Happy reading...
Siang ini cahaya matahari bersinar begitu teriknya hingga terasa seperti membakar kulit, Arjuna yang baru saja keluar dari hotel menggantikan Brian untuk ikut rapat tiba tiba mendapati sebuah pesan yang mengajaknya membuat janji temu di sebuah cafe yang dekat taman kota. Dari lubuk hati terdalam Arjuna ingin menolaknya karena perjalannya kesana dan tempatnya berada membutuhkan waktu kira kira satu jam, belum lagi jika terjebak macet pasti akan lebih dari satu jam.
Selama perjalanan, Arjuna sama sekali tidak fokus, rasa penasaran akan tujuan pertemuan ini memenuhi hatinya, sebab sang pengirim pesan itu tak pernah sekalipun melakukan ini, kalaupun pernah mungkin orang itu akan langsung datang ketempat Arjuna berada bukan meminta Arjuna untuk datang.
2 jam lebih 15 menit akhirnya Arjuna sampai di tempat tujuan, umpatan serta protes ia ucapkan kepada pemerintah yang sampai masih belum bisa menangani masalah macetnya jalan.
Setelah sedikit merasa tenang, Arjuna memutuskan masuk kedalam cafe, ia menoleh kesana kemari mencari keberadaan Aidan yang ternya duduk di pojok cafe, tersisihkan dari ramainya pengunjung.
Arjuna lantas menarik kursi didepan Aidan bersamaan Aidan menyodorkan minuman dingin kepadanya, dengan senang hati Arjuna menerimanya meskipun minuman itu tak lagi dingin.
" Bang Arjun, cake disini enak bang Arjun harus cobain." tutur Aidan dengan seulas senyum tersungging di wajahnya.
" Ya, nanti saya akan mencobanya." Jawab Arjuna tanpa ada nada dingin didalamnya.
Dari kedua keponakannya Arjuna lebih dekat dengan Aidan, kalau dengan Zavin entah kenapa emosinya akan slalu tersulut sehingga berakhir adu mulut dengan laki laki itu.
Aidan menceritakan banyak hal yang entah itu dunia bisnis atau isi dari buku yang akhir akhir ini laki laki itu baca kepada Arjuna, Arjuna senantiasa mendengarkan semua itu.
" Tuan muda to the points saja, saya tau anda ingin mengatakan sesuatu." Ucap Arjuna saat Aidan menghentikan ceritanya sejenak untuk membasahi tenggorokannya yang terasa kering.
Aidan tersenyum, ternyata percuma mengulur waktu dengan basa basi menceritakan banyak hal sebelum masuk ke inti dari pertemuan ini.
" Sejauh apapun saya melangkah untuk mengejar mimpi saya, pada akhirnya saya harus mengikhlaskannya dan menuruti keinginan keluarga ini tapi untuk Zavin nanti, saya harap dia tak bernasib sama seperti saya." Aidan menghentikan sejenak ucapannya untuk menetralkan perasaan sesak yang tiba tiba hadir. Bagaimana pun mimpi yang tak bisa kita gapai akan berubah menjadi sebuah goresan luka yang akan abadi bersarang di hati dan nantinya akan sulit untuk disembuhkan.
" Jadi saya minta tolong, tolong berjanjilah pada saya untuk slalu bantu dan lindungi Zavin agar bisa mengejar mimpinya sesuai apa yang dia inginkan."
Senja mulai menampakkan kehadirannya yang berarti kita akan berpisah dengan matahari dan akan berjumpa dengan bulan dan bintang di gelapnya malam tanpa ujung.
Setelah menaburkan bunga di sebuah gundukan tanah, Arjuna menatap kosong kearah batu nisa yang tertancap di ujung gundukan tanah itu hingga Arjuna tanpa sadar meneteskan air matanya.
" Maaf, maafkan saya Aidan, saya tak bisa menepati janji saya, saya gagal, saya tak bisa melindungi mimpinya."
*****
Zavin melempar asal helm yang ia kenakan tak peduli jika nantinya helm itu rusak, langkah lebarnya berlari tergesa-gesa memasuki rumah mewah itu. Setelah mendapatkan pesan dari Arjuna yang melarangnya untuk pulang, Zavin langsung keluar dari kelas bimbel tanpa mengatakan sepatah kata pamit. Degup jantung Zavin terasa dipacu oleh rasa penasaran karena tak pernah sekalipun Arjuna melakukan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
RINTIK PILU
أدب المراهقين'' TUHAN, TOLONG BANTU AKU MEMBUNUH PERASAAN INI." ***** Menjadi permata pengganti bukanlah perkara mudah hingga Zavin lambat laut kehilangan siapa dirinya. Sungguh hidup Zavin selama dua tahun terakhir setelah kejadian itu hanyalah mononton selayak...