Bab 51: Biarkan Aku Ikut

35 0 0
                                    

“Aku sangat bosan dengan permainanmu, Rafael.” Edgar bergerak meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku.

“bagaimana kalau aku membuat penawaran baru?” tanyanya datar, Rafael hanya menyipitkan mata menunggu kalimat Edgar berikutnya.

“Apa kau pikir aku datang karena menginginkan wanita itu?” dia kembali bertanya sambil menyungging senyum sombong.

“Apa maksudmu?” kali ini Rafael yang bertanya dengan dingin.

Hanya dalam sepersekian detik ketika Edgar berhasil meraih pistol dari balik jaketnya dan mengarahkan ke kepala Agatha.

“Apa kau pikir dapat mengancamku hanya bermodal jalang seperti dia? Kau harus percaya bahwa aku akan lebih cepat dari para ajudanmu untuk menembak kepalanya.” desis Edgar menatap Agatha dengan dingin.

Agatha bergetar dengan mata berkaca-kaca karena kini muncung pistol itu lebih banyak mengarah kepadanya.

Detik berikutnya muncung pistol Edgar justru berubah mengarah ke kepala Rafael, sontak para ajudan pria itu siaga dengan ikut menodongkan senjata mereka ke arah Edgar. Bisa di bayangkan Edgar seorang diri harus mengahadapi sejumlah orang di hadapannya yang semua memiliki senjata.

Namun Edgar sama sekali tidak gentar, begitupun Rafael yang tampak santai tanpa sedikitpun bergerak dari posisinya.

“Aku akan memberimu lebih banyak dari yang di berikan oleh Mr Pumpkin. Katakan di mana bajingan itu dan kau akan mendapatkan lebih dari yang kau ajukan.” tawar Edgar masih dengan posisi pistol mengarah di kepala Rafael.

Rafael seketika terbahak, membuat semua orang di ruangan itu merasa heran.

“Aku tidak menyangka kau juga memiliki ambisi yang sama denganku,” ucap Rafael di sela tawanya.

“Dengar, aku tidak akan membutuhkanmu jika mengetahui di mana bajingan itu menyembunyikan diri,” gumam Rafael dengan tatapan yang sama tajamnya dengan Edgar.

“Aku hanya akan melakukan penawaran sekali, Coppin!” tampak Edgar tidak bisa lagi menahan kesabarannya walau hanya sebentar.

“Aku tidak butuh tawaranmu, semua akan kembali pada tawaran awal. Jangan lagi mengaturku, bangsat!” umpat Rafael.

Dan detik itu juga sejumlah peluru dengan secepat kilat berhasil menembus kediaman Rafael, beberapa ajudannya tumbang tanpa sempat berpikir asal muasal peluru itu.

Kekacauan itu terjadi begitu cepat, Rafael juga sudah sangat terlatih bagaimana menyelamatkan diri dan bersembunyi di balik pintu kamar, lalu ikut beradu tembak dengan Edgar.

Masing-masing tangan Edgar memegang pistol, mungkin di dalam ruangan hanya dia seorang diri yang terlihat karena anggotanya bersembunyi dan menembak dari jarak jauh.

Walau berhasil menghindar namun ada beberapa tembakan yang berhasil mengenai lengan Edgar tapi itu sama sekali tidak seberapa baginya. Adu tembak masih terus berlanjut, sementara Agatha berhasil diamankan.

“Nona, tetaplah bersembunyi di sini.” bisik seorang yang di kenal oleh Agatha sebagai ajudan Rafael.

“Tolong lepaskan aku.” pinta Agatha bergetar pada pria itu.

“Nona tidak perlu takut, aku anggota tuan Edgar.” ucap pria itu berhasil membuat Agatha berkedip.

Selain itu, Rafael menyadari jika anak buahnya perlahan berkurang. Dia berhasil menelpon orang kepercayaannya dan sekarang Rafael mengendap-endap keluar dari jendela kamar yang gelap.

“Tuan, Rafael melarikan diri.” lapor salah seorang ajudan yang sempat mengejar Rafael dan memberi satu tembakan di kakinya.

Edgar perlahan menurunkan pistolnya, ajudan Rafael yang tersisa menyerahkan diri dan sujud di lantai memohon ampunan Edgar.

Edgar mengabaikan mereka, kakinya melangkah ke arah kamar di mana Agatha berada. Ajudannya yang berdiri di depan pintu sontak menunduk membiarkan Edgar masuk.
...

Dua manusia dengan pikiran masing-masing saling menatap cukup lama dalam diam, tatapan Edgar kali ini tidak dapat di tebak oleh Agatha. Dia sendiri tidak tahu harus bersikap bagaimana, karena Agatha menyadari semua ini salahnya; seharusnya dia mendengar Edgar dari awal.

Terdengar helaan nafas Edgar sebelum buka suara.

“Seseorang akan mengantarmu ke Los Angeles.”

Hanya itu kalimat yang keluar dari mulut Edgar, sedangkan Agatha hanya menunduk dengan isi kepala berkecamuk. Dia tahu bahwa meskipun harus kembali ke Los Angeles, Mr Pumpkin akan menemukannya sesuai dengan isi surat yang di tulis Mario—Agatha milik Mr Pumpkin.

Dia sendiri tidak tahu rupa Mr Pumpkin seperti apa.

Memilih untuk menetap di Italia juga sangat tidak aman baginya, Rafael akan menemukannya. Agatha tercekat karena harus ada pada pilihan nasib yang sama buruknya.

“Ed …” lirih Agatha.

Edgar yang sudah hendak meninggalkan tempat itu seketika berhenti tanpa berniat menoleh ke belakang.

Satu detik …

Dua detik …

Tiga detik …

Tak kunjung wanita itu bicara Edgar memutuskan untuk beranjak dari sana, dia sama sekali tidak berniat menanyakan apa yang diinginkan wanita itu. Tapi selangkah lagi sebelum keluar dari pintu kembali terdengar suara serak Agatha,

“Bisakah aku ikut denganmu?” Agatha menjilat bibirnya gelisah menunggu jawaban Edgar, pertanyaannya bisa dikatakan cukup nekat namun entah mengapa dia yakin akan aman bersama Edgar.

Perlahan tubuh Edgar berbalik menghadap Agatha yang berdiri tak jauh dari tempatnya berdiri. Sejujurnya hati Edgar begitu hancur melihat kondisi Agatha yang sangat memprihatinkan tapi sekuat mungkin dia menahan diri, dia tidak akan memaksa Agatha biarkan wanita itu yang memutuskan pilihannya.

“Aku tidak mengerti apa yang kau katakan.” ujar Edgar datar.

Dia sama sekali tidak menyangka jika Agatha meminta untuk ikut dengannya, Edgar bersungguh-sungguh dengan ucapan sebelumnya yang akan memulangkan Agatha ke Los Angeles.

“Aku—bolehkah aku tinggal selama beberapa waktu? Aku akan segera pergi setelah menemukan tempat baru.” jelas Agatha gugup.

“Mengapa kau memilih tinggal jika ada peluang untuk melarikan diri, Agatha?” tanya Edgar dengan kening berkerut.

Wanita itu menelan ludah susah payah, dia tidak mungkin mengatakan jika ingin mendapat perlindungan dari Edgar.

Dia melihat ke arah lain untuk menghilangkan rasa gugupnya, tapi beberapa detik kemudian Agatha berhasil mengumpulkan keberanian untuk menatap wajah Edgar.

“Aku takut.” cicitnya yang masih bisa di dengar oleh Edgar.

Edgar mengepal kuat telapak tangannya, ada dorongan hebat dalam dirinya untuk berlari dan memeluk wanita itu. Namun Edgar pria yang memiliki harga diri yang tinggi, setelah mendapat penolakan dari Agatha sebelumnya dia tidak akan dengan mudah memberi apa yang di inginkan wanita itu.

“Bukankah kau tahu akupun bisa membunuhmu kapanpun aku mau?” tanya Edgar masih dengan tatapan dingin.

“Aku akan melakukan apa saja yang kau inginkan,” jawab Agatha spontan. Entah apa yang membuatnya begitu gegabah, ucapannya barusan justru menjadi umpan bagi Edgar.

Pria itu menyipitkan mata, lalu di detik berikutnya dia tersenyum iblis.

“Apa saja?” ulang Edgar meyakinkan kembali ucapan Agatha.

“Ya.” jawab Agatha dengan anggukan kecil. Tidak ada cara lain selain itu, Agatha tahu Edgar tidak akan mungkin membunuhnya. Meski pria itu juga kejam tapi dia hampir selalu memperlakukan Agatha dengan baik, andai saja sejak awal dia percaya pada Edgar mungkin semua ini tidak akan terjadi padanya—pelecehan dan penyiksaan.

Bulu kuduk Agatha berdiri kala langkah kaki Edgar mulai mendekat padanya.

The Bastard's Secret Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang