Bab 52: Menikah Denganku

53 0 0
                                    

“Kau tahu tidak ada jalan keluar jika memilih tinggal denganku, maka lari lah selagi bisa.” Edgar sekali lagi akan memberi kesempatan untuk Agatha, apa yang di utarakan oleh Agatha sebelumnya tentu berhasil membuat iblis dalam dirinya bersorak gembira. Namun apa arti itu semua jika kelak Agatha memilih untuk mengkhianatinya lagi?

Wanita itu tetap diam menunduk, artinya dia tetap pada pilihannya.

Edgar meraih dagu Agatha hingga mata mereka bertemu, terdengar suara giginya menggeletuk saat menyadari ada ketakutan besar di manik Agatha.

Dia bersumpah akan menghabisi Rafael dengan tangannya sendiri, bajingan itu telah mengubah wanitanya menjadi begitu menyedihkan. Mata Edgar lalu berpindah pada bibir mungil merah muda yang selalu berhasil mengalihkan fokusnya.

Tak ada yang berubah, gejolak hebat dari dalam dirinya masih sama meski ada rasa marah kepada Agatha.

Dalam sekali gerak Edgar meraup bibir Agatha dan melumatnya dengan sedikit kasar, dia ingin wanita itu tahu betapa besar kemarahan dalam dirinya karena terlalu merindu; Edgar ingin menunjukkan bahwa hanya dia tempat wanita itu untuk pulang.

Tubuh Edgar menegang ketika Agatha akhirnya membalas ciuman itu.

Dia semakin menekan tengkuk Agatha untuk memperdalam ciuman di antara mereka, Edgar seperti baru saja menemukan mata air setelah seribu tahun.

Ciuman itu berakhir karena keduanya sama-sama kehabisan nafas, masih di posisi yang sama ketika Edgar kembali bersuara,

“Aku tidak ingin lagi—”

“Aku akan melakukan apa saja yang kau mau,” sahut Agatha sebelum Edgar menyelesaikan kalimatnya. Dia terlalu panik jika pria itu menolaknya saat ini sehingga antara sadar atau tidak mulutnya melontarkan sesuatu yang berbahaya.

Edgar mengernyit namun hanya sepersekian detik kemudian dia menyeringai dengan wajah penuh kelicikan.

“Apapun?”tanya Edgar mengulangi ucapan wanita itu dan Agatha mengangguk kecil.

Dia sudah cukup baik dengan memberi Agatha kesempatan berulang kali untuk berubah pikiran, maka jangan salahkan jika sekarang jiwa iblisnya sangat ingin mengambil keuntungan dari kepatuhan wanita itu.

“Baiklah kita akan lihat sepatuh apa seorang Agatha Carter dengan ucapannya.” bisik Edgar di selingi kecupan seringai bulu di atas bibirnya.

Edgar lalu menggenggam telapak tangan Agatha yang terasa dingin dan membawanya pergi dari sana, pria itu berjalan terburu-buru tanpa ada yang mengetahui apa keinginannya, sikapnya seakan menunjukkan rasa takut jika Agatha menjadi berubah pikiran.

Mobil Bugatti milik Edgar melaju membelah jalanan kota yang mulai sepi. Agatha duduk di sampingnya dengan perasaan gugup, wanita itu hanya sesekali akan melirik ke arah Edgar yang menyetir.

Tulang rahang pria itu sedikit berkedut, Agatha tidak dapat menebak raut wajah Edgar namun ia mengakui jika ada perasaan tenang dalam hatinya saat ini, dengan tidak tahu malunya hati Agatha menghangat membayangkan dia seperti pulang ke rumah sendiri.

Lalu tak di sangka, mobil itu memasuki halaman sebuah kapel di sudut kota Milan—hanya kapel sederhana dengan bangunan yang masih klasik.

Agatha mengernyit, dia menatap Edgar yang masih membatu dengan penuh tanya. Tak ada jawaban dari pria itu yang hanya membuat Agatha semakin bingung, sampai akhirnya Edgar turun memutari mobil dan meminta Agatha untuk ikut turun.

Banyak kemungkinan yang sangat mustahil terjadi tengah dipikirkan oleh Agatha saat ini, mereka tidak mungkin menginap di kapel bukan? Tidak mungkin juga Edgar mengajaknya untuk mampir lalu berdoa bukan?

“Kita akan ke mana?” tanya Agatha melihat sekitar kapel yang terasa sepi. Jelas saja ini sudah lewat tengah malam, lantas apa yang akan mereka lakukan di tempat suci ini?

“Kau akan segera tahu.” ujarnya sambil mendorong pintu kapel yang tidak di kunci.

Kakinya terus saja melangkah tanpa melepaskan genggamannya pada Agatha untuk mendekati sebuah lonceng kecil di sudut ruang kapel.

Agatha seketika menjadi panik ketika Edgar membunyikan lonceng kecil itu.

“Edgar apa yang kau lakukan?!” Agatha mencoba menghentikan tangan pria itu yang terus saja membunyikan lonceng.

“Ed hentikan—”

Suara Agatha menggantung di udara ketika mendengar suara decitan dari pintu kayu yang berada di hadapan mereka.

Seorang pria tua berdiri di sana yang di yakini oleh Agatha merupakan salah seorang pastor di kapel tersebut. Pria berumur itu berdiri dengan wajah jenuh ketika berhadapan dengan Edgar, lalu pandangannya berpaling kepada Agatha.

“Apa yang kalian inginkan anak muda?” tanya pastor itu dengan kening berkerut.

“Nikahkan kami.” jawab Edgar seperti tanpa beban.

“Apa?!!” tanya pastor Philip dan Agatha secara bersamaan dengan raut wajah yang luar biasa kaget.

Setelah beberapa detik Pastor Philip menghela nafas berat.

“Pulanglah. Kembali lagi nanti ketika matahari sudah bersinar terang.” ujarnya dengan nada malas.

“aku ragu ketika besok kami kembali kau masih bernafas atau mungkin saja sudah menghadap yang kuasa.” gumam Edgar sembari menyodorkan muncung pistolnya ke kepala pastor Philip.

“Ed!” Agatha membelalak melihat apa yang di lakukan oleh Edgar. Namun pria itu sama sekali tidak terpengaruh, tatapannya tajam menghunus ke dalam dasar manik pastor Philip.

“Tuan Mateo, apa sekarang kau mengancam ku?” tanya pastor Philip membalas tatapannya.

“Menurutmu?” sahut Edgar dengan bertanya kembali.

Agatha seketika mengernyit, dia tidak salah dengar bukan jika pastor tersebut memanggil tuan Mateo?

Ya, pastor Philip salah seorang teman dari Diego. Dia dan Edgar saling mengenal, tak hanya karena pastor Philip merupakan teman papa nya tapi alasan lainnya karena perusahaan Edgar salah satu donatur di panti asuhan yang berada di bawah naungan kapel ini.

Namun dengan santai pastor Philip menyingkirkan pistol Edgar lalu pandangannya berpindah kepada Agatha.

“Nona muda, apakah anda saat ini di bawah pengaruh tekanan?” tanya Philip yang membuat Agatha dalam dilema.

Dia menelan ludah gugup, tatapannya kini beralih kepada Edgar yang tengah menyeringai.

“Bukankah kau akan melakukan apa saja sayang atau kau tidak ingin?” tanya Edgar dengan berbisik, nafasnya yang hangat berhasil membuat Agatha semakin meremang.

Bukan seperti ini yang di maksud Agatha, benar dia akan melakukan apa saja. Tapi menikah? Dia sama sekali tidak pernah membayangkan hal itu.

“Ed—”

“Pria tua ini akan menanggung akibatnya jika kau menolak.” Edgar tidak memberi kesempatan apapun kepada Agatha untuk menolak pernikahan itu.

“Maksudmu?” tanya Agatha dengan menelisik wajah Edgar tak percaya.

“Hm, kau tahu maksudku.” gumamnya serak. Jemarinya mengelus pipi Agatha yang lembut seakan ingin mengatakan jika dia bersungguh-sungguh.

“Kau takut dengan ancamannya?” pastor Philip kembali bertanya kepada Agatha.

“Apa kau tidak takut?” justru Edgar yang menjawab pria itu dengan pertanyaan. Saat itu tangannya ikut mengokang pistol dan mengarahkannya di kepala pastor Philip.

“Tidak—dia sama sekali tidak mengancam ku.” ucap Agatha dengan cepat sebelum Edgar bertindak lebih.

The Bastard's Secret Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang