Bab 34: Mimpi Berbeda

29 1 0
                                    

Edgar menghajar pria itu dengan membabi buta, tubuhnya lebam dan tak lagi berdaya serta nafas tersenggal menandakan sang pria berada di ujung kematian.

“Ed, hentikan kumohon.” lirih Agatha sekali lagi dengan suara tercekat.

Kepalanya berdenyut hebat ketika tiba-tiba bayangan lain kembali muncul dalam ingatannya, seorang anak lelaki meringkuk kesakitan tapi sekuat apapun Agatha mengingat kejadian itu terjadi di mana dan anak lelaki itu siapa yang ada kepalanya terasa panas dan siap meledak dalam sekejam.

“Dor!” hanya dalam sekali tembak pria malang itu bertemu ajalnya dan semua itu terjadi di depan mata Agatha.

“kau lihat, dia mati.” Edgar berjongkok di hadapan Agatha penuh aura kegelapan.

“kau iblis.” bisik Agatha berlinang air mata.

Edgar meraih dagu Agatha hingga maniknya bertatapan langsung dengan manik Edgar.

“Ya, kau penentu apakah aku akan menjadi iblis atau tidak.” balas Edgar.

“berdiri!” perintah Edgar.

Namun Agatha memang bukan wanita yang mudah patuh,dia memalingkan wajah ke arah lain mengabaikan perintah pria itu.

“kau ingin menyusul bajingan itu?” Edgar mengeluarkan kembali pistol miliknya, namun sebelum terjadi sesuatu yang mengerikan Agatha sudah berdiri.

Wajahnya yang ketakutan disertai dengan rasa bersalah membuatnya enggan meninggalkan mayat pria di dalam ruangan.

Semua karena tindakan nekatnya hingga merenggut empat nyawa orang lain. Kakinya terasa begitu lemas hingga tak mampu untuk berpindah.

Edgar yang tidak sabaran tiba-tiba menunduk lalu menggendong tubuh Agatha yang ringan di pundaknya seperti karung goni.

“Turunkan aku sialan!” Agatha menjerit saat kepalanya semakin terasa pusing dan bumi seakan berputar tak beraturan dalam pandangannya.

Tangan kecil itu tak berhenti memukul punggung Edgar yang keras namun sama sekali tidak berpengaruh pada pria itu.

Lalu tubuh Agatha terlempar di atas tempat tidur tanpa di sangka Edgar mengeluarkan borgol dari saku celananya dan memborgol sebelah tangan Agatha di kepala tempat tidur.

“lepaskan aku, tolong!” teriak Agatha memenuhi seluruh ruang kamar.

Terdengar suara pintu terkunci dari luar, artinya kini dia seorang diri di dalam kamar tanpa bisa melakukan apapun.

***

Sementara itu, Rafael menghajar habis-habisan seorang ajudan yang ia percaya.

“Aku memintamu menyebarkan berita itu pada media, sialan‼!” Kemarahannya sungguh telah meledak.

Ajudan yang seharusnya bisa memprediksi apa yang akan terjadi justru malah melakukan kekacauan atas semua rencananya.

Rafael telah membunuh dua orang ajudan yang menurutnya tidak berguna dan kini salah satu di antara mereka menjadi sasaran amukan Rafael.

“Manusia bodoh, tidak berguna‼!” Rafael menendang pria berbadan besar yang tekapar di lantai dengan tumit sepatunya.

Kali ini Rafael benar-benar ceroboh. Dia mengusap wajah karena amarah yang sudah menguasai dirinya. Dia melempar beberapa botol ke arah para ajudan yang berdiri di ruangan itu.

“Fuck‼!” teriaknya hingga urat-urat lehernya terlihat hampir putus serta wajahnya yang memerah.

---

Tidak jauh beda dengan Alan, setelah mendapat pesan dari Agatha beberapa jam lalu, dia dengan cepat menghubungi Rafael—namun semua terlambat.

Berbagai sumpah serapah keluar dari mulutnya untuk pria bodoh itu.

Keputusannya memilih Rafael karena pria itu bodoh sekarang terbukti dengan jelas jika Rafael memang sungguh bodoh dan tidak berguna.

Alan yakin jika bajingan itu masih terpopuler di kalangan mafia hanya karena dia memiliki uang dan harta warisan miliaran dollar. Jika soal otak, Rafael sungguh jauh di bawah Edgar.

***

“Apakah Rafael mendapat data itu dari Agatha?” tanya Edgar mengetatkan rahang bila mengingat tindakan ceroboh Agatha.

“Tidak tuan, Rafael hanya pihak ketiga,” jawab Dores.

“Namun dari penelusuran riwayat pesan di ponsel milik nona Agatha. Pemilik nomor yang menghubungi nona Agatha tidak lagi bisa di pulihkan, nomor itu di hapus permanen.” lanjut Dores.

Edgar mengernyit, hal itu hanya dapat di lakukan oleh orang yang sudah jenius. Edgar sangat tahu bagaimana para mafia akan menghapus data nomor telepon seperti itu hingga tidak lagi bisa di lacak.

Dia mengusap wajahnya yang terlihat kusam dan lelah.

Dia sudah mengetahui jika Agatha mencuri data dari komputernya, hari di mana Agatha melakukan hal itu Edgar tengah berkeliling perusahaan. Dia mendapat notifikasi peringatan bahaya di ponselnya namun Edgar tidak menyangka jika Agatha akan berlaku nekat hingga menyerahkan data penting itu kepada musuhnya.

“Dores, mengenai proyek baru silahkan ubah ke rencana kedua,”

“Sementara sejumlah material bahan, tetap tahan dalam beberapa waktu hingga kita berhasil mengeluarkan produk baru.” ucap Edgar.

Rencananya kali ini adalah dengan menahan pemasokan bahan senjata ke beberapa negara untuk mencegah munculnya produk baru dengan rakitan yang sudah di ketahui oleh Rafael.

Edgar selalu membuat sistem rakitan cadangan karena demi menghindari hal-hal seperti ini.

“baik, tuan.” jawab Dores.

“Sebisa mungkin percepat proses produksi yang baru,” lanjut Edgar.

“baik, Tuan.” jawab Dores patuh.

Meski rakitan senjata baru milik perusahaannya kini telah di ketahui oleh Rafael namun pria itu tidak akan bisa melakukan apapun jika Edgar menahan semua pemasokan bahan senjata.

Mungkin banyak yang menjual bahan senjata selain perusahaan Edgar tapi yang di akui dunia hanya bahan dari milik perusahaannya—sebagai barang terbaik.

Jam sudah menunjukan pukul tiga dini hari, Edgar perlahan masuk ke dalam kamar Agatha.

Dia menemukan wanita itu meringkuk bagai bayi dengan pergelangan tangan yang membiru karena borgol.

Edgar mendekat lalu duduk di pinggiran tempat tidur. Apa yang ia lakukan tadi semua di luar kendali dirinya, dia gelap mata dan marah kepada Agatha yang tidak berpikir panjang saat bertindak.

Tangannya bergerak ke arah pipi Agatha, kemudian mengelus kulitnya yang terasa lembut.

“Sekarang kau tahu bahwa aku bukan manusia baik?” bisiknya seolah-olah Agatha dapat mendengarnya.

“Aku memang iblis seperti yang kau katakan, Agatha.” … “dan kau masih tetap gadis suci yang polos—atau bodoh, naif?” lanjutnya berbisik dengan suara serak.

Sebelum kembali ke kamarnya, Edgar mengecup bibir Agatha sekilas.

Menjelang matahari bersinar cerah Agatha terlonjak kaget dari mimpi yang membuat tubuhnya bercucuran keringat.

Dia ingin mengusap wajahnya ketika tersadar salah satu tangannya di borgol.

Mimpi itu …

Selama ini dia biasa bermimpi buruk tentang kecelakaan mobil.

Namun mimpi buruk kali ini berbeda, anak lelaki itu sungguh tidak asing. Tapi apa yang terjadi? mimpi itu hanya sebatas bayangan mengabur di mana seorang pria dewasa memukuli habis-habisan seorang anak lelaki.

Entah bagaimana, Agatha sontak memegang dadanya yang terasa sesak. Dia merasakan kesedihan yang tidak ia mengerti.

Bahkan mimpi itu sendiri seperti lukisan abstrak yang samar dan mengabur. Lantas hal apa yang membuat hatinya merasakan kesedihan?

Pintu kamar terbuka membuyarkan lamunan Agatha. Edgar berdiri di ambang pintu dengan sebuah nampan berisi sup dan jus. Aroma makanan yang menggugah rasa lapar membuat Agatha menelan ludah tanpa sadar.

The Bastard's Secret Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang