Bab 54: Malam Pertama

82 0 0
                                    

Nafas Edgar tercekat menahan gairah, pandangan Agatha yang sayu semakin membuatnya terbakar api gairah.

“Aku pikir—aku tidak bisa menghentikan diriku, sayang.” bersamaan dengan itu Edgar mengangkat tubuh Agatha dan dengan sangat lembut membaringkan gadis itu di atas tempat tidur.

Hanya tersisa celana dalam tipis yang menutupi bagian tubuh Agatha.

Edgar cukup lama mengamati keindahan ciptaan Tuhan yang ada di hadapannya, mengingat kini Agatha telah seutuhnya menjadi miliknya memunculkan senyum penuh kemenangan di sudut bibir pria itu.

Edgar yang sudah berada di puncak gairah perlahan melucuti pakaiannya satu persatu hingga hanya celana dalam yang tersisa. Pria itu sama sekali tidak memiliki rasa malu memamerkan bagian tubuhnya yang seksi dan hampir telanjang di hadapan Agatha.

Ia memposisikan tubuhnya di atas tubuh Agatha dengan bertopang pada salah satu lengannya sementara tangannya yang lain membelai wajah Agatha seringai bulu. Gairah yang meliputinya membuat Edgar menjadi gelap mata, tangannya menyusuri tulung rusuk Agatha lalu turun ke bawah.

Dengan tidak sabaran Edgar menekan paha Agatha agar sedikit terbuka, namun ia justru mendapati wanita itu seperti tersentak. Edgar mengernyit penuh tanya tapi detik berikutnya raut wajahnya berubah kalut setelah menelisik wajah Agatha.

oh shit!” umpat Edgar sambil menyingkirkan tubuhnya di atas tubuh Agatha. Seketika gairah itu menguap begitu saja, Edgar yang terlentang di sisi Agatha mengusap wajah sambil merutuki kebodohannya dalam hati. Harusnya dia bisa menahan diri sampai wanita itu benar-benar siap, raut wajah ketakutan Agatha membuatnya begitu tertampar.

Agatha tidak mengerti apa yang terjadi, ada perasaan lega dan juga takut dalam waktu yang bersamaan. Dia tidak dapat membaca raut wajah Edgar membuatnya berpikir mungkinkah telah melakukan suatu kesalahan hingga Edgar bersikap dingin lalu berhenti dengan tiba-tiba?

Tangan Agatha yang sedikit gemetar mencoba menyentuh lengan Edgar, namun sebelum itu terjadi Edgar sudah terlebih dahulu bergerak. Tubuh pria itu setengah bangkit, ia lalu meraih selimut dan menyelimuti tubuh Agatha. Hingga beberapa menit tak ada yang keluar dari mulut keduanya selain saling menatap dengan pikiran masing-masing.

“istirahatlah, aku akan berada di ruang kerjaku.” hanya itu yang keluar dari bibir Edgar sebelum turun dari tempat tidur. Sambil menggigit bibir Agatha tetap diam sambil menatap punggung Edgar yang perlahan menghilang di balik pintu.

Edgar mondar-mandir di ruang kerjanya dengan rahang mengetat, ia mengepalkan tangan hingga memutih lalu menghantam dinding dengan perasaan yang sulit di jelaskan. Dia tidak tahu harus melampiaskan kepada siapa kemarahan itu, terekam dengan jelas di mata Edgar sejumlah lebam dan bekas luka di tubuh Agatha namun ia tidak berhasil menghentikan dirinya.

“aku akan memburumu, Coppin!” desisnya penuh janji, Edgar bersumpah akan memberi rasa sakit berkali lipat kepada Rafael atas apa yang di lakukan pria itu kepada Agatha-nya.

Isterinya mengalami trauma walau sedikit terlambat bagi Edgar menyadari hal itu.

Walau hanya seujung kuku tidak ada yang boleh menyentuh Agatha selain dia, tapi Rafael yang bodoh dengan berani menggali kuburannya sendiri.

Setelah melakukan ritual paginya Agatha turun ke lantai satu. Ia melihat sekitar yang tampak sepi, sesampainya di dapur Agatha masih tidak menemukan siapapun termasuk Edgar. Sudah pasti pria itu telah berangkat kerja, tidak mau ambil pusing Agatha memilih menyiapkan dua lembar roti untuk sarapannya.

Mulutnya yang penuh bergerak mengunyah roti itu sementara benaknya kembali terlempar pada kejadian tadi malam. Agatha hanya bertanya-tanya apa yang terjadi, bukan berarti dia menginginkan sesuatu terjadi antara dia dan Edgar. Perubahan raut wajah dan sikap Edgar yang secara tiba-tiba berhasil mengusik pikiran Agatha, tidak hanya sekali pria itu berusaha menolaknya tapi hingga kini Agatha tidak pernah mendapat penjelasan apapun.

Apakah ada yang salah dengannya?; Apakah dia tidak menarik sama sekali?; atau pria itu hanya ingin bermain-main?

Segala pertanyaan berputar di kepala Agatha tanpa jawaban. Dia menghela nafas di ujung penghabisan roti miliknya. Dia tidak ingin lagi memikirkan hal ini, Agatha akan mengikuti permainan Edgar; dia hanya lelah, apa yang terjadi dalam hidupnya sekarang adalah rasa sakit yang hanya bisa di pendam olehnya seorang diri.

Agatha menghabiskan jus orange miliknya dan mulai berpikir harus melakukan apa hari ini.

Matanya menyusuri setiap sudut halaman rumah yang tampak gersang. Mungkin tidak terlalu buruk dengan padang rumput yang hijau, namun yang di maksud oleh Agatha bahwa di sana tidak ada kehidupan atau sesuatu yang menarik mata.

“bahkan di sana sangat menarik untuk berkebun,” ujarnya seorang diri memandang hamparan tanah yang kosong di sisi sebelah kanan mansion.

Agatha menghela nafas bosan, di sisi lain ada kolam berenang yang seakan memanggilnya untuk bergabung namun itu bisa ia lakukan nanti sore.

Setelah menimang-nimang Agatha memutuskan keluar rumah menuju area belakang rumah. Beberapa penjaga terlihat gelagapan antara ingin melarang namun tidak memiliki keberanian tapi jika sampai tuan mereka melihat sudah pasti nyawa mereka akan menjadi taruhan.

Lalu dengan sendirinya Agatha yang menghampiri salah satu penjaga dan menanyakan di mana mereka meletakkan peralatan untuk berkebun.

Para penjaga tidak ada yang berani menjawab, mereka hanya diam dan saling melempar pandang satu sama lain.

Agatha mengernyit memperhatikan reaksi mereka, lalu seakan sadar ia tertawa kecil sambil memutar bola mata.

“tenang saja aku tidak akan melakukan apapun selain bekerja di sana,” tangannya menunjuk ke hamparan tanah yang luas.

“Nona, anda tidak di perkenankan melakukan pekerjaan berat. Tuan akan sangat marah bila mengetahui hal itu,” ujar salah satu penjaga dengan raut ketakutan.

“itu sama sekali tidak berat, aku sangat lihai untuk menggunakan beberapa alat.” balas Agatha cepat, ia memasang wajah polos untuk meyakinkan para penjaga di sana.

“Ayolah, kau akan membiarkanku mati di dalam mansion ini karena tidak melakukan apapun?” desaknya yang semakin membuat para penjaga dilema.

“tapi Nona—”

“bisakah kau menghubungi tuanmu?” sela Agatha sebelum sang penjaga itu memberinya alasan lain. Namun justru permintaan Agatha yang kedua semakin membuat para penjaga ketakutan, siapa di antara mereka yang berani menghubungi Edgar jika bukan karena sesuatu yang mendesak?

“Oh astaga! Mengapa harus takut, apa kita melakukan dosa besar?” Agatha yang tidak sabaran kembali bertanya di sertai rasa frustasi.

Penjaga itu akhirnya mengalah, tangannya sedikit bergetar disertai keringat dingin saat mengusap layar ponsel untuk memanggil tuannya.

Tak menunggu hingga ada sahutan dari seberang telepon Agatha menarik benda itu dari tangan sang penjaga.

Dalam deringan kedua suara bariton itu memenuhi pendengaran Agatha

“Katakan.” ujar Edgar tanpa basa-basi.

“Ck, pria kaku.” bisik Agatha memutar bola mata tapi Edgar masih bisa mendengarnya dari seberang telepon, tanpa di ketahui oleh Agatha pria itu menautkan kedua alis antara kaget dan juga penasaran hal apa yang terjadi hingga mendengar suara wanitanya di siang hari ini.

“Aku ingin menggunakan beberapa alat untuk berkebun tapi para penjaga ini sangat taat terhadap perintah tuan mereka,” ujar Agatha acuh.

“lalu, apa yang ingin kau katakan?” terdengar Edgar bertanya dengan nada dingin.

Agatha menjilat bibirnya sebelum kembali berbicara.

The Bastard's Secret Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang