Bab 57: Pengabaian

10 0 0
                                    

“Ada apa dengannya?” lirih Edgar selepas kepergian wanita itu, ia seperti mencoba mengingat-ingat sesuatu yang mungkin terlewatkan namun Edgar tidak menemukan penyebab wanita itu menghindarinya.

Edgar mencengkram garpu serta pisau dalam genggamannya sebelum meletakkan kembali di atas meja dengan kasar. Nafsu makannya hilang begitu saja, tentu saja pengabaian Agatha menjadi pemicu utama meski sulit untuk mengakui pada dirinya sendiri tapi Edgar seperti tidak bisa menerima sikap Agatha yang seolah-olah tidak menganggapnya ada.

Dia meninggalkan ruang makan lalu naik ke lantai dua menuju kamar, Edgar tidak menemukan wanita itu di seluruh sudut ruangan maupun di balkon, seketika Edgar mulai panik.

“Agatha?” panggilnya memeriksa isi kamar mandi dan hasil tetap sama Agatha tidak ada di sana, Edgar dengan langkah lebar keluar dari kamar untuk memeriksa setiap sudut ruangan di lantai dua namun tidak menemukan wanita itu, dengan tergesa Edgar kembali turun ke lantai satu untuk menanyai beberapa penjaga. Tidak ada dari mereka yang melihat Agatha turun dari lantai dua setelah wanita itu menyelesaikan makan malamnya.

“Periksa cctv!” perintahnya ke salah satu penjaga. Hasil cctv menunjukkan Agatha tidak berada di manapun dan tidak juga terlihat pergi ke manapun selain beberapa menit lalu ia memasuki kamar dan tidak pernah keluar.

Edgar kembali naik ke atas dan memeriksa kamar, balkon terlihat terbuka namun sangat tidak mungkin untuk melarikan diri dari sana berhubung di sekitar tidak ada sesuatu yang bisa di jadikan pegangan.

“Agatha?”

Pria itu mulai kalut sampai kemudian sudut matanya menemukan pintu penghubung antara kamar dan ruang kerjanya sedikit terbuka. Edgar berjalan mendekat lalu mendorong pintu itu perlahan, sekilas ia tetap tidak menemukan Agatha.

Hingga kemudian suara tawa lembut itu terdengar dari sana, Edgar mengernyit dengan rasa penasaran, kakinya mengendap-endap seperti maling mengikuti arah suara itu.
Edgar menghembuskan nafas lega setelah mengetahui keberadaan Agatha, dia terpaku menatap Agatha tengah duduk di sudut ruangan dengan sebuah buku di atas pangkuannya seperti anak kecil yang polos. Jika beberapa menit yang lalu dia sudah bersiap-siap untuk marah kepada wanita itu sekarang kemarahannya menguap entah ke mana setelah mendengar suara tawa Agatha. Wanita itu tidak menyadari kehadiran Edgar.

Wanita itu terlalu polos untuk orang kotor seperti dia, yang Edgar inginkan adalah hubungan tanpa paksaan bukan karena Agatha takut akan ancamannya lalu wanita itu memasrahkan diri di bawah kuasa Edgar, dia ingin Agatha melihat dirinya sebagai Edgar yang selalu memiliki cinta kepada wanita itu; andai dia memiliki keberanian untuk mengakui segalanya namun sekalipun hal itu terjadi tidak akan berarti apa-apa karena Agatha tidak mengingat apapun tentang masa lalu mereka.

Edgar terlalu takut kehilangan Agatha, dia takut jika Agatha membencinya atau bagaimana jika wanita itu tidak ingin lagi melihatnya?

Tangan Edgar penuh darah dan dia tidak lagi sama dengan Edgar kecil yang di kenal Agatha.

Agatha sedikit terlonjak mendengar suara deheman Edgar, wajah lembut dengan tawa kecil beberapa menit yang lalu kini berubah datar membalas tatapan Edgar. Perubahan wajah Agatha semakin membuat hati Edgar seperti tercubit, wanita itu bahkan enggan tersenyum kepadanya.

“apa yang kau lakukan di sini?” tanya Edgar sambil melangkah mendekat. Agatha segera berdiri dan menunjukkan buku dalam genggamannya di depan wajah Edgar,

“kau lihat aku sedang apa?” wanita itu memutar bola mata jenuh, sikap Edgar yang berubah-ubah membuat Agatha malas menanggapinya, pria itu mengabaikannya dalam waktu yang lama lalu kemudian bersikap biasa saja dan Agatha menebak jika beberapa saat setelah itu Edgar bisa saja marah tanpa ia tahu penyebabnya.

Tatapannya tajam menelisik wajah Agatha, pria itu mendekat hingga tersisa jarak satu langkah dari Agatha.

“mengapa kau mengabaikanku?” tanya Edgar dengan nada rendah yang membuat Agatha mengernyit heran, ‘apa pria ini tidak salah?’ batin Agatha.

“apa kau sadar dengan pertanyaanmu?” tanya Agatha dengan wajah tak percaya.

“itu bukan jawaban, Agatha.” lirih Edgar tak melepas sedetikpun tatapannya dari manik Agatha, dia ingin tahu apa penyebab Agatha mengabaikannya.

Dengan senyum sinis Agatha mengerjap menenangkan diri, seperti dugaannya Edgar sedang mencoba memancing keributan di antara mereka dan pria itu siap meledak kapan saja ketika menurutnya Agatha salah dalam menanggapi pertanyaannya.

“aku hanya mengikuti seperti kemauanmu …” Agatha mengambil jeda untuk menetralkan nada suaranya karena jika tidak, dia mungkin sudah berteriak di depan muka Edgar.

“kau mendiamiku aku  ikut diam, kau mengabaikanku aku terima, kau marah aku mengalah, kau memberi perintah aku patuh bahkan kau menyudutkanku aku tetap diam karena kau selalu benar dan menang.” setelah jawaban panjang itu sekali lagi Agatha menarik nafas sambil membuang muka, tidak mudah ketika kau berusaha menahan kemarahan dalam dirimu.

Edgar segera menarik lengannya ketika wanita itu ingin meletakkan kembali buku di rak, keduanya langsung beradu tatap dan untuk kesekian kalinya Edgar merasa bersalah begitu melihat mata Agatha yang berkaca-kaca.

“kau mencoba mencari alasan.” bisik Edgar di depan bibirnya.

“Ed—” pada akhirnya Agatha berhasil terpancing oleh omongan Edgar, dia baru saja ingin meneriaki nama pria itu tapi Agatha kalah telak, Edgar telah melumat bibirnya dengan rakus.

Ciuman itu perlahan melembut dan Edgar menyesapnya sepenuh hati, andai Agatha tahu bahwa itu bentuk permintaan maaf yang tak mampu di ucapkan oleh Edgar. Salah satu tangan Edgar merangkul pinggang Agatha dan tangannya yang lain berada di tengkuk Agatha, ciuman itu memabukkan karena perlakuan Edgar yang lembut, jika biasanya Edgar mendominasi dan liar kali ini dia mengikuti ritme bibir Agatha, membiarkan wanita itu meresapi setiap penyatuan bibir mereka.

Edgar mengakhiri ciuman mereka setelah keduanya sama-sama kehabisan nafas, dengan kening menyatu matanya jatuh  pada bibir Agatha yang bengkak, Edgar bersumpah hanya dengan bibir Agatha seluruh dunianya bisa menjadi sangat kacau.

“lain kali jangan mengabaikanku, Agatha.” perintah yang terdengar seperti permohanan.

“aku—” Edgar kembali mengecup bibirnya cukup lama dan lembut, dia tidak memberi waktu bagi Agatha untuk membantah, bukankah seharusnya wanita itu juga tahu bahwa Edgar sedang memohon untuk tidak di abaikan?

“tidak ada alasan, kau istriku jadi tolong jangan mengabaikanku.” Edgar kembali berujar, kali ini ucapannya berhasil membuat Agatha mengerjap.

Benarkah pria itu meminta tolong, mungkinkah Agatha salah mengartikan ucapan Edgar?

Pengakuan Edgar yang menyebutnya sebagai istri menciptakan getaran halus di hati Agatha, lalu dia mengangguk kecil sambil menelan ludah gugup dan hal lainnya yang  kembali menarik perhatian Agatha tak lain  senyum kecil disudut bibir Edgar sedangkan ibu jarinya mengelus pipi Agatha  yang memerah.

‘apa yang  terjadi pada Edgar?’ tanya Agatha dalam hati.

Tak akan dipungkiri oleh Edgar bahwa ada tegangan gairah yang kuat di antara mereka, sebagai pria normal mungkin  Edgar layak mendapat penghargaan karena harus memendam gairah yang menggila ini demi menjaga supaya Agatha tidak terluka, namun lebih  dari itu yang diinginkan Edgar adalah Agatha tetap berada di sisinya, dunia akan tahu bahwa hanya wanita itu yang mampu mengendalikannya.

Pada akhirnya malam itu mereka tidur sambil berpelukan seperti malam-malam sebelumnya.

The Bastard's Secret Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang