Pagi itu Dores sang asisten berdiri selama beberapa detik di balik pintu sambil menelan ludah, sebelum masuk ke ruangan Edgar dia harus mempersiapkan diri jika sewaktu-waktu pria itu harus melampiaskan kemarahannya.
Dores sudah mendapat tatapan tajam begitu memasuki ruangan itu.
“kau sudah menemukan bajingan itu?” tanya Edgar dingin. Dia tidak perlu bersusah payah menyebut nama Rafael karena Dores sudah pasti tahu siapa yang di maksud oleh tuannya.
“hingga detik ini pencarian masih terus berlangsung, tuan.” jawab Dores sedikit menunduk.
“Dores, aku tidak butuh alasan apapun. Bawa bajingan itu padaku tak peduli hidup atau mati.” perintah Edgar dingin.
“baik, tuan.”
Edgar tidak bisa tenang jika Rafael belum di temukan, belum lagi untuk kasus Mr Pumpkin tidak ada perkembangan sama sekali, ia kehilangan jejak Alan.
Edgar memijat pangkal hidungnya, hal yang membuatnya kesulitan adalah karena setiap saksi dalam kasus itu kini telah tiada, satu-satunya yang harus di buru oleh Edgar adalah Alan.
...
Sudah hampir tiga hari setelah Agatha kembali di kediaman Edgar dan menjadi istri pria itu, namun sejak kejadian panas di malam sesudah mereka menikah Edgar tidak pernah mengajaknya bicara, pria itu hampir tidak pernah berada di satu ruangan bersama Agatha.
Dan selama itupun Agatha mencoba melakukan aktivitas apapun di mansion untuk membunuh rasa bosannya, sebisa mungkin dia tidak memberi kesempatan kepada dirinya untuk berpikir entah itu tentang Edgar atau tentang hidupnya sendiri.
Terik matahari siang membuat Agatha berhenti sejenak dari kegiatan bertanam, tubuhnya berteduk di salah satu pondok dengan berkacak pinggang ia melihat hasil kerjanya penuh rasa bangga. Sebuah lahan kosong di belakang mansion itu di bentuk menjadi beberapa petak oleh Agatha lalu menanam sayuran dan tanaman lainnya.
Ia sudah mendapat izin dari Edgar untuk melakukan apa saja selama itu masih di lingkungan mansion dan yang terpenting selama Agatha tidak cedera, ia mendapat pesan itu dari catatan yang di tinggalkan Edgar beberapa hari lalu di atas meja dapur. Bahkan pria itu memilih untuk berkomunikasi dengannya melalui pesan tertulis ketimbang bertatap muka.
Sejujurnya Agatha sangat ingin melakukan sesuatu yang bisa menghasilkan, ia harus memiliki uang sebagai pegangannya. Entah mengapa selain ia terbiasa hidup mandiri dengan menghasilkan uang sendiri Agatha juga tidak ingin bergantung sepenuhnya kepada Edgar karena takdir tidak ada yang tahu. Bila sewaktu-waktu ia tidak lagi bersama Edgar maka jelas ia akan menjadi tunawisma karena tidak memiliki apapun.
Agatha masih mengalami kesulitan untuk melakukan segala sesuatu, Edgar tidak membiarkannya menggunakan akses internet dari media manapun.
Angin sepoi siang itu berhasil membawa Agatha tertidur di dalam pondok, dia tidak tahu berapa lama ia tertidur karena ketika ia terbangun hari tidak lagi panas, jika melihat sekitar Agatha menebak kalau sekarang sudah sangat sore. Tubuhnya bangkit dari sana dan memutuskan untuk masuk ke dalam mansion.
Agatha masuk melalui pintu belakang, dari pantry pendengarannya menangkap suara wanita tertawa sontak Agatha berjalan tanpa suara menuju ruang tamu. Ia mendapati Edgar dan Louisa duduk di ruang tamu dengan beberapa dokumen di atas meja, Agatha dapat melihat wajah Lou yang begitu ceria walau hanya dari samping lalu pandangannya beralih ke punggung Edgar yang membelakanginya.
Ia memutuskan untuk kembali ke dapur karena sepertinya dua manusia itu tidak menyadari kehadirannya.
Agatha sangat yakin jika ia tidak keberatan dengan siapapun Edgar berhubungan, dia tidak peduli dengan wanita mana pria itu dekat tapi mengapa sekarang ia seperti kehilangan minat untuk melakukan sesuatu?
Tadinya Agatha berencana memasak sesuatu untuk santapan malam tapi sekarang ia sudah tidak berminat.
Mungkin lebih baik ia membersihkan diri terlebih dahulu lalu kembali memikirkan hal berikutnya.
Jika ingin naik ke lantai dua Agatha harus melewati ruang tamu, meski terlihat sedikit kusam ia tidak peduli dan memilih untuk tetap naik. Agatha sudah berusaha berjalan tanpa suara tapi Lou menjadi orang pertama yang menyadari kehadiran Agatha.
“kalian tinggal bersama?” tanya Lou berbisik sedangkan tatapannya tertuju pada sasaran yang ia maksud di belakang Edgar, sontak Edgar menoleh mengikuti arah pandang Louisa.
Merasa sekarang menjadi pusat perhatian, Agatha berhenti sejenak karena merasa telah mengganggu dua orang di sana.
“silahkan di lanjutkan, aku hanya sekedar lewat untuk naik.” ujarnya sambil melirik ke arah tangga dan tanpa menunggu lama Agatha segera menaiki satu persatu anak tangga. Setiap langkah wanita itu tak lepas dari tatapan Edgar hingga ia benar-benar menghilang di penghujung tangga paling atas.
Edgar kembali fokus menandatangani dokumen yang di bawa oleh Lou. Sebelumnya Edgar sudah meminta wanita itu untuk menitipnya kepada Dores tapi tanpa ia ketahui Lou ternyata menyusulnya ke mansion.
Lou melirik jam di pergelangan tangannya yang sebentar lagi sudah jam makan malam, dia sangat berharap dapat menikmati makan malam bersama dengan Edgar setelah ini.
“kau memiliki waktu setelah ini?” tanya Lou menelisik wajah Edgar yang fokus dengan dokumen-dokumen itu.
“aku masih memiliki kesibukan lain,” sahut Edgar tanpa menoleh.
“kau tidak akan melewati makan malam bukan?” pertanyaan itu berhasil membuat Edgar berhenti lalu menatapnya, hanya dengan tatapan Edgar menunggu lanjutan dari ucapan Lou.
“aku juga cukup lihai dalam hal memasak, aku bisa memasak sesuatu untuk makan malam.” lanjut Lou dengan senyum tipis. Dia sangat ingin menghabiskan waktu lebih lama di dekat Edgar, dia juga penasaran dengan isi rumah pria itu.
Lain hal dengan isi kepala Edgar, bagaimana bisa wanita terpandang seperti Lou sangat tidak tahu malu?
“aku tidak membiarkan orang asing menguasai wilayah pribadiku, harap di pahami itu.” balasan menohok dari Edgar sepertinya berhasil membuat Lou bungkam dengan perasaan malu.
…
Agatha sudah selesai dengan urusan mandi, tidak ada niat untuk keluar lagi dari kamar namun suara cacing kelaparan di dalam perutnya terus saja mengusiknya. Membuat omelette tampaknya tidak terlalu merepotkan pikir Agatha, terpaksa dia harus turun untuk itu.
Begitu Agatha menuruni satu anak tangga matanya menangkap sosok Edgar yang hendak naik, keduanya berpapasan di pertengahan anak tangga tapi Agatha mengabaikan pria itu, ia terus saja menuruni anak tangga walau Edgar sudah berhenti di anak tangga lalu menatap Agatha yang acuh.
Agatha mulai mengeluarkan bahan seadanya yang ia butuhkan, ia mencampur semua adonan untuk porsi dua orang. Selama ini ia selalu memasak untuk dirinya sendiri dan juga untuk Edgar, dia tidak peduli apakah Edgar akan memakannya atau tidak.
Selesai bergelud dengan adonan jadilah dua porsi omelette sekarang. Agatha menikmati makanannya dalam diam, di lihat dari luar ia memang tampak tenang tapi tidak dengan pikirannya. Setiap saat ada peperangan dalam benaknya dan itu membuatnya selalu merasa gelisah.
Bertepatan dengan suapan terakhir Edgar muncul dari arah pintu penghubung antara ruang makan dan ruang tamu, sepertinya Edgar pun baru selesai membersihkan diri. Agatha bangkit dari duduknya saat Edgar hendak duduk pada salah satu kursi di hadapannya, sikap wanita itu tak lepas dari pengamatan Edgar dan itu membuatnya mengernyit.
“terima kasih.” ucap Edgar basa-basi sambil menunjuk omelette yang sudah di sajikan di atas meja.
“Hm.” Agatha hanya menggumam tanpa berniat melihat ke arah Edgar, tangannya terus sibuk membersihkan sisa peralatan kotor yang ada di wastafel. Setelahnya Agatha pergi dari sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bastard's Secret
Romance21++ ***Cerita ini mengandung unsur dewasa*** Kematian Ludovic cukup mengagetkan orang-orang sekitarnya. Seorang pengusaha kaya yang di kenal tegas dan berwibawa. Penyebab kematiannya masih menjadi misteri. Pria yang sudah berumur setengah abad itu...