya akan meledak dalam sekejap tapi Agatha bagai kidung yang memanggil jiwa iblisnya untuk bangkit dari kediamannya di neraka.
Kedua tangannya berhasil mengurung tubuh Agatha di antara meja kerja wanita itu.
“Aku menyukai aroma strawberry dari tubuhmu,” ujarnya serak mengamati wajah Agatha yang gugup.
Jantung Agatha rasanya akan copot saat itu juga, apa lagi ketika benaknya kemudian kembali mengingat mimpi erotis tadi malam.
“Aku sedang menahan diri, Agatha. Tapi mengapa kau terus memanggilku?” nafasnya yang hangat menyapu pipi Agatha yang lembut.
Agatha mengernyit, dia tidak mengerti maksud ucapan Edgar.
Lalu otaknya seketika berhenti berpikir ketika Edgar menyapu bibirnya dengan ibu jari pria itu.
Sontak Agatha memejamkan mata dengan jantung yang berdegup kencang.
Edgar sudah gila—Benar kini dia semakin gila. Bayangan akan tubuh Agatha tadi malam mulai berputar hebat di dalam benaknya hingga terasa sesak.
Bibirnya perlahan mulai menyusuri leher jenjang Agatha, menghirup aroma tubuhnya yang memabukkan.
Edgar juga memberi kecupan-kecupan kecil sepanjang tulang selangka Agatha lalu turun ke bawah sementara tangannya meraih pinggul Agatha untuk lebih merapat padanya.
Bibir Edgar semakin liar, bahkan lidahnya sesekali ikut menjilat kulit Agatha yang lembut.
Tanpa sadar Agatha melenguh kecil, rasa ini sungguh seperti dalam mimpinya, bibir Edgar dalam mimpi hampir tidak memiliki perbedaan dengan kenyataannya.
Nalurinya menginginkan seperti dalam mimpinya tadi malam, dia masih ingat betul bagaimana mimpi itu memberinya kenikmatan luar biasa meski hanya dengan bibir Edgar.
Edgar membuka dua kancing kemeja Agatha paling atas hingga menampakkan salah satu bagian yang berhasil mengalihkan seluruh dunianya.
Dia menunduk lalu kembali mengecup gundukan itu sedangkan tangannya menyelip masuk di balik rok selutut yang di kenakan Agatha.
Edgar mengelus pahanya yang terasa mulus. Dia menatap wajah Agatha yang sayu tanpa penolakan sehingga membuat Edgar semakin memperdalam sentuhannya.
Pria itu kembali melumat bibir Agatha dengan sangat lembut, sementara jemarinya menggesek dengan tak kalah lembut bagian kecil yang berada di tengah inti Agatha.
Wanitanya sudah basah dan tanpa sadar Agatha telah mengalungkan kedua tangannya di pundak Edgar.
Agatha sendiri menggigit bibirnya untuk menahan desahan yang tertahan di tenggorokannya. Namun dengan lembut Edgar melesakkan salah satu jarinya hingga membuat Agatha tak lagi mampu menahan dan kemudian mendesah.
Sungguh Edgar akan gila, desahan wanita itu alunan indah yang pernah ia dengar. Edgar tahu apa yang harus ia lakukan, pastinya ini akan membuat Agatha melayang terbang tanpa batas.
“Ed ...” Agatha mendongak ke atas sedangkan tubuhnya menempel pada dada bidang milik Edgar ketika gelombang kecil menerjang dirinya.
Tubuhnya menggelinjang dalam dekapan Edgar.
Agatha mendapat pelepasan hanya dengan jemari dan bibir Edgar.
Setelah deru nafasnya perlahan kembali normal, Edgar menatapnya dengan penuh kagum. Betapa cantiknya wanita itu, betapa seksinya. Wajahnya memerah bagai tomat karena malu.
Namun Edgar kembali menghujaninya dengan kecupan, seakan ingin mengatakan jika wanita itu sangat luar biasa. Edgar mundur sedikit lalu mulai merapikan kembali kemeja Agatha.
“Apa sekarang kau masih marah?” tanya Edgar mengelus pipinya dengan sayang.
Agatha hanya mengedipkan mata salah tingkah, dia sangat ingin menjawab namun sialnya saat ini memang dia sudah tidak lagi marah pada pria itu. Rasa kesalnya telah menguap entah ke mana.
“Setidaknya sekarang kau tahu mengapa aku hanya diam karena aku sangat ingin memakanmu.” lanjut Edgar serak sebelum akhirnya dia pergi ke kamar mandi dan menyelesaikan sendiri masalahnya.
Agatha terduduk lemas, dia mengusap wajahnya lalu memukul kecil kepalanya, di kala tubuhnya masih merasakan sentuhan dari Edgar berbeda dengan otaknya yang mulai menggila mengingat apa yang baru saja terjadi.
‘Agatha, apa yang sudah kau lakukan?!’ batinnya.
Dia sekarang merasa malu luar biasa, di mana mau di letak wajahnya?
Bagaimana bisa dia mendapat pelepasan hanya dengan jari dan bibir Edgar?
‘Oh gosh, kau jalang Agatha!’ batinnya kembali berperang hebat.
Tubuh Agatha terasa panas dingin bila membayangkan reaksi dirinya, dia mendesah tanpa tahu malu. Mimpi sialan itu telah membuatnya bagai jalang tanpa rasa malu.
Tapi ini bukan mimpi, ini sangat nyata. Mereka melakukannya di dalam ruangan Edgar.
Dia merutuki habis dirinya yang bodoh, sekarang dia tidak tahu harus bagaimana menatap wajah Edgar.
Rasanya dia lebih baik tenggelam di dasar laut agar tidak lagi bertemu dengan Edgar.
Agatha menutup mulutnya kala tangannya menyentuh kembali jejak tangan Edgar. Itu hal nyata luar biasa yang ia rasakan pertama kali dalam hidupnya sekaligus hal memalukan yang tidak dapat terlupakan.
Beberapa menit kemudian Edgar kembali muncul dari kamar mandi.
Ada rasa ingin marah di hati Agatha namun tidak tahu harus marah karena apa, sementara dia sendiri menikmati apa yang dilakukan oleh Edgar.
...Edgar sadar ada tegangan seksual yang kuat antara dia dan Agatha, bahkan lewat tatapannya pria itu terang-terangan menunjukkan gairahnya pada Agatha.
Pada akhirnya mereka kembali bekerja seperti tidak terjadi sesuatu, walau masing-masing saling mencuri pandang dalam diam.
Agatha sungguh tidak bisa fokus pada apapun yang ia lakukan tapi demi menjaga agar tidak di tertawakan oleh Edgar maka dia terpaksa berusaha mengetik apa saja di layar komputer yang berada di hadapannya.
Melihat Edgar yang bersikap biasa saja, seakan tidak terjadi apapun di antara mereka membuat Agatha sedikit merasa kesal.
Bagaimana bisa pria itu bersikap seperti itu?
Wajahnya di tekuk seperti anak kecil yang marah kepada ibunya.
Edgar yang menyadari sikap Agatha begitu sangat ingin tertawa namun dia menahannya. Semua gerak-gerik Agatha terpantau melalui sudut matanya.
***
Sore itu Mario akhirnya menemukan tempat tinggal di salah satu apartemen kumuh di pinggir kota Milan, Edgar telah memberinya waktu paling lama seminggu untuk mendapatkan ajudan Mr. Pumpkin dan membawa pria itu hidup-hidup di hadapan Edgar.Namun Mario seperti memiliki rencana lain, dia tahu bahwa ponsel miliknya telah di pasang alat penyadap dan bukan tidak mungkin jika Edgar mengirimkan seseorang untuk memantaunya.
Kebaikan Edgar patut ia curigai, waktu seminggu yang diberikan oleh Edgar bukanlah aturan yang wajar bagi seorang mafia.
Sore menjelang malam, Mario menyusuri jalanan di mana masih ada para pedagang kain di pinggir jalan.
Setelah mengecek sisa saldonya yang masih cukup untuk kebutuhan selama sebulan, dia akhirnya memutuskan untuk membeli beberapa pakaian.
Saat pembayaran sang pedagang menyadari ada sesuatu di lipatan uang Euro yang ia terima. Selembar kertas kecil dengan pesan tertulis di atasnya.
Dan keesokan harinya, Mario kembali mendatangi pedagang pinggir jalan itu untuk membeli coat warna hitam.
Tentu semua berjalan seperti rencananya, Mario tidak hanya sekedar membeli coat namun dia juga mendapat ponsel baru di saku coat tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bastard's Secret
Romance21++ ***Cerita ini mengandung unsur dewasa*** Kematian Ludovic cukup mengagetkan orang-orang sekitarnya. Seorang pengusaha kaya yang di kenal tegas dan berwibawa. Penyebab kematiannya masih menjadi misteri. Pria yang sudah berumur setengah abad itu...