Happy reading...
'' Apa kamu memiliki seseorang yang kamu suka, Zavin?'' Tanyanya lembut tapi menusuk. Tangan lentiknya meletakkan handphone Zavin yang tadi ia lihat. Ia tau semuanya isi dari pesan di aplikasi chatting putranya dan berbagai hal yang putranya sembunyikan di handphone itu, ia mengetahuinya tanpa terkecuali.
Wanita itu menatap lamat kearah Zavin yang tak kunjung menjawab pertanyaannya. Waktu terus berlalu tapi Zavin masih diam membisu. Siapapun di dunia ini pasti memiiki seseorang yang disukai tapi Zavin tak bisa mengatakan siapa orang itu ke siapapun tak terkecuali keluargganya.
'' Kamu tak ingin menjawab pertanyaan mama?'' Tanyanya lagi berjalan mendekat kearah Zavin yang berdiri mematung.
Tangan wanita itu mengelus lembut rambut hitam Zavin, yang hal itu sukses membuat Zavin memalingkan wajahnya dengan tangan mengepal kuat. Pasokan oksigen rasanya tak ada sama sekali untuk Zavin hirup, dirinya merasa berada di sebuah ruangan gelap gulita yang pengap tanpa remang remang cahaya.
'' Tatap mata mama Zavin!'' perintahnya yang sama sekali tak di turuti. Kesabaran Sharla kian menipis menghadapi sikap Zavin yang baginya kekanak kanakan sehingga ia mencengkeram rahang putranya dan ia tolehkan kearahnya sehingga bisa bertatapan langsung.
Linu, itulah yang Zavin rasakan saat kuku itu menusuk kulit wajahnya, Zavin memilih memejamkan matanya sebagai bentuk meredam rasa sakit yang ditorehkan.
'' Kamu tau kan prinsip mama itu mirip seperti papa yaitu nggak suka di bantah jadi buka matamu Zavin.'' Zavin mendengar itu lantas membukanya, tubuhnya bergidik melihat wajah mamanya yang merah padam menahan gejolak marah.
'' Good.'' Pujinya yang bagi Zavin seperti sebuah racun.
'' Sebelum kamu meraih apa yang kami inginkan tolong jangan bermain main, terutama bermain dengan perasaan yang sewaktu waktu bisa menusuk mu dari belakang... Jadi untuk mencegah itu mama harap lupakan seseorang yang kamu sukai itu, Zavin." Tutur Sharla lembut.
Degg...
Tubuh Zavin seketika lemas, bagaimana bisa ia melupakan orang yang ia suka, tunggu jangan bilang ini seperti permintaan papanya untuk melepaskan Ergion yang sudah ia anggap sebagai rumah. Kali ini Zavin tak bisa menurutinya, ini menyiksa dan sangat sulit. Dari lubuk Zavin, kini bertanya tanya apa semua yang sudah ia lakukan masih belum cukup.
Tangan itu beralih mengusap lembut pipi Zavin penuh sayang.
" Mama harap kamu bisa mengerti, walaupun ini menyakitkan tapi ini demi kamu, mama nggak mau kamu gagal karena orang yang kamu sayangi itu." Tuturnya berlalu pergi meninggalkan Zavin sendirian.
" Bangsat." Umpat Zavin sembari menghantamkan tangannya di dinding.
" Lagi dan lagi slalu bilang ini semua demi gue tapi kalian nggak sadar selama ini kalian memperlakukan gue selayaknya boneka... Ma, pa gue ini putra kalian." Tuturnya pilu, tangan Zavin menarik kuat rambutnya. Ia frustasi dengan tekanan dan permintaan keluarganya yang belum berkesudahan malah terus bertambah seiring waktu.
Sampai kapan Zavin harus bertahan, sampai kapan kebebasan Zavin direbut secara paksa. Laki laki itu ingin bebas seperti burug diangkasa tapi nyatanya semua itu terasa semu.
" Capek ma, pa, Zavin capek... Z-zavin punya hati, punya perasaan tapi kenapa seolah perasaan itu harus dibunuh secara paksa sampai terasa mati." Lirihnya.
Sebagai bentuk melampiaskan semuanya Zavin kembali menghantamkan tangannya sekeras mungkin kearah dinding, hal itu sukses membuat luka baru ditangannya. Zavin tak peduli lagi jika Haikal akan marah sebab yang ia pedulikan adalah tempat melampiaskan semua amarahnya yang sudah menumpuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
RINTIK PILU
Teen Fiction'' TUHAN, TOLONG BANTU AKU MEMBUNUH PERASAAN INI." ***** Menjadi permata pengganti bukanlah perkara mudah hingga Zavin lambat laut kehilangan siapa dirinya. Sungguh hidup Zavin selama dua tahun terakhir setelah kejadian itu hanyalah mononton selayak...