Terdengar suara pintu terbuka. Agatha sudah siap dengan seribu pertanyaan dalam benaknya, tapi begitu Edgar keluar nyalinya sedikit ciut.
Dia terpaku di tempatnya berdiri menatap penampilan Edgar—sangat misterius namun juga menakutkan, meski begitu aura ketampanannya tidak pernah tertutupi.
Agatha hampir meleleh ketika tatapan Edgar yang panas terjebak di dalam maniknya yang jernih.
“Ada apa?” tanya Edgar memecahkan kebisuan di antara mereka.
Suara pria itu berhasil membuat Agatha merinding, dia meneguk saliva serta mengatur deru nafas sebelum buka suara.
“Apa terjadi sesuatu?” setelah berhasil mengumpulkan keberanian Agatha akhirnya bisa bersuara meski sedikit bergetar.
“Tetap di rumah sampai aku kembali,” jawaban yang sangat tidak memuaskan membuat Agatha lupa akan rasa takutnya pada pria itu.
“Aku bertanya apa yang sedang terjadi, Edgar?!” tanya Agatha sengaja menekan penyebutan nama pria itu.
Edgar membasahi bibirnya dan tampak berusaha berpikir,
“Aku berusaha untuk tidak melibatkanmu dalam masalah ini Agatha, jadi tetaplah di rumah dan jangan mencari tahu apapun.” ucap Edgar dengan tatapan tajam.
“kau sungguh ingin membunuhnya?” tanya Agatha menelisik wajah Edgar yang dingin.
Dia tidak menemukan apapun selain wajah datar.
“Kau akan percaya jika aku mengatakan dia pria jahat, Agatha?” tanya Edgar balik.
Agatha terdiam berusaha untuk tidak menunjukkan kesedihannya, Edgar orang asing yang dengan sesuka hati mengklaim Agatha sebagai kekasih, lalu sekarang pria itu menyebut Mario—pria yang telah membesarkannya sebagai penjahat. Haruskan Agatha lebih mempercayai Edgar yang tidak ia kenal sama sekali?
“Aku sudah menduga. Sekarang masuk kamarmu dan jangan berpikir untuk mencoba melarikan diri,”
“Aku akan menghabisi siapapun yang berusaha membantumu untuk kabur,” desisnya di telinga Agatha.
Wanita itu terdiam lalu kembali teringat jika dia memiliki email cadangan, tidak mungkin Edgar mengetahuinya bukan?
“Mengapa bukan aku saja yang kau habisi, sialan‼!” teriak Agatha di depan wajah Edgar.
Seketika Edgar menarik lengannya sambil menyeret Agatha masuk ke dalam kamar pria itu, dia mendorong Agatha hingga menabrak dinding yang dingin.
Edgar mengurung tubuh Agatha dengan jarak wajah mereka yang hanya beberapa senti.
“Akan kulakukan setelah aku kembali.” detik berikutnya yang di lakukan Edgar adalah melumat bibir Agatha.
Dia sudah mencoba untuk tidak melakukannya tapi tidak menyentuh Agatha dalam sehari—tidak, bahkan Edgar menginginkannya setiap saat, hal itu demi menetralkan jiwa iblis yang terasa haus dalam jiwanya yang gelap.
Agatha meronta hebat dalam lingkup kedua tangan Edgar yang mengurung tubuhnya, bibirnya terasa perih karena pria itu memaksa untuk masuk ke dalam mulutnya yang tertutup rapat.
Edgar memang tidak berniat mengakhiri ciuman itu sebelum berhasil mengeksploitasi seluruh rongga mulut Agatha.
Tangan Edgar menekan kuat tulang rahang Agatha hingga berusaha mencekiknya agar mulut wanita itu terbuka.
Dan tidak sia-sia!
Agatha merasakan tulang rahangnya akan remuk dalam genggaman Edgar, dia juga dapat mendengar suara tulang lehernya yang seperti akan putus.
Edgar tersenyum iblis setelah mendapat yang ia inginkan, meski harus membuat Agatha dalam kesakitan. Dia tidak akan perduli.
Selama beberapa menit kemudian tubuh Agatha melemah, dia tidak lagi memiliki kekuatan untuk menolak Edgar, kesempatan itu di gunakan Edgar untuk semakin memperdalam ciuman yang lambat laun berubah menjadi lembut.
“Jangan pergi ke manapun jika tak ingin kedua kakimu ku patahkan.” desisnya sembari mengusap bibir Agatha yang terlihat bengkak.
Edgar pergi begitu saja meninggalkan Agatha yang luruh di lantai. Dia mengunci wanita itu di dalam kamar pribadinya, lalu menyerahkan kunci kepada dua ajudan yang berjaga di depan pintu.
Suara pintu terkunci dari luar membuat Agatha tersadar, dia segera berlari dan berteriak sembari memukul pintu dengan kepalan tangannya.
“Ed, buka pintunya!”
“Edgar, kumohon buka pintunya‼!”
“Kau bajingan! Sialan! Jangan mengurungku, Edgar!”
Namun sekeras apapun Agatha berteriak pintu itu tidak akan terbuka, kepalan tangannya terlihat memerah hingga membiru karena berusaha menggedor pintu tebal itu dengan kuat.
...Edgar memasuki mobil Ferrari yang telah di desain sebagai anti peluru, dia sendiri yang menyetir sementara Dores menyusul dengan mobil yang lain.
Tujuan mereka adalah pesisir kota yang kumuh, di mana Mario di bawa oleh sejumlah orang yang menurut dugaan sementara merupakan suruhan Mr Pumpkin.
Menempuh perjalanan yang lumayan jauh dan sepi, mobil Edgar dan Dores serta ada satu mobil lain yang berisi para ajudan berhenti di depan sebuah bangunan.
Bangunan itu seperti gudang, hanya ada satu pintu jika di lihat dari luar dan keseluruhannya tertutup tanpa celah.
Mungkin lebih tepat bangunan itu seperti box yang memiliki pintu.
Begitu Edgar turun dari mobil seorang ajudan yang sudah memeriksa lokasi menghadap pria itu,
“Tuan, tidak ada tanda-tanda seseorang berada di dalam,” ujar ajudan itu.
Sontak Dores langsung memeriksa kembali pelacak yang telah di tempel di balik coat yang di kenakan Mario.
Posisi pria itu tidak berubah sejak beberapa jam yang lalu yang artinya Mario harusnya masih berada di dalam sana.
Atas perintah Edgar pintu itu di dobrak, namun ternyata tidak semudah yang mereka pikirkan. Mungkin dari luar pintu tersebut terlihat seperti kayu biasa namun ternyata itu pintu yang terbuat dari besi.
Untuk akses masuk harus menggunakan sensor mata.
Edgar meraih ponselnya dan mulai membidik kode yang tertulis di atas sensor akses.
Kemudian dia melacak nomor ID sensor untuk bisa membuka pintu tersebut tanpa harus menggunakan mata yang bersangkutan.
Dia mengernyit saat ID itu tidak terdeteksi olehnya.
Edgar maju lebih dekat lalu menelisik lebih seksama kode tersebut. Dengan menggunakan sarung tangan, Edgar menggosok kode akses tersebut dan menyadari jika itu hanyalah kode tempelan untuk mengelabui musuh.
Hal itu di lakukan dengan sangat sempurna sehingga Dores harus menggunakan benda tajam untuk melepaskan kode tempelan itu.
Setelah berhasil, kini Edgar dapat melihat kode akses yang sesungguhnya.
Dia menyeringai iblis lalu kembali melacak kode. Dari hasil penelusurannya terpapar jika benda itu tidak terdaftar di Italia melainkan berasal dari Prancis.
Menurutnya ini semua merupakan taktik sang pemilik sensor mata.
Bisa jadi orang yang di panggil dengan Mr Pumpkin itu merupakan warga Los Angeles yang kemudian mendaftar kode akses ini menggunakan kode negara Prancis lalu membawa benda ini untuk di gunakan di Italia.
Cukup membingungkan, tapi sejauh ini begitulah dugaan Edgar.
Dari kejadian ini Edgar dapat menilai sang pemilik merupakan orang yang memiliki akses dan seorang manipulatif.
Hasil yang ia dapatkan memang tidak mencantumkan nama pemilik alat canggih itu,
Edgar mencatat nomor seri kepemilikan itu di ponselnya, yang terdiri dari dua angka dan satu huruf, biasanya huruf ini merupakan inisial nama sang pemilik.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bastard's Secret
Romansa21++ ***Cerita ini mengandung unsur dewasa*** Kematian Ludovic cukup mengagetkan orang-orang sekitarnya. Seorang pengusaha kaya yang di kenal tegas dan berwibawa. Penyebab kematiannya masih menjadi misteri. Pria yang sudah berumur setengah abad itu...