Memasuki hari ketiga Edgar berada di rumah, dia lebih banyak menghabiskan waktu di kamar dengan laptop yang hampir tidak pernah lepas dari hadapannya. Pemulihan tubuhnya termasuk cepat dan mungkin besok dia akan kembali ke kantor seperti biasa.
Matahari sore membuat pria itu tertarik untuk ke luar menuju balkon, ia mengedarkan tatapan tajamnya di sekitar halaman belakang yang sedikit mengalami perubahan. Edgar mengernyit menyadari tanah yang sebelumnya kosong kini di penuhi oleh beberapa jenis tanaman, entah sejak kapan Edgar tidak menyadarinya sama sekali. Kerutan di kening Edgar semakin dalam saat mendapati Agatha yang berdiri di tengah lahan sambil menyeka peluh di sekujur tubuhnya.
Agatha memang tampak puas dengan kegiatannya akhir-akhir ini, bertanam ternyata tidak terlalu buruk. Sambil berkacak pinggang kini Agatha sedang memikirkan cara agar tanaman-tanamannya terhindar dari serangan hama pengganggu, karena setiap hari ia melihat kelinci, musang serta binatang lainnya muncul dari dalam hutang dan berkeliaran bebas di halaman yang luas itu.
“memikirkan sesuatu?”
Agatha sontak menoleh begitu nafas hangat seseorang menyapu tengkuknya.
“Ed, apa yang kau lakukan di luar?” tanya Agatha khawatir sambil menelisik kondisi tubuh Edgar, meski pria itu tampak sudah lebih baik tapi sangat tidak baik bagi Edgar untuk melakukan banyak pergerakan.
“tiba-tiba saja aku menjadi khawatir,” ujar Edgar menyipitkan mata, ia mengedarkan pandangannya ke sembarang arah lalu berakhir pada manik Agatha.
“ada apa?” Agatha bertanya dengan wajah polos dan jangan lupa tatapan matanya yang penuh rasa penasaran.
Edgar menghembuskan nafas dan maju selangkah lebih dekat hingga aroma strawberry dari tubuh Agatha dapat tercium olehnya.
“sepertinya di mansion ada penyusup yang diam-diam ingin menguasai seluruh tanah milikku.” bisik Edgar, ia sengaja menyapukan bibirnya di daun telinga Agatha untuk menggoda wanita itu.
Agatha yang belum menyadari maksud dari ucapan Edgar justru menanggapi dengan serius,
“benarkah, kau mencurigai seseorang?” tanya Agatha penasaran, hal yang lebih lucu adalah karena wanita itu sedikit mengecilkan suaranya seakan takut jika orang lain mendengar percakapan mereka.
Terlihat Edgar menipiskan bibir menahan tawa, betapa polosnya wanita yang kini sudah menjadi istrinya.
“hm, aku pikir dia ingin menguasai seluruh milikku sebelum mengusirku dari rumah ini.” ujar Edgar yang sedikit tidak fokus karena mendapati Agatha sedang menggigit bibir.
“mengapa kau bisa mengatakan hal seperti itu?” tanya Agatha, dia terlihat sangat ingin tahu sekarang.
“dia menanam tanaman miliknya di tanahku dan aku yakin sekarang dia sedang memikirkan cara lain bagaimana supaya tanah-tanah itu berpindah atas namanya.” nada serta raut wajah Edgar terlihat seperti tengah membicarakan hal yang begitu serius akan mengancam kesejahteraannya. Agatha sendiri butuh waktu beberapa detik untuk menyadari sindiran Edgar. Dia yang sedari awal menanggapi dengan serius ucapan Edgar kini hanya menghela nafas sambil buang muka.
“tuan, saya pikir anda sudah menyetujui pekerjaan ini dari awal.” balas Agatha berkacak pinggang.
“oh, benarkah?” Edgar kembali maju selangkah dan di saat yang sama Agatha memilih untuk mundur selangkah, tatapan pria itu sungguh tidak baik bagi jantungnya.
“jika aku tidak salah, seseorang di antara kita telah mengakhiri panggilan secara sepihak sebelum pembicaraan selesai.” lanjut Edgar dengan seringai di bibirnya, wajah keduanya begitu dekat.
“tapi …” Agatha terus melangkah mundur mengikut langkah Edgar yang semakin ke depan mencoba menutup jarak di antara mereka. Agatha berhenti setelah punggungnya menabrak pohon besar, sementara dia dan Edgar masih saling menatap tajam.
“aku memintamu menjadi istriku, bukan tukang kebun.” lirih Edgar, jarak mereka begitu dekat hingga ujung hidung keduanya bersentuhan.
Agatha memutar bola mata jenuh, “ berdiam diri di dalam rumah tanpa melakukan apapun itu membosankan.” bisiknya.
“kau bisa saja terluka dengan alat-alat itu,” ujar Edgar sambil melirik beberapa peralatan berkebun yang ada di sana. Kali ini tubuhnya sedikit menekan tubuh Agatha, membuat wanita itu menelan ludah gugup, dia malu jika sampai Edgar mendengar degup jantungnya.
“itu tidak akan terjadi,” balas Agatha sambil melihat ke arah lain, tatapan Edgar terasa lebih panas dari sinar matahari sore itu.
Agatha menahan nafas ketika tangan Edgar kemudian bergerak mengelus peluh di pelipisnya, jemari pria itu lalu berpindah menarik dagu Agatha perlahan, seperti biasa tatapannya terpaku pada garis bibir Agatha yang penuh dan menggodanya.
“Ed …” Agatha sontak memejamkan mata ketika ibu jari Edgar mengelus bibir bawahnya, Edgar sengaja berlama-lama di sana untuk menggoda Agatha sebelum akhirnya dia melumat dengan lembut bibir itu.
Agatha dapat merasakan perubahan sikap Edgar akhir-akhir ini, pria itu selalu berlaku lembut dan seperti berusaha membuat Agatha merasa nyaman. Tidak seperti ketika awal mereka bertemu, pria itu tak jarang memaksa dan bersikap kasar.
Agatha mengalungkan kedua tangannya di belakang kepala Edgar, sedangkan pria itu meremas lembut bokong Agatha tanpa melepas pagutan bibir mereka. Edgar menjelajahi seluruh rongga mulut Agatha, membelai langit-langit mulut wanita itu dan dia semakin memperdalam ciumannya ketika Agatha juga membalas dengan tak kalah penuh gairah.
Masih dengan nafas tersengal Edgar memberi kecupan-kecupan kecil di sudut bibir Agatha sebelum mengakhiri ciuman mereka, cahaya matahari sore menghantarkan rasa hangat di wajah keduanya dan baru kali ini Agatha terpaku dengan senyum kecil yang menghiasi bibir Edgar. Betapa menawannya pria itu hingga mampu menghipnotis Agatha, tangan wanita itu terangkat membelai jambang halus di rahang Edgar dan dia melakukannya tanpa sadar.
“Hm, jadi begini caramu agar bisa menguasai tanah-tanahku?” tanya Edgar dengan mata terpejam menikmati kelembutan tangan Agatha di wajahnya, seperti tersadar Agatha menarik tangannya dengan cepat. Pria itu terkekeh yang semakin membuat Agatha terperangah tak percaya, Edgar mencuri kesempatan itu untuk kembali mengecup lembut bibir Agatha.
“aku becanda, semua milikku adalah milikmu juga sayang. Jadi kau bebas melakukan apa saja di atas tanah-tanah itu, hm.” gumam Edgar mengelus lembut pipinya yang memerah.
Demi apapun Agatha bahkan hampir tidak mendengar apa yang dikatakan oleh Edgar, matanya terpaku mendengar tawa Edgar, tidak pernah sebelumnya pria itu tertawa lepas, Agatha mengerjap memastikan Edgar tidak menjadi eror setelah penembakan itu.
“apa kau baik-baik saja?” tanya Agatha sambil mengarahkan tangannya pada bekas jahitan di bagian perut Edgar.
“tidak pernah sebelumnya merasa sebaik ini.” jawab Edgar menarik sudut bibirnya.
Agatha lalu berdehem sebelum kembali berujar,
“sepertinya ada sesuatu yang membuat suasana hatimu menjadi lebih baik.” bisik Agatha sambil membuang muka, Edgar mengangguk membenarkan. Andai Agatha tahu bahwa hanya dengan satu ciuman dari wanita itu sudah mampu mengubah suasana hatinya menjadi lebih baik.
Walaupun pernasaran tapi Agatha enggan menanyakan apa yang membuat pria itu terlihat begitu senang. Dia sudah cukup senang ketika melihat Edgar senang, dia berhasil melihat sisi lain yang tidak pernah ia lihat sebelumnya dari Edgar.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bastard's Secret
Romansa21++ ***Cerita ini mengandung unsur dewasa*** Kematian Ludovic cukup mengagetkan orang-orang sekitarnya. Seorang pengusaha kaya yang di kenal tegas dan berwibawa. Penyebab kematiannya masih menjadi misteri. Pria yang sudah berumur setengah abad itu...