Happy reading...
Guyuran air dari langit turun begitu deras, menumpahkan semuanya tanpa memberikan sisa sehingga Vendra buru buru mencari tempat untuk berteduh dari hujan yang yang slalu menjadi kesukaannya, tapi untuk kali ini tidak.
Sama seperti Vendra, seseorang yang mengendarai motor sport berwarna hitam berhenti di depan tempat Vendra berteduh kemudian orang itu turun dari motor dan ikut bergabung disamping Vendra.
Sesekali mata Vendra melirik kearah orang itu yang memakai seragam yang sama dengan dirinya tapi Vendra tak begitu tertarik mengajak untuk mengobrol di sela kesunyian yang tercipta.
Tiba tiba sebuah jaket yang entah milik siapa membalut tubuhnya, memberikan kehangatan yang Vendra butuhkan.
" Biar nggak kedinginan." Ucap orang itu sembari melepas helm full face yang sedari tadi ia kenakan.
Vendra lantas mendongak, siapa yang tak hapal suara itu, suara berat tapi sangat sopan memasuki gendang telinga membuat siapapun gadis yang mendengarnya akan diajak melayang layang ditambah sekarang pemilik suara itu sedang tersenyum kearah Vendra.
Pipi Vendra bersemu melihat senyuman yang slalu menjadi kesukaannya saat melihat orang itu.
" Makasih kak." Ucap Vendra kikuk.
Gadis itu melepas tasnya dan memakai jaket pemberian Zavin. Bau harum parfum laki laki itu menyeruak di indera penciuman Vendra saat memakai jaket itu dan entah mengapa atau ini hanya halusinasi saja, rasanya sedang dipeluk erat oleh laki laki itu.
" Kadang ada masa dimana seseorang yang akan mengajarkan hadir sekedar singgah tapi tak sungguh di hidup kita, dia hadir hanya sekedar mengisi ruang kosong dan memperbaiki kembali rumah yang sudah rusak setelah rumah itu sudah selesai di perbaiki dan siap untuk ditinggali lagi, dirinya akan pergi tanpa niat untuk berkunjung lagi." Tutur Zavin, sorot matanya menatap lurus kearah gemuruh air hujan yang diisi kilatan petir tanpa melirik kearah orang yang ia ajak bicara.
" Tapi aku nggak mau ada orang yang seperti itu di hidupku, bagiku aku seperti memanfaatkannya dan menyakitinya kak." Tolak Vendra. Sungguh dirinya tak mau menjadi orang seperti itu, memanfaatkan sekaligus menyakiti untuk kepentingan pribadi itu sungguh gila bagi Vendra.
Zavin terdiam lalu menghembuskan nafasnya perlahan. " Walaupun kamu nggak mau, kamu harus mau menerimanya karena semua sudah direncanakan."
Namun suara itu tak begitu jelas Vendra dengar sebab saat Zavin mengatakannya bersamaan suara gemuruh petir yang saling menyahut begitu keras hingga Vendra tanpa sadar menutupi telinganya untuk meredam suara itu.
" Kakak tadi bilang apa?" Tanya Vendra meminta mengulangi, bukannya menjawab pertanyaan itu Zavin malah mengalihkannya dengan pembicaraan lain yang jauh berbeda dari topik awal.
' lagi lagi aku dibuat nggak mengerti.'
" Vera Minggu depan mau jalan-jalan? Aku pengen ngajak kamu mengenal lebih dalam dunia seni." Ajak Zavin, mata hitam legam milik laki laki itu berbinar-binar penuh semangat.
Vendra mengerjapkan matanya berulang kali, sungguh ia tak menyangka Zavin akan memperkenalkan dunia seni, ini adalah kesempatan bagus untuk dirinya lebih mengenal dunia seni yang terkenal oleh kebebasan dalam mencurahkan kreativitas dan perasaan.
Tanpa ba-bi-bu Vendra menganggukkan kepalanya antusias. " Mau kak."
Hal itu sukses membuat Zavin gemas akan tingkah Vendra sehingga tanpa sadar tangan kekarnya mengusap lembut rambut hitam Vendra yang basah oleh air hujan.
" Aku yakin setelah ini kamu semakin menyukai dunia seni sampai enggan berpaling dari dunia itu."
*******
KAMU SEDANG MEMBACA
RINTIK PILU
Teen Fiction'' TUHAN, TOLONG BANTU AKU MEMBUNUH PERASAAN INI." ***** Menjadi permata pengganti bukanlah perkara mudah hingga Zavin lambat laut kehilangan siapa dirinya. Sungguh hidup Zavin selama dua tahun terakhir setelah kejadian itu hanyalah mononton selayak...