Tak ada hubungan yang berjalan mulus, terkadang perdebatan muncul sebagai selingan, perselisihan juga tentu ada namun hari-hari baik pasti akan datang, begitu pula hubungan antara Agatha dan Edgar.
…
Pada malam berikutnya Edgar tidak pulang, dia sudah memberi perintah kepada para ajudan untuk tetap berjaga di sekitar mansion dan yang terpenting adalah keselamatan Agatha.
Pria itu sedang dalam perjalanan menuju lokasi tempat persembunyian Rafael, bajingan itu terlacak berada di Villa milik keluarganya dan masih di sekitar kota Milan.
“seharusnya kau bersembunyi di tempat yang lebih jauh, Coppin!” desis Edgar sambil tetap fokus menyetir sedangkan di belakang ada Dores dan dua ajudan lain yang mengikuti Edgar dengan mobil lain. Sejujurnya Dores sedikit merasa khawatir, tuannya bukan orang yang memikirkan keselamatan sendiri ketika di butakan oleh kemarahan terlebih jika hal itu menyangkut Agatha. Bukan berarti dia meragukan kemampuan Edgar hanya saja sering kali kemarahan membuat seseorang kehilangan kendali diri.
Sebelum turun dari mobil Edgar menatap Villa yang luar biasa besar di hadapannya, di depan gerbang ada sejumlah penjaga yang berdiri. Edgar meraih dua pistol miliknya salah merupakan pistol racikan, dia menyelipkan benda itu di belakang tubuhnya dan satu lagi di balik sepatu.
Edgar turun dengan tubuh tegap dan tatapan yang tajam, auranya begitu kuat dan terlihat tak ada rasa takut di matanya.
Salah satu penjaga menghadang ketika Edgar hendak masuk,
“siapa anda?”
“saya memiliki janji dengan Rafael.” jawabnya tanpa ekspresi apapun.
Ada sekitar lima orang ajudan di sana dan mereka saling melempar pandang dengan kening berkerut, tuan mereka tidak memberi informasi jika akan kedatangan tamu.
“Dores, tunjukkan kepada mereka jadwal temu janji dengan Rafael.” perintah Edgar dengan gerakan kepala, Dores dan dua ajudan lainnya tentu tahu apa yang di maksud oleh Edgar. Meksi bukan lawan yang mudah tapi pada akhirnya Dores dan dua ajudan lain berhasil mengalahkan penjaga gerbang.
Mendengar adanya keributan beberapa penjaga lainnya mulai bermunculan, Dores sengaja mengalihkan perhatian para penjaga dengan bersikeras mengatakan ingin bertemu dengan Rafael dan Edgar mengambil kesempatan itu untuk menyelinap di sela-sela pohon palem yang ada di sana.
Dengan kecepatan kilat Edgar berhasil masuk dan memilih jalur samping di mana hanya ada sedikit penjaga, pintu utama sepertinya menjadi fokus penting karena di sana terdapat lebih banyak penjaga yang berdiri. Sementara itu dengan langkah tanpa suara Edgar mengendap-endap di balik beberapa pohon kecil yang tumbuh di samping bangunan Villa, dia sedang mengamati jalan masuk ke dalam bangunan itu.
Lalu Edgar menarik salah satu sudut bibirnya melihat adanya pohon besar yang mengarah ke balkon atas. Dia hanya perlu menghabisi seorang penjaga yang berdiri di taman dan itu hal mudah bagi Edgar.
Lantai dua ternyata tidak memiliki satupun penjaga seperti di lantai satu, Edgar mulai menajamkan pendengarannya dan matanya yang tajam berhasil menangkap keberadaan setiap cctv, begitu mudah baginya untuk menghindar dari benda itu.
Dengan langkah perlahan Edgar membuka satu persatu kamar di sana, terdapat sekitar empat kamar namun dia tidak menemukan siapapun di dalam, semua ruangan itu kosong. Edgar mengernyit, mungkinkah Rafael berada di bawah?
Dari balkon salah satu kamar Edgar berdiri sambil mengamati setiap sudut di bagian luar villa, bahkan di pondok-pondok kecil dan kolam di sekitar villa tidak ada siapapun.
Masih merasa penasaran Edgar kembali memasuki satu persatu kamar sambil mencari sesuatu yang mencurigakan, dia sangat yakin Rafael masih berada di sekitar Villa. Sampai akhirnya di salah satu kamar Edgar mengernyit dengan adanya sebuah cermin besar yang menjulang hingga ke langit-langit kamar, awalnya ia mengira jika itu merupakan walk in closet sama seperti ruangan milik Norah yang ada di Los Angeles di mana terdapat cermin lebar yang hampir memenuhi salah satu sudut. Namun hal yang aneh di sini adalah ketika Edgar menyentuh sisi cermin, benda itu bergerak tidak menyatu seperti yang terlihat.
Edgar terus mendorong cermin tersebut dengan perlahan hingga ia berhasil menemukan ruangan lain di balik itu. Tanpa ada rasa takut kakinya memasuki ruangan, dia mengedarkan pandangannya dan menemukan adanya dua cermin yang sama di kedua sisi dinding yang ia duga itu merupakan kamar.
Edgar kembali mendorong salah satu dari kaca dan pilihannya tidak salah, sepasang manusia yang duduk di sofa membelakangi pintu tengah menonton film beradegan dewasa. Rafael memang seorang maniak yang menjijikan.
“pemandangan yang buruk.” ujar Edgar dingin namun berhasil membuat Rafael terlonjak kaget hingga reflek meraih pistol di atas meja dan menodongkan ke sumber suara, sementara wanita setengah telanjang yang tidak di kenal Edgar dengan terburu-buru menutupi bagian atas tubuhnya dengan kedua tangan sambil mundur ke sudut kamar.
Bola mata Rafael terlihat membesar mengetahui siapa yang berdiri di hadapannya, namun itu hanya sesaat. Tidak ada waktu untuk berpikir apa yang terjadi, tidak ada kesempatan baginya untuk bernegosiasi pada Edgar.
“kau memang pantas mendapat sebutan genius.” puji Rafael menarik sudut bibirnya, mereka sudah cukup terlatih untuk mengelabui musuh tapi sayangnya Edgar bukanlah orang baru dalam dunia hitam. Setiap gerakan dan nada, Edgar tahu apa tujuan lawan.
Lalu Rafael yang pertama meletakkan pistol miliknya di lantai, pria itu meregangkan otot-otot lehernya sebelum menantang Edgar.
“bagaimana dengan tangan kosong, bukankah kau sangat berambisi menghabisi nyawa lawan dengan tangan sendiri?” tantang Rafael dengan senyum ejekan.
Edgar tidak membuang waktu, dia tahu permainan ini akan seperti apa namun tetap saja Edgar mengikuti kemauan Rafael. Dia ikut meletakan pistolnya dan hanya dalam sekali terjang Edgar berhasil meraih kerah baju Rafael, seperti keinginan pria itu Edgar menghajarnya dengan membabi buta.
Walau Rafael berhasil membalas bogem mentah di wajah Edgar namun tidak sebanyak yang di terimanya dari pria itu. Posisi Edgar yang berada di atas tubuh Rafael membuatnya semakin leluasa menghabisi bajingan itu, darah segar mulai keluar dari hidung Rafael hingga beberapa giginya tanggal meski begitu Edgar masih belum merasa puas.
Edgar sedikit mengambil jeda untuk mengumpulkan kembali tenaganya dan kesempatan itu di gunakan oleh Rafael dengan meraih pistol miliknya yang tergeletak di lantai, kecepatan tangannya yang mengarahkan pistol kepada Edgar tak kalah cepat dengan gerakan Edgar yang juga menarik pistol lain di balik sepatunya. Rafael sangat salah jika berpikir Edgar tidak mengerti taktik yang dimainkan, Rafael sengaja menantang Edgar menggunakan tangan kosong sementara pistol miliknya berada tak jauh dari mata kaki.
“oh fuck!” gerutu Rafael dengan mata yang terasa perih.
“sebelum aku mati, akan kupastikan kau lebih dulu mati. Kau harus membayar apa yang telah kau lakukan kepada istriku.” desis Edgar yang berhasil membuat Rafael tertawa sarkas, dia cukup kaget mendengar kata istri yang keluar dari mulut Edgar. Seharusnya waktu itu dia menikmati terlebih dahulu tubuh Agatha sebelum ia lempar kembali kepada Edgar.
Dan secara bersamaan kedua pria itu berhasil melepas tembakan, mereka sama-sama tertembak. Di sisa kesadarannya Edgar masih mengokang kembali pistolnya namun sebelum ia berhasil melepas tembakan kedua, Dores tiba dan mencegahnya sedangkan Rafael tidak lagi memiliki tenaga, benda panas yang menjalar ke dalam tubuhnya dengan perlahan menarik sisa nafasnya.
Dores segera membawa Edgar pergi dari sana, dia yakin Rafael tidak akan mati jika di tangani dengan cepat. Rafael tidak boleh mati, kematiannya tentu akan di usut oleh kepolisian meski Edgar bisa menutup mulut pihak berwajib namun tidak untuk kasus Rafael yang lain termasuk Mr Pumpkin. Kepolisian tidak boleh ikut campur dalam kasus Mr Pumpkin karena itu hanya akan mengacaukan seluruh usaha Edgar.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bastard's Secret
Romance21++ ***Cerita ini mengandung unsur dewasa*** Kematian Ludovic cukup mengagetkan orang-orang sekitarnya. Seorang pengusaha kaya yang di kenal tegas dan berwibawa. Penyebab kematiannya masih menjadi misteri. Pria yang sudah berumur setengah abad itu...