Bab 39: Pesta Kembang Api

27 1 0
                                    

“Aku jadi ingin mencoba yogurt buatan calon istriku,” ucap Edgar semakin membuat Agatha salah tingkah hingga terlihat gugup.

“kau pasti menyukainya.” sahut Marie bersamaan dengan Edgar yang masuk ke dalam rumah.

Agatha segera menyusul pria itu.

“kau dari mana saja?” tanya Agatha yang berkacak pinggang di tengah ruang dapur.

“kau merindukanku?” Edgar membelakangi Agatha, sementara salah satu tangannya yang memegang sendok tengah sibuk menyicipi yogurt hasil olahan Agatha dan Marie.

“jangan terlalu percaya diri, kau meninggalkanku seorang diri. Kau tahu aku kesulitan menjawab setiap pertanyaan dari kedua orang tuamu.” ucap Agatha sedikit mengecilkan nadanya karena takut terdengar oleh Marie dan Diego.

“Ini sangat enak,” Edgar menoleh dan mengabaikan protes dari Agatha.

Seketika Agatha meremang saat lidah pria itu menjilat sisa yogurt di sudut bibirnya. Tubuh mereka hanya berjarak tiga langkah kecil.

“kau ingin mencobanya?” tanya Edgar, salah satu alisnya naik kala melihat Agatha menelan ludah dengan susah payah.

“Aku sudah mencobanya,” jawab Agatha melihat ke arah lain, bibir pria itu sungguh membuatnya panas dingin.

Edgar dengan senyum iblis menarik Agatha tepat di hadapannya hingga tanpa jarak.

“kau ingin tahu kenikmatan lain dari yogurt?” tanya Edgar di depan bibirnya.

Tanpa menunggu persetujuan Agatha, Edgar mencolek yogurt yang bertekstur krim tersebut lalu mengoleskan pada bibir Agatha.

“rasanya akan jauh lebih enak jika seperti ini ...” bersamaan dengan itu Edgar menjilat bibir Agatha, menyesap yogurt dengan rasa blueberry dari bibir wanita itu.

Tentu kesempatan ini di gunakan Edgar untuk melumat bibir Agatha. Pria itu sungguh tahu bagaimana membuat lawannya melemah, Agatha tanpa sadar membalas ciuman Edgar. Ya, apa yang dikatakan Edgar benar, sekarang yogurt itu memiliki nilai kenikmatan lebih.

“Kau memang pria licik.” gerutu Agatha begitu ciuman keduanya berakhir.

“tapi kau menyukainya,” jawab Edgar serak, ibu jarinya mengelus garis bibir Agatha sementara tatapannya seakan mengatakan jika masih menginginkan bibir itu.

“Malam ini akan ada pertunjukkan kembang api. Jadi bersiaplah, kita akan pergi ke sana.” ucap Edgar tanpa sedikitpun mengalihkan tatapannya dari Agatha.

Tadi siang Marie sudah memberi tahu Agatha jika hari ini merupakan hari pertama perayaan festa del redentore salah satu perayaan di mana setiap orang akan menghias halaman rumah mereka, pertunjukkan kembang api dilengkapi dengan perlombaan gondola yang sangat identik dengan kota Venesia.

Perayaan ini merupakan peringatan kebangkitan kota dari wabah pada tahun 1500-an.

Setelah pertunjukkan selesai biasanya sejumlah orang akan pergi ke Pulau Lido, di mana orang-orang akan duduk di atas pasir menunggu matahari terbit.

 …

Lagi-lagi Agatha tidak membawa banyak pakaian karena Edgar mengatakan jika mereka hanya akan berada di Venesia selama beberapa hari.

“Apa kau sudah bersiap?” Edgar berdiri di ambang pintu.

Kali ini tampilan Edgar lebih santai, dia mengenakan celana kulit panjang dipadukan dengan kaos putih polos sebagai dalaman untuk kemeja berwarna hitam yang dibiarkan terbuka begitu saja.

Pria itu sepertinya memang terlahir sempurna, apapun yang dikenakan oleh Edgar tampak mewah dan elegan.

Edgar mengernyit karena Agatha masih belum bersiap sama sekali.

“Ada apa, Agatha?” dia mendekat ke arah wanita itu.

“Mungkin sebaiknya aku tidak perlu ikut,” jawabnya memanyunkan bibir.

“Apa yang terjadi?” Edgar masih tidak mengetahui apa masalah Agatha.

“Aku … tidak memiliki pakaian yang layak untuk pergi.” jawab Agatha dengan tatapan sedih yang membuat Edgar kasihan tapi juga gemas.

Pria itu berjalan ke arah walk in closet, dia melihat ada banyak pakaian Norah di sana.

Bahkan masih banyak yang belum pernah digunakan sama sekali, terlihat dari merek yang masih melekat pada dress-dress tersebut.

“Kau bisa memilih salah satu yang membuatmu nyaman.” Edgar melirik jam di pergelangan tangannya … “karena festival segera di mulai, akan membutuhkan waktu yang lama jika kita pergi ke butik. Jalanan akan sangat padat.” jelas Edgar.

Agatha sedikit ragu untuk menggunakan barang Norah, apa lagi bila mengingat wanita cantik itu kini telah tiada.

“Ganti pakaianmu Agatha atau aku akan menyeretmu keluar dengan pakaian itu?” ucap Edgar terlihat berusaha sabar menghadapi sikap Agatha yang keras kepala.

Agatha sontak melihat tampilannya yang cuma mengenakan celana jeans pendek dan atasan crop yang bertali kecil.

Gila saja jika Agatha pergi dengan tampilan seperti ini, meski bukan masalah namun dia akan mati kedinginan di luar sana.

Dia segera berdiri dan berlari kecil begitu Edgar melangkah mendekat—dia berhasil menghindar dari pria itu.

Edgar hanya menggeleng, wanita itu sungguh harus di ancam terlebih dahulu baru akan patuh.

Awalnya pilihan Agatha jatuh pada dress mini berwarna hijau yang sangat pas di badan, di bagian atas hampir seluruhnya menunjukkan bagian dada Agatha, pakaian sialan itu terlalu terbuka dan hampir saja Edgar menyumpahi siapa yang mendesain pakaian itu.

Dia masih heran para wanita menyebut pakaian itu dress sementara Edgar melihatnya seperti rok mini yang di sambungkan dengan bra menggunakan tali yang sama sekali tidak berguna.

Lalu apa bedanya dengan pakaian yang dikenakan Agatha sebelumnya?

Mungkin bedanya, dress ini jauh lebih mengekspos seluruh tubuh Agatha.

“kau ingin memamerkan tubuhmu kepada siapa?” tanya Edgar ketika Agatha keluar dari walk in closet.

“bukankah ini sangat bagus untuk musim panas?” Agatha berputar menunjukkan tampilannya pada Edgar.

“mungkin akan sangat bagus untuk orang yang tepat, tapi aku tidak melihat tubuhmu begitu ideal sehingga pantas mengenakannya.” ucapnya pedas.

Agatha menghentakkan kaki kesal lalu kembali ke walk in closet.

“dasar pria jahat, dia dengan seenaknya menghina tubuh orang.” Agatha menatap tubuhnya di depan cermin besar di hadapannya. Benarkah tubuhnya jelek?
Seketika kepercayaan dirinya hilang, sepertinya dia harus diet lagi.

Agatha kembali keluar dengan dress selutut yang lain berwarna pastel, di sepanjang lingkar pinggangnya di taburi mutiara kecil membuat tubuhnya terlihat ramping meski sedikit mengekspos kulit punggung Agatha namun ini lebih baik dari sebelumnya.

Edgar melihat wanita itu tetap cantik dengan pakaian apapun. Soal dress sebelumnya tentu saja Edgar berbohong jika tubuh Agatha tidak ideal. Dia hanya tidak suka tubuh kekasihnya menjadi santapan gratis khalayak ramai.

Edgar mendekat dan mengeluarkan sesuatu dari sakunya, sebuah kalung bermata zamrud yang sangat cantik serta mewah tentunya walau hanya sebesar mata ikan.

Agatha mengedipkan mata ketika Edgar memasangkan benda mahal itu pada leher jenjangnya.

“Kau sangat cantik.” ucap Edgar setelah melihat tampilan Agatha.

Wanita itu memutar bola mata, baru beberapa menit lalu pria itu menghinanya tapi sekarang dia malah menggombal.

Agatha memegang kalung itu dengan sangat pelan seakan takut jika tergores oleh sentuhannya.

Marie dan Diego telah berangkat lebih dulu, karena mereka pergi bersama rombongan dari perkumpulan Gereja.

Lokasi acara tidaklah terlalu jauh dari kediaman orang tua Edgar, sehingga keduanya memutuskan untuk berjalan kaki sambil melihat berbagai lomba lainnya.

Edgar tidak sedikitpun melonggarkan genggaman tangannya dari Agatha.

The Bastard's Secret Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang