Bab 55: Menyesali Sikap sendiri

25 0 0
                                    

“biarkan aku melakukan sesuatu di tempat ini.” jawab Agatha. Sambil menunggu balasan dari Edgar wanita itu menatap ajudan di hadapannya, mereka akan mendengar bersama apakah pria di seberang telepon akan menyetujuinya atau tidak.

“Hm. Lakukan apa saja—” Agatha tidak perlu menunggu hingga pria itu selesai bicara, dia mematikan sambungan telepon secara sepihak. Para penjaga di sana menelan ludah, selama ini tidak ada satupun yang berani berbuat seperti yang Agatha lakukan kepada tuan mereka.

“bisa kau tunjukkan di mana aku akan mendapatkan alat-alat itu?” tanya Agatha setelah menyodorkan ponsel kepada penjaga.

...

Sementara di tempat lain Edgar mengernyit setelah mendapati panggilan itu putus secara sepihak, ia melonggarkan sedikit simpul dasinya karena perasaan kesal atas sikap Agatha namun meski begitu Edgar tidak bisa marah.

“mengapa kau tidak pernah takut padaku, Agatha?” Edgar bertanya seorang diri.

Dia bertanya-tanya bagaimana cara menaklukkan wanita itu, dia tidak mengharapkan wanita itu pasrah di bawah tekanannya seperti tadi malam. Apa yang di lihat oleh Edgar tadi malam sungguh membuatnya marah pada dirinya sendiri, dia ingin Agatha menjadi miliknya atas keinginan wanita itu bukan karena ia merasa ketakutan lalu pasrah pada keinginan Edgar.

Hal yang tidak mungkin bisa di lakukan oleh pria itu adalah tetap berada di dekat Agatha tanpa menyentuh wanita itu, dia selalu kehilangan akal sehatnya dan di waktu bersamaan Edgar tidak dapat menyakiti wanita itu.

...

Tak terasa hari mulai sore, Agatha dengan berkacak pinggang memperhatikan kembali hasil kerjanya, beberapa tempat ia tata dengan menanam sejumlah bunga di setiap sudut.

“bukankah tempat seperti ini layak untuk di tanami beberapa jenis tanaman atau mungkin beberapa hewan lucu di biarkan untuk berkeliaran di sana?” Agatha bermonolog seperti seseorang yang sedang berusaha berinovasi pada lahannya sendiri.

“lihat, tempat-tempat ini sayang untuk di biarkan begitu saja,” lanjutnya mengibaskan rambut.

Begitu Agatha menoleh, maniknya menangkap sosok Edgar yang berdiri di balik pilar besar sedang menatapnya. Pria itu tidak melakukan atau mengatakan apapun, lalu dia pergi begitu saja.

Agatha mengerjap karena merasa di abaikan tapi tak lama kemudian ia memilih untuk melanjutkan pekerjaannya, dia tidak ingin menghabiskan energi untuk memikirkan pria itu.

Namun tak seperti yang ia lihat, Edgar yang pergi begitu saja memilih untuk mengintip Agatha  diam-diam seperti maling dari balik jendela ruang kerjanya tanpa Edgar sadari raut wajahnya terus berubah ketika tengah memperhatikan Agatha, bahkan pria itu hampir saja berlari saat melihat Agatha dengan susah payah mengangkat tumpuan rumput untuk di bawa ke tempat pembuangan.

Lalu sesaat kemudian rahang pria itu mengetat ketika Agatha mencoba mengangkat besi penggaruk tanah, dia terlalu khawatir jika benda-benda itu mengenai Agatha dan menyebabkan wanita itu terluka.

Ck, dia senang membuat semua orang khawatir.” bisik Edgar tanpa sedetikpun melepas tatapannya dari Agatha.

Agatha sesekali menyeka peluh yang membasahi pipinya dan semua gerak-geriknya satupun tak ada yang terlewatkan dari pantauan Edgar. Sampai akhirnya Agatha tersenyum tipis setelah melihat hasil kerjanya hari ini.

Dia menepuk-nepuk kedua telapak tangannya untuk membersihkan sisa tanah, dia sangat puas dengan apa yang telah ia lakukan. Mungkin setelah ini dia akan memikirkan proyek baru untuk ia lakukan esok hari.

Setelah menjadi istri Edgar, wanita itu tentu menempati kamar pribadi Edgar. Begitu masuk ke dalam kamar Agatha tidak menemukan siapapun, saat ini dia memang berharap Edgar tidak berada di dalam kamar setidaknya sampai ia selesai membersihkan diri.

Namun hingga Agatha selesai membersihkan diri lalu turun untuk menyiapkan makan malam, Edgar sama sekali tidak terlihat. Agatha sempat berpikir untuk mendatangi pria itu di ruang kerjanya tapi urung ia lakukan, Agatha menikmati makan malamnya seorang diri. Dia tetap pada keputusannya untuk mengikuti suasana hati Edgar, lagian dia merasa tidak melakukan suatu kesalahan yang membuat pria itu harus mengabaikannya.

Agatha menghela nafas sambil mengunyah makan malamnya, sesekali matanya melihat sekitar yang terasa begitu sunyi. Perasaan seperti tinggal di tengah hutan seorang diri, tak ada lagi tempat pulang selain mendekam di tempat ini, Agatha memutar bola mata demi menghalau butiran air di pelupuk matanya.

Meski harus memaksa diri tapi pada akhirnya Agatha menyelesaikan makan malamnya dan di sinilah dia sekarang duduk di tepian kolam dengan kedua kakinya yang menjulur ke dalam sambil bermain dengan air kolam, ia hanya menatap percikan air yang naik karena tepukan kecil dari kakinya.

Dia tidak mengerti mengapa hidupnya begitu menyedihkan, di saat ia sudah menyerah pada kematian di saat itu pula takdir datang seakan tak akan mempermudah segalanya.

Tak mungkin lagi untuk berlari, dia telah menyerahkan diri kepada Edgar. Mampukah ia menghabiskan sisa hidupnya dengan pria itu, dengan kehidupan yang menyedihkan seperti ini?

Agatha menyeka sisa air mata di pipinya sebelum beranjak dari tempat duduk, melihat suasana rumah yang begitu sunyi ia merasa kekosongan dalam hati, kakinya terus saja melangkah menaiki satu persatu anak tangga.

Ia melirik ke arah ruang kerja Edgar sebelum tangannya meraih gagang pintu kamar lalu masuk ke dalam.

Agatha menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur berukuran besar itu, matanya yang kosong mengarah pada langit-langit kamar sampai pada akhirnya ia jatuh tertidur.

...

Waktu dini hari, Edgar memasuki kamar dengan langkah perlahan. Ruangan itu hanya di terangi lampu tidur yang temaram, ia menatap wajah Agatha yang tertidur pulas bagai bayi. Sesuatu dalam hatinya seperti di cubit menyadari sikapnya yang dingin kepada Agatha—Ya, Edgar sedikit menyesali perbuatannya yang mengabaikan Agatha namun di sisi lain baginya inilah pilihan terbaik agar ia tidak kehilangan kontrol lalu menyakiti Agatha.

Tangannya yang besar mengelus pipi Agatha, hal itu berhasil membuat perasaannya menghangat tapi detik berikutnya pria itu mengernyit menyadari ada luka kecil di jemari wanita itu.

“dasar ceroboh.” desisnya, Edgar segera beranjak untuk mengambil sesuatu di kotak obat. Ia kembali dengan salep di tangannya lalu mengoleskan benda itu di luka Agatha.

Matanya menelisik bagian tubuh Agatha yang lain untuk memastikan wanita itu tidak terluka,

“kau tidak akan terluka andai kau tidak begitu keras kepala,” bisik Edgar di keheningan malam, dia benci melihat gadis itu terluka; dia begitu marah saat menemukannya sedih tapi tak jarang ia sendiri yang kehilangan akal sehat dan melukai Agatha.

Wanita itu miliknya, hanya dia yang berhak atas Agatha; Edgar akan memberinya seluruh isi bumi selama wanita itu menerima kenyataan bahwa ia milik Edgar.

Edgar memberi kecupan seringai bulu di bibir Agatha sebelum meninggalkan wanita itu. Dia akan tidur di sofa ruang kerjanya.

The Bastard's Secret Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang