“Apakah selalu seramai ini tiap tahun?” tanya Agatha.
“Ya, para turis akan berada di sini setidaknya seminggu sebelum festival.” jawab Edgar.
Entah bagaimana Agatha merasa begitu nyaman di sisi pria itu. Edgar terlihat lebih santai dan sama sekali tidak terlihat sisi gelap yang selama ini melekat dalam dirinya.
Mereka berhenti di setiap pertunjukkan yang mereka lewati, meski Edgar sudah mengenakan topi dan juga kacamata hitam namun tetap saja dia berhasil mencuri perhatian beberapa wanita, tidak jauh beda dengan Agatha yang membuat beberapa pria menatapnya dengan tatapan liar.
“Wah ... ini sangat luar biasa.” ucap Agatha ketika melewati jembatan yang menghubungkan gereja Redentore dengan Venesia.
Edgar tersenyum simpul ketika melihat wajah Agatha dari samping, sangat cantik dengan senyum lembut miliknya.
“Lomba Gondola akan segera di mulai,” bisik Edgar mengelus punggung Agatha yang sedikit terbuka.
Di tengah keramaian Edgar jauh lebih protektif, dia merangkul pinggang Agatha demi menutupi bagian belakangnya yang terbuka.
Seperti yang dikatakan oleh Edgar, berbagai gondola yang sudah di hiasi dengan sangat indah mulai bermunculan, di seluruh tepian kanal ramai dengan penonton baik warga lokal ataupun para turis.
“Bisakah aku meminjam ponselmu?” tanya Agatha berbisik.
Edgar meraih benda itu dari saku celananya dan menyodorkan kepada Agatha.
Wanita itu tak ingin menyia-nyiakan kesempatan, momen itu ia abadikan menggunakan ponsel milik Edgar.
Agatha juga tak lupa mengambil gambar mereka berdua di tengah perlombaan gondola yang sedang berlangsung.
“wajahnya selalu kaku, sungguh mengganggu pemandangan yang indah.” ujarnya ketika melihat hasil tangkapan yang ia ambil. Yang dimaksud oleh Agatha tentu saja wajah Edgar.
“Aku mendengar ocehan mu.” bisik Edgar tepat di telinganya namun Agatha mengabaikan pria itu.
Selesai lomba gondola, Edgar menariknya menuju salah satu Hotel di Bacino-San Marco.
Begitu menunjukkan kartu namanya, sang resepsionis langsung menunduk dan meminta pelayan lain untuk mengantar Edgar bersama Agatha ke kamar VVIP.
Edgar merupakan pelanggan premium di hotel mewah itu.
“Mengapa kita ke sini?” tanya Agatha setelah mereka sudah berada di lift.
“Pertunjukkan kembang api akan segera di mulai,” jawab Edgar masih membuat Agatha bingung.
Namun setelah tiba di kamar, Agatha baru mengerti mengapa Edgar membawa mereka ke tempat ini. Dari balkon kamar hotel terlihat dengan jelas bagaimana persiapan pertunjukkan kembang api.
“Aku—” suara Agatha menggantung karena begitu tubuhnya menoleh Edgar sudah berdiri tepat di belakangnya.
“Kau kenapa?” tanya Edgar serak.
“Em—tidak jadi.” Agatha kembali membelakangi Edgar dengan degup jantung yang bertalu.
Bibirnya hampir bersentuhan dengan bibir Edgar, pria itu terlalu tampan, belum lagi aroma tubuhnya yang membuat Agatha menelan ludah.
Pertunjukkan akhirnya di mulai, Edgar memeluk tubuh Agatha dari belakang. Dia sesekali akan mengecup pundaknya yang terbuka.
Suara kembang api terdengar bersahutan-sahutan. Segala bentuk dan warna mulai menghiasi langit malam di Venesia.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bastard's Secret
Romance21++ ***Cerita ini mengandung unsur dewasa*** Kematian Ludovic cukup mengagetkan orang-orang sekitarnya. Seorang pengusaha kaya yang di kenal tegas dan berwibawa. Penyebab kematiannya masih menjadi misteri. Pria yang sudah berumur setengah abad itu...