Bab 14: Bertemu Diego

35 2 0
                                    

“Tuan, anda menjatuhkannya.” Edgar menyodorkan selembar kertas jatuh dari saku pria berjas hitam yang baru saja datang membawa mobilnya di bengkel karena mogok, pria itu tidak sendiri tapi ada seseorang yang di duga sebagai sopirnya.

“Terima kasih,  nak.” ucap pria itu setelah melihat kertas dengan tulisan kode yang hanya dia yang mengerti.

Pria itu memperhatikan Edgar dengan seksama., “Kau bekerja di sini?”

“Dia seorang tunawisma, tuan.” sahut Bob dengan cepat dari dalam, dia was-was jika pria yang datang dengan penampilan rapi tersebut merupakan orang yang bekerja pada pemerintahan.

“Diego Mateo,” pria itu mengulurkan tangan memperkenalkan diri pada Edgar. Pria itu belum terlalu tua.

“Kau ingin ikut denganku?” entah karena alasan apa tapi Diego melihat anak itu cukup berbeda.

Edgar tampak ragu namun sudut matanya dapat menangkap wajah Bob yang memberi kode dengan mengangguk dari dalam sana.

Edgar lalu mengangguk dengan tatapan polos.
...

“Ke mana keluargamu?” kini Edgar berada di salah satu kamar hotel tempat Diego berada.

Pria itu juga membelikannya pakaian yang lebih mahal dan bagus, Diego mengatakan bahwa dia berasal dari Italia. Meski tidak tahu dan tidak pernah ke sana tapi Edgar yakin Italia sebuah negara yang berada di belahan bumi yang lain.

Edgar terdiam cukup lama, keinginannya untuk tidak pernah bertemu dengan keluarganya sepertinya kini akan terwujud.

Edgar yakin jika Fazio mengetahui hal ini maka dapat di pastikan pamannya akan melakukan segala cara untuk menguras Diego.

Edgar menggeleng kecil, “Aku tidak tahu mereka kini berada di mana,” sahut Edgar dengan wajah yang meyakinkan.

Diego terlihat begitu kasihan pada Edgar kecil.

Pertama kali melihat anak itu ada sesuatu yang menarik darinya, rupa, tatapan mata yang tajam dan suaranya yang terdengar tegas.

“Lusa aku akan kembali ke Italia. Aku hanya berada di sini selama satu minggu karena pertemuan bisnis,”

“Kau sungguh ingin ikut denganku, nak?” sebelumnya Diego telah menceritakan kehidupan keluarganya di Italia, tentu saja Edgar merasa tergiur. Dia akan mendapat kehidupan yang lebih baik.

“Sebelum itu, bisakah aku ke suatu tempat?” tanya Edgar.

“Tentu saja,” sahut Diego dengan senyum penuh kharisma.

“Terima kasih, tuan.” ucap Edgar menunduk.

Sehari sebelum Edgar meninggalkan Los Angeles.

Dia masih berdoa kepada sang pemilik kehidupan malam itu, seandainya saat itu mommynya datang dan memintanya untuk tinggal bersama, Edgar berjanji akan memaafkan semua rasa sakitnya.

Tapi sepertinya memang dia di takdirkan untuk bersama tuan Diego.

Edgar juga pergi ke rumah Agatha, dia memang tidak berniat untuk masuk.

Dari pagar rumah yang di tumbuhi sejumlah bunga milik aunty Sonya di sanalah Edgar bersembunyi.

Agatha tengah bermain dengan anak kucing peliharaan keluarganya, melihat Agatha serasa melihat Alexa, adik perempuannya.

Dia merindukan Alexa.

Tapi jika mengingat kembali mungkin saja kini Alexa hidup dengan baik dan bahkan tak lagi mengingatnya membuat Edgar mengeraskan hati.

“Ed hentikan. Kau sangat nakal!” teriak Agatha pada anak kucing miliknya yang di beri nama Edgar.

Edgar sempat merasa kaget, dia mengira jika Agatha mengetahui persembunyiannya, nyatanya yang di maksud oleh gadis itu adalah anak kucing.

Dan itu adalah hari terakhir Edgar melihat Agatha.

Flashback Off

Kembali ke masa sekarang,

“Jadi sehari sebelum kita ke Italia, tempat yang ingin kau kunjungi adalah rumah wanita itu?” tanya Diego.

“Ya, Papa.” sahut Edgar, dia tidak menyangka jika Papa nya juga masih ingat momen itu.

“Lalu apa rencanamu selanjutnya?”

“Apa wanita itu tahu siapa dirimu?” Diego menelisik wajah putranya.

“Tidak Pa, seperti yang aku katakan, dia tidak mengingat beberapa hal termasuk nama keluarganya, aku tidak tahu apakah dia hilang ingatan atau bagaimana.” jawab Edgar sambil mengernyit.

“Aku juga tidak berniat untuk memberi tahu siapa diriku—lebih tepatnya mungkin belum saatnya. Tapi kecelakaan yang menewaskan kedua orang tuanya delapan belas tahun lalu ada kaitannya dengan Mario.” lanjut Edgar.

“Papa tidak akan melarangmu, kau tahu apa yang harus kau lakukan,” ujar Diego pada akhirnya.

Dia sangat mengenal Edgar, putranya sudah pasti telah memikirkan segala konsekuensi sebelum bertindak.

“Pa, aku titip Mama. Aku tidak ingin Mama dan Agatha mengetahui permasalah ini sebelum menemukan titik terang,” ... “dan akan ada penjagaan di sekitar tempat ini. Aku harap Papa memaklumi itu.” ujar Edgar.

Diego mengangguk, di masa muda dia telah mendidik Edgar dengan sangat keras dan disiplin.

Kini di masa tuanya Diego sangat yakin jika Edgar telah tumbuh dewasa dengan baik sehingga dapat membedakan mana yang benar dan mana yang tidak.

Mereka menghabiskan waktu berdua untuk mengobrol hingga tengah malam, ketika keluar dari ruang baca, Edgar tidak lagi melihat kehadiran Agatha maupun mamanya di sana.

Marie mungkin sudah beristirahat di kamar utama yang terletak di lantai satu.

Sementara kamar Agatha berada di lantai dua, bersebelahan dengan kamar Edgar.

Edgar memutar gagang pintu kamar Agatha yang ternyata tidak terkunci, ruangan itu hanya di terangi lampu tidur dengan seadanya.

Agatha dengan terburu-buru menyelipkan ponsel yang ia genggam di bawah bantal ketika menyadari kehadiran Edgar,

“Kau bukan maling, mengapa tidak pernah mengetuk pintu?” tanya Agatha kesal, meski ruangan itu sedikit remang tapi Edgar masih dapat melihat wajah Agatha yang merengut.

“Mengapa kau belum tidur? Kau tidak nyaman? Atau ada yang kau butuhkan?” tanya Edgar yang berdiri tegap di sisi tempat tidur.

“Aku baru saja akan tidur jika kau tidak masuk.” jawab Agatha ketus tapi Edgar menyipitkan mata seakan tahu wanita itu berbohong.

Edgar terdiam sesaat.

“besok kita akan berangkat ke Milan,” sesuatu yang sebenarnya tidak perlu untuk di beri tahu oleh Edgar namun tetap saja dia mengatakannya kepada Agatha.

“Tentu saja pilihanku hanya ikut atau di paksa untuk ikut,” ujar Agatha dengan nada malas.

Apa yang ia katakan adalah kebenaran yang tidak dapat di bantah oleh Edgar.

Pria itu menghembuskan nafas berat, “Ya, bagus kalau kau sudah tahu,” gumamnya.

“Selamat malam, sayang.” ucap Edgar mengelus kepala Agatha.

“Selamat malam,” sahut Agatha seadanya.

Lalu Edgar keluar dari sana, diam-diam Agatha meraih kembali ponselnya. Dia hampir saja ketahuan.

Sekali lagi Agatha memastikan jika pesan yang ia kirim sudah terhapus untuk menghilangkan jejak.

Dia menatap langit-langit kamar, semua yang terjadi saat ini terasa abu-abu baginya, Agatha tentu saja senang karena di sambut hangat oleh keluarga Edgar namun dia masih penasaran dengan adik perempuan pria itu, bahkan di rumah ini tidak ada foto yang bisa Agatha lihat seperti apa adik Edgar.

Dia hanya penasaran setelah melihat barang-barang di walk in closet dan yang lebih aneh menurutnya wajah Edgar sama sekali tidak terlihat mirip dengan wajah kedua orang tuanya.

The Bastard's Secret Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang