Happy reading...
Zavin menatap kearah gadis yang memiliki senyuman manis yang dulu menjadi candu baginya. Gadis itu berdiri tepat di depan Zavin dengan tangan menyodorkan sebuah tas kecil yang berisikan bekal makanan buatan gadis tersebut.
" Maaf ya dulu aku nggak pernah buatin kamu bekal makanan, karena aku kurang PD dengan masakanku sendiri, jadi sebagai gantinya dulu, hari ini aku buatin bekal untuk kamu, aku harap kamu menyukainya, Ra." Tutur Aleta dengan senyum mengembang, tangan lentik gadis itu menarik tangan Zavin untuk memegang bekal makanan itu.
" Aku pergi sekolah dulu, semangat belajarnya, Raja." Setelah mengatakan itu Aleta berlari kecil menghampiri motornya yang terparkir dekat dengan halte. Aleta harap satu perbuatan kecil yang ia lakukan bisa kembali mengetuk pintu Zavin yang terkunci rapat.
Zavin menatap kearah Aleta yang melambai lambaikan tangannya sebelum menancapkan gas motornya untuk berlalu pergi.
" Gue nggak tau harus mulai dari mana untuk kasih tau ke lo bahwa kita tak lagi ada kata kembali."
*****
Seperti biasa setiap kali jam istirahat Zavin dan Vendra slalu berada diruang musik, kali ini sesuai janji Zavin, laki laki itu mengajarkan Vendra teknik menggambar wajah yang selama ini laki laki itu pelajari. Tapi sayangnya di ruangan itu tak ada meja, ada pun salah satu kaki meja rusak sehingga mereka memutuskan untuk duduk di lantai dengan kursi dijadikan sebagai meja.
" Pertama buat lingkaran lalu buat garis vertikal di tengah lingkaran hingga panjang garisnya dibawah lingkaran, setelah itu buat garis horizontal sebanyak tiga dengan jarak kira kira ½ atau kurang lebih jaraknya sama panjang."
" Setelah itu apa?" Tanya Vendra antusias, seperti seorang anak kecil yang baru saja dibelikan hadiah yang selama ini diinginkan.
Zavin tersenyum tipis, '' Setelah itu buat dagu dengan ujungnya pas pada garis horizontal bagian bawah."
" Buat lagi garis horizontal sebagi patokan untuk membuat mata, hidung dan bibir... Oh ya jarak antara hidung dan mata sedikit jauh ya tapi nggak terlalu jauh kira kira bagimu pas, Ra." Ucap Zavin mengingatkan point penting yang slalu menjadi problem saat membuat sketsa wajah.
KAMU SEDANG MEMBACA
RINTIK PILU
Novela Juvenil'' TUHAN, TOLONG BANTU AKU MEMBUNUH PERASAAN INI." ***** Menjadi permata pengganti bukanlah perkara mudah hingga Zavin lambat laut kehilangan siapa dirinya. Sungguh hidup Zavin selama dua tahun terakhir setelah kejadian itu hanyalah mononton selayak...