Happy reading...
Zavin menghisap sebatang rokok yang ada disela jari telunjuk dan jari tengahnya, kemudian menghembuskan asap putih dari mulutnya yang mengalun kesana kemari.
Satu bungkus rokok sudah Zavin habiskan dan yang ada di jati laki laki itu sekarang adalah sebatang rokok terakhir yang ada dibungkus itu. Angkasa hanya bisa menghela nafas berat setiap kali melihat sahabatnya satu ini. Ia ingin sekali menghentikan kebiasaan buruk itu seperti sahabat yang lain tapi Angkasa urungkan mengingat dirinya sama saja seperti Zavin hanya yang membedakan adalah dirinya bukanlah perokok berat seperti Zavin.
Angkasa menatap kearah pengendara yang berlalu lalang. Sembari menikmati secangkir kopi hangat yang ia pesan di angkringan yang berada didepan rumah sakit tempat Sharla dirawat.
" Lo punya rokok lagi?" Tanya Zavin santai tanpa peduli sekarang rahang Angkasa mengeras menahan amarah padahal rokok yang ada disela jemari masih belum habis.
" Lo udah habis satu bungkus dan itu lebih dari cukup." Ketus Angkasa.
Zavin berdecak tak suka, Laki laki itu lantas beranjak tapi langsung dicegah oleh Angkasa. Angkasa tak akan membiarkan Zavin melewati batasnya lagi.
'' Lo boleh lakuin yang dulu sering lo lakuin saat bareng Ergion kalau sama gue, tapi bukan berarti gue biarin lo melewati batas, Vin.'' Ucap Angkasa. '' Ingat Vin, status Lo siapa dan janji kita bertujuh dulu untuk slalu jaga reputasi agar nggak menjadi batu sandungan karir orang tua.''
Zavin mengacak rambutnya frustasi. Zavin ingat slalu siapa dirinya dan janji itu hingga setiap ia melakukan sesuatu ia harus memikirkan apakah itu berimbas baik atau tidak hingga pada akhirnya Zavin kembali memilih ingkar dan tak peduli untuk mencapai keinginan yang ingin ia dapatkan.
'' Kenapa kita harus lahir di keluarga terpandang? Kalau disuruh memilih gue pengen lahir di keluarga sederhana yang nggak dilirik oleh media massa yang nggak mengenal arti privasi.''
Angkas mendengus, ia sepemikiran dengan Zavin, ia tak ingin kehidupannya dan kehidupan keluarganya di ekspor oleh media massa yang seperti tak bisa membedakan itu privasi atau bukan untuk memberikan kabar up to date. Angkasa benci itu, terutama berita yang memberikan kabar dengan cara dilebih lebihkan ataupun dikurangi dari fakta yang ada, seolah hal itu adalah hal lumrah untuk menarik pembaca serta pendengar berita agar bisa meraih royalti yang cukup besar.
Selain itu yang membuat Angkasa tidak suka adalah pandangan masyarakat terhadap dirinya dan keluarga, ada yang menjauh karena merasa tak sebanding, ada juga yang seperti ular memanfaatkan akan kelebihan mereka, tapi bukan berarti orang yang mau mengulurkan tangannya tanpa merasa malu atau memanfaatkan keluarganya itu tidak ada, masih ada orang yang seperti itu dan itu membuat Angkasa lebih nyaman karena dianggap setara dan bukan dianggap sebagai orang yang luar biasa.
'' Gue juga pengen kaya gitu tapi kita bisa apa, memangnya ada manusia yang bisa mengubah takdir?"
" Nyatanya bang Idan bisa." Jawab Zavin cepat.
Angkasa membisu, seandainya Aidan tak memilih mengakhiri hidupnya, Angkasa yakin laki laki itu masih berada di samping mereka dengan tawa renyah yang menular itu dan mungkin sekarang laki laki itu sedang mengejar mimpinya dibangku kuliah di kampus favorit di negaranya ini.
Nana yang baru saja datang lantas merampas putung rokok yang ada di sela jemari Zavin lalu mematahkannya, Zavin berdecak kesal, rokok terakhirnya tak lagi bisa ia hisab.
" Bisa nggak sih lo berhenti ngerokok? dan Lo, Sa, kenapa nggak cegah Avin!" Amuk Nana.
Zavin memutar matanya malas, laki laki itu lantas beranjak dari duduknya dan kembali ke angkringan. '' Bang, rokoknya satu.''
KAMU SEDANG MEMBACA
RINTIK PILU
Teen Fiction'' TUHAN, TOLONG BANTU AKU MEMBUNUH PERASAAN INI." ***** Menjadi permata pengganti bukanlah perkara mudah hingga Zavin lambat laut kehilangan siapa dirinya. Sungguh hidup Zavin selama dua tahun terakhir setelah kejadian itu hanyalah mononton selayak...