Wajah Agatha terlihat begitu pucat. Dia turun dari mobil dengan tubuh bergetar, kepalanya terasa berdenyut hebat kala pemandangan mobil meledak itu terjadi tepat di depan matanya.
Nafasnya tersengal, tangan kecil nan rapuh miliknya berpegangan pada dinding untuk menopang tubuhnya yang bagai tak bertulang.
Edgar melewatinya begitu saja, wajah pria itu seperti mencoba menahan sesuatu yang siap meledak dalam dirinya.
Agatha tertatih, tubuhnya dengan mudah jatuh di atas tempat tidur namun denyutan hebat itu seakan semakin menggila kala Agatha membuka mata dan mendapati Edgar berdiri di tengah ruang kamarnya.
“Apa kau baik-baik saja?” tanya Edgar dengan wajah datar.
“keluar.” desis Agatha, matanya kembali terpejam meski hal itu sama sekali tidak berguna.
“keluar‼!” dengan susah payah Agatha berhasil menegakkan tubuhnya.
“kau memang iblis,”
“Apa kau tidak memiliki hati nurani?” tanya Agatha dengan tatapan muak.
“Mengapa kau marah?” tanya Edgar tanpa sedikitpun mengalihkan tatapannya dari Agatha.
“mengapa aku marah, apa kau tidak waras?!” ... ”Kau tidak merasa bersalah setelah membuat orang di dalam mobil itu tewas?‼” teriak Agatha tak habis pikir.
“itu keinginanmu, Agatha.” jawab Edgar dingin.
Agatha mengernyit dalam tak percaya, pria itu yang telah melakukan kejahatan lalu mengapa sekarang ini menjadi keinginannya?
“Apa kau sadar dengan kata-katamu?”
“Kau yang membunuh—” suara Agatha menggantung di udara kala benaknya mulai teringat sesuatu.
“Kau penyebabnya!” ... “Kau yang memulai sialan!!!”
Kali ini Edgar yang berteriak membuat Agatha sontak mundur ketika Edgar mendekat.
“Kau—mencoba mengkhianati ku.” dalam sekejap Edgar berhasil meraih leher Agatha lalu mencekiknya hingga terlihat urat merah di bagian bola mata Edgar yang putih.
“Ed ...” Agatha kembali terlentang di atas tempat tidur, kakinya berusaha menendang udara karena pasokan udara yang mulai habis di rongga dadanya.
Sementara itu Edgar tidak terlihat akan melepas cekikan tangannya di leher wanita itu—dia terlalu marah.
“Kau berani sekali bekerja sama dengan Rafael?” desis Edgar semakin menekan jemarinya di urat leher Agatha.
Agatha tidak bisa membalas apapun, dia mencoba menggeleng memohon pada pria itu tanpa kata. Kedua matanya terlihat memerah dan berkaca-kaca.
Untuk pertama kali dalam hidupnya Agatha tahu bagaimana rasa sakit mendekati detik-detik kematian. Seluruh ruangan terlihat seperti memutih lalu perlahan berputar, rasa sakit luar biasa hingga nyaris ingin memohon ampunan kepada iblis yang berdiri di hadapannya.
Edgar melepas cekikan itu ketika kesadaran Agatha hanya tersisa sekian nol persen. Pria itu bak binatang buas yang marah mulai melempar seluruh barang di ruang kamar Agatha.
“Di mana kau meletakkan benda sialan itu!” teriaknya sambil mengobrak-abrik seluruh isi kamar.
Sudut matanya menangkap sling bag yang tadi digunakan oleh Agatha. Dengan langkah lebar Edgar membuka tas itu kemudian meraih ponsel milik Agatha di dalamnya.
Edgar melempar dengan sepenuh tenaga ponsel itu ke dinding sebelum akhirnya jatuh beserakan di lantai.
Dia merenggangkan otot lehernya sebelum kembali mendekati Agatha.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bastard's Secret
عاطفية21++ ***Cerita ini mengandung unsur dewasa*** Kematian Ludovic cukup mengagetkan orang-orang sekitarnya. Seorang pengusaha kaya yang di kenal tegas dan berwibawa. Penyebab kematiannya masih menjadi misteri. Pria yang sudah berumur setengah abad itu...