Bab 7: Sepenggal tentang Edgar

50 3 0
                                    

Edgar pulang ke rumah dan mendapati Agatha duduk di balkon memeluk kedua lututnya.

“Sedang memikirkan cara untuk melarikan diri?” suara bariton itu memecah keheningan.

Agatha sontak menoleh dengan wajah tergagap.

Apa pria itu bisa membaca isi pikiran?’ pikir Agatha.

“Aku hanya bosan,” jawabnya jujur.

“Aku membawa sesuatu untukmu.” Edgar menyodorkan bag kecil kepada Agatha.

Wanita itu mengernyit heran namun dia tetap berdiri lalu menerima bag kecil dari tangan Edgar.

Agatha mengintip sedikit sebelum memasukkan tangannya dalam bag dan meraih benda yang selama ini sangat diharapkan oleh Agatha—ponsel keluaran terbaru yang sudah lama di idam-idamkan olehnya.

Dia menatap benda itu dan Edgar secara bergantian, tatapannya seakan bertanya, ini untukku?

“Ya, itu milikmu. Tapi—hanya aku atau Dores yang boleh kau hubungi.” terlihat Edgar terdiam sejenak sembari melangkah lebih dekat di hadapan Agatha.

“Aku bukan orang sabar, Agatha. Jadi jangan mengujiku,” lanjut Edgar dengan tatapan tajam.

Tidak ada satu patah katapun yang keluar dari bibir Agatha selain mengangguk kecil.

Edgar kemudian menutup jarak di antara mereka dan melumat bibir Agatha yang terasa manis dengan penuh kelembutan.

Meski Agatha sangat ini menghantam wajah tampan Edgar hingga tidak lagi terlihat sempurna tapi Agatha berusaha menahan diri, perlahan pria itu mulai mempercayainya.

Misinya tidak boleh gagal jika ingin terbebas dari sini, karena itulah Agatha hanya pasrah kala Edgar menciumnya walau di akui oleh Agatha bahwa Edgar sangat lihai dalam hal mencium.

Agatha tak akan membohongi dirinya jika bibir Edgar sangat luar biasa menggiurkan dan mampu membuatnya melambung ke awan tinggi terkadang juga hanyut dalam gairah pria itu.

Masih sebatas ciuman dan Agatha masih tahu batasannya.

...

Selesai makan malam, di sinilah Agatha sekarang—di ruang kerja Edgar menemani pria itu bekerja.

Sudah pasti ini atas perintah pria itu. Hampir satu jam, Agatha cuma membolak-balik majalah bisnis di atas pangkuannya—sungguh tidak menarik pikirnya.

Sementara Edgar fokus pada layar laptop miliknya tanpa berniat mengajak Agatha mengobrol. Rasa bosan, jenuh, kantuk dan kesepian menyatu jadi satu.

Agatha kembali menghela nafas tapi matanya tak sengaja tertarik dengan artikel yang tertulis di halaman terakhir majalah itu.

Fransisco Edgar Mateo, pria berusia 28 tahun yang berkebangsaan Italia kini menduduki posisi nomor 4 di Los Angeles sebagai pria terkaya. Tampaknya pria yang sudah tiga tahun belakangan ini menduduki posisi nomor dua sebagai pria terkaya dan juga mendapat predikat tuan muda yang tampan di Italia, memiliki rencana untuk memperluas cabang perusahaannya di Los Angeles.

Hal ini di sambut baik oleh para investor. Tidak hanya mengembangkan sayap di Los Angeles namun beberapa negara eropa lainnya menjadi tujuan pria itu.

Agatha membaca sepenggal dari artikel itu, lalu di lembaran berikutnya terpampang jelas wajah Edgar yang memiliki aura tak terkalahkan. Namun hal yang menarik perhatian Agatha adalah nama Mateo yang melekat di nama belakang pria itu, serta baru kali ini Agatha mengetahui bahwa Edgar berasal dari Italia.

Jujur dia tidak tahu apapun mengenai pribadi Edgar, semenjak beberapa waktu di mana sebelumnya Edgar terlihat tidak menyukai ketika Agatha menanyakan perihal adik perempuannya, maka Agatha tidak lagi berniat menanyakan apapun pada Edgar lagian dia tidak perlu tahu dan tidak mau tahu soal pria itu.

Agatha terdiam sejenak, kini dia ingat beberapa bulan lalu kota Los Angeles sempat digegerkan dengan penemuan sisa tubuh seorang gadis yang—Agatha tidak ingat persis namanya tapi yang jelas nama belakangnya Mateo sama seperti nama belakang Edgar.

Namun kabarnya pihak keluarga korban melarang media manapun untuk menyiarkan ke publik berita tersebut alhasil berita itu tenggelam begitu saja.

‘Pantes saja seperti tidak asing’ pikir Agatha.

‘Mungkinkah wanita malang itu memiliki hubungan darah dengan Edgar atau hanya kebetulan nama belakang mereka sama?’ Agatha bertanya-tanya dalam hati.

Sedari awal Edgar terus memperhatikan wajah Agatha yang berubah-ubah, beberapa menit lalu wanita itu nampak terlalu bosan tapi tiba-tiba wajahnya kembali segar seperti melihat harta karun dan kemudian berubah lagi seperti tengah berpikir keras.

Edgar sangat kagum dengan Agatha, dia berbeda dari wanita pada umumnya dan sikap Agatha yang sering menguji kesabarannya lah yang membuat Edgar sangat ingin menjinakkan wanita itu.

Agatha kembali ke rak buku lain yang tersusun dengan rapi, matanya tertuju pada satu buku klasik dengan sampul yang unik, sepertinya sampul buku itu terbuat dari daun maple kering yang sudah diawetkan dan kemudian dijadikan sampul buku.

Agatha pernah menemukan buku kuno seperti itu di perpustakaan kampus namun sepertinya yang dimiliki oleh Edgar merupakan buku yang berbeda.

Kakinya berusaha berjinjit untuk meraih buku tersebut namun tetap gagal. Agatha mengelilingi sekitar untuk mencari sesuatu, tangga, bangku atau apa saja dan dia tidak mendapatkan apapun. Agatha mencobanya sekali lagi dan lagi hingga lengannya terasa akan copot.

Edgar tidak tahan lagi dan dia berdiri melangkah mendekati Agatha yang masih berusaha meraih buku tersebut.

“Gadis sombong,” desisnya tepat di atas kepala Agatha.

Wanita itu sempat kaget dan menoleh mendapati Edgar yang berdiri rapat di belakang tubuhnya sambil meraih buku yang diincar Agatha.

Tapi tidak semudah yang dibayangkan Agatha.

“Kau ingin buku ini?” tanya Edgar sedikit menunduk hingga wajah mereka sejajar.

Agatha tidaklah pendek, untuk ukuran orang eropa tinggi tubuh wanita itu sudah standar, memang tubuh Edgar saja sedikit lebih tinggi dari Agatha.

“Ya,” sahut Agatha.

“Beri aku satu ciuman,” pinta Edgar dengan tatapan yang siap menghunus jantung Agatha. Wanita itu memutar bola mata jenuh.

“sangat kekanakan,” ujarnya.

“Agatha.” Edgar sepertinya tidak sabaran hingga menyebut nama wanita itu dengan menahan geraman.

“Aku tidak mau! Aku tidak lagi menginginkan buku itu.” lebih baik tidak mendapat buku itu jika harus mencium pria jahat itu.

“Kau harus mau,” ujar Edgar serak sementara matanya tidak lepas sedetikpun dari bibir Agatha.

“Lakukan sebelum kesabaranku habis, sayang.” bisiknya semakin mendesak tubuh Agatha.

Berkali-kali Agatha mengedipkan mata, dia tidak tahu bagaimana cara mencium karena selama ini pria itulah yang tanpa tahu malu menyosor bibirnya dengan ciuman.

“Aku—” Agatha menelan ludah susah payah. Bagaimana tidak jarak wajahnya dengan Edgar hanya beberapa senti, wanita mana yang tidak akan meleleh dengan tatapan panas dari pria itu?

Agatha berani bertaruh sekalipun kau sangat ingin membunuh Edgar namun kau tidak akan lolos dari pesonanya yang membuat siapa saja tak berkutik.

Kepala Agatha sedikit mendongak dengan posisi miring lalu sedetik kemudian mengecup bibir Edgar yang seksi.

Oh shit, kau sebut itu ciuman?” dan tanpa menunggu lebih lama Edgar meraih tengkuk Agatha dan melumat bibir wanita itu dengan panas.

Dia sudah menahan diri sejak tadi dan sekarang Edgar tak lagi bisa menahannya, tubuh keduanya tak memiliki jarak dan bibir mereka bertaut saling mencecap dalam gairah panas.

The Bastard's Secret Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang