CHAPTER 14. |• ALASAN DIBALIK SEMUANYA

19 4 0
                                    

Happy reading...

Bulan Desember bulan yang menjadi bulan penutup tahun sekaligus bulan paling menyedihkan bagi Zavin serta semua orang yang ditinggalkan oleh Aidan, bulan yang memberikan terlalu banyak pelajaran mengenai kepergian dan mengikhlaskan. Dan sekarang Zavin kembali belajar lebih tepatnya dipaksa melepaskan tanpa ada kata ikhlas didalamnya

Hampa, satu kata yang menggambarkan hidup Zavin saat ini, laki laki menatap kosong dengan wajah tanpa ekspresi ke arah jendela kamar yang mengarah langsung ke kobaran api yang membakar habis jaket kebanggaannya beserta foto foto bersama sahabat sahabat seperjuangannya di geng motor yang sudah ia anggap sebagai rumah untuknya pulang.

Lelah? iya, marah? tentu saja, tapi tak bisa melakukan apa apa. Satu minggu dilarang keluar rumah dan menjalani homeschool, jujur rasanya seperti dipenjara di jeruji besi yang kasat mata. Semua itu keluarganya lakukan demi dirinya tapi bagi Zavin itu bukan untuk dirinya melainkan untuk sebuah ambisi yang mereka inginkan untuk bisa mendapatkan pengganti dari permata yang sudah rusak.

Kemudian pandangannya ia alihkan ke bunga khrisan yang sudah layu, bunga itu seharusnya Zavin letakkan di makam Aidan tapi tidak Zavin lakukan, baginya jika meletakkan bunga itu kepergian kakaknya adalah hal nyata yang sampai sekarang masih ia anggap sebagai mimpi buruk.

Rasa hangat genggaan tangan kakaknya masih jelas Zavin rasakan sampai saat genggaman itu hilang dan dirinya tak bisa menggenggam kembali tangan itu untuk mencegah kakaknya yang berada di ujung kematian. Dan karena itu Zavin mulai membenci tangannya  yang tak becus menyelamatkan satu nyawa.

Tangannya mengambil sebuah pisau lipat yang berada di atas meja, pisau itu ia arahkan ke lengan tangannya dan menyayatnya hingga darah bercucuran. Ada rasa senang saat melakukan itu, seperti rasa bencinya bisa terlampiaskan hingga ia sama sekali tak merasakan sakit atas luka itu.

Tanpa mengetuk pintu seseorang berpakaian rapi dengan jas hitam terbalut ditubuhnya melemparkan beberapa lembar foto kearah Zavin. Dengan gerakan enggan Zavin memungutnya, matanya membulat sempurna setelah melihat foto itu.

" PA." Bentak Zavin, nafas laki laki itu naik turun.

" Marah? Silahkan, tapi ingat Vin papa melakukan itu sebagai bentuk hukuman ke kamu sekaligus mereka yang sudah menyeret kamu masuk ke geng motor sialan itu, dan jika mereka tetap melakukan hal sama papa pastikan akan melakukan lebih dari ini, ingat itu."

Tubuh Zavin seketika lemas, kenapa semuanya berubah seperti ini, Ergion hancur karena dirinya, ia gabung ke geng motor itu karena keinginannya bukan karena keinginan mereka. Zavin ingin menjelaskan semuanya ke Brian tapi sepertinya itu percuma. Papanya lebih peduli dengan apa yang ia tau tanpa mendengarkan penjelasan putranya.

Sebagai ketua, Zavin merasa malu dan marah pada dirinya sendiri karena tak bisa melindungi anggotanya. ' maaf maafin gue.'

Dari sorot mata Brian tak ada sedikitpun perasaan iba atau kasian melihat putranya yang hancur, hatinya seolah tertutup dan menjadi lebih keras kepada putranya setelah gagal menjadi seorang ayah.

" Jangan menangis, laki laki tak pantas untuk menangis." Ketusnya mengingatkan, entah sudah berapa kali Zavin mendengar kalimat sama yang keluar dari mulut papanya, kalimat yang sama dan terus berulang sampai alam bawah sadarnya menuruti peringatan itu.

Tangan Brian lalu mencengkeram tangan Zavin yang berlumuran darah hingga darah itu melumuri tangannya.

" Sudah papa bilang jangan pernah lakuin ini Zavin, papa nggak mau ada kecacatan di tubuh kamu." Ketusnya.

RINTIK PILUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang