CHAPTER 19 |• AKU MANUSIA JAHAT

21 3 0
                                    

Happy reading....

Zavin menatap lekat kearah boneka kesayangannya, boneka yang berbentuk karakter kartun kesukaannya yaitu Moomin. Boneka itu hadiah dari Sharla saat dirinya berumur empat tahun, Zavin merawat boneka itu dengan baik hingga ia mengoleksi boneka dan barang barang yang berkaitan dengan karakter yang mirip kuda nil itu, tapi jangan panggil boneka itu kuda nil jika di depan Zavin, Zavin akan marah dan siap menceramahi seharian suntuk menjelaskan bahwa boneka itu bukan kuda nil melain peri yang slalu memberikan kehangatan.

Puas hanya menatap boneka itu, Zavin lantas memeluknya erat, kebiasaan seperti ini sering ia lakukan saat ia membutuhkan sebuah pelukan hangat dari keluarganya dan kebiasaan lainnya yang sering Zavin lakukan adalah menceritakan sesuatu yang sulit ia ceritakan kepada Aidan ataupun sahabat sahabatnya yang lain kepada boneka itu.

" Tak masalah kan gue menebus dosa gue ke orang lain yang tidak bersangkutan? Tuhan nggak melarang itu kan, peri?" Tanya Zavin.

Zavin ingin menebus dosa besarnya agar rasa bersalah ini tak terus terusan menghantuinya. Pelukan semakin erat mengingat besok dirinya mengantar Vendra untuk bertemu Aidan. Zavin bingung harus menceritakannya darimana, selain itu akankah Vendra sanggup menerima kenyataan.

Karena hanyut dalam gemuruh pertanyaan dan kebingungan yang memenuhi otaknya, Zavin sampai tak menyadari keberadaan Brian yang duduk disampingnya dengan senyum mengembang.

Elusan tiba tiba Zavin dapati, tanpa sadar laki laki itu reflek menepisnya dengan kasar, hal itu membuat senyum Brian yang terpatri seketika pudar.

Menyadari itu, buru buru Zavin meminta maaf sembari merutuki kesalahannya yang tak bisa mengontrol tindakannya.

Brian lantas mengedarkan pandangannya kearah kamar Zavin yang berantakan penuh dengan lukisan, pandangan itu lantas tertuju ke arah lukisan Zavin yang terpajang di spanram, Brian sama sekali tak paham apa yang hendak Zavin lukis sebab lukisan itu terlihat berantakan dengan campuran warna yang dominan gelap.

" Zavin, jangan jadikan seni sebagai profesimu."

Zavin menoleh kearah Brian dengan tangan meremas kuat boneka Moomin, '' Kenapa? Tolong jelaskan kenapa tidak boleh, pa! Apa karena seni termasuk dalam jurusan untuk orang yang tidak terlalu pintar jadi papa melarangnya.''

Hanya karena seni berfokus pada kreativitas bukan pada soal soal sulit yang berfokus dengan hitung hitungan atau hafalan jadi dianggap sebagai bodoh, Zavin benar benar tak paham.

" KARENA SEJAK AWAL MIMPIKU SUDAH KAMI TENTUKAN, ZAVIN." Bentak Brian.

Ternyata bukan hanya kebebasannya yang direnggut tapi mimpinya juga, Zavin sungguh tak paham sebenarnya dirinya putra mereka atau bukan, kenapa terus terusan dituntut untuk patuh seperti anjing.

" Apa ini salah satu alasan abang pergi? Karena mimpinya direnggut secara paksa." Ucap Zavin berargumen.

" Kadang aku merasa aneh sama papa dan mama, kesalahan yang sudah dilakukan seharusnya tak perlu dilakukan lagi dan lebih baik introspeksi diri tapi papa dan mama malah sebaliknya, terus terus melakukan kesalahan yang sama." Ucap Zavin mengutarakan kalimat yang selama ini slalu tertahan didalam mulutnya. Zavin ingin menyadarkan kedua orang tuanya bahwa yang selama ini yang mereka lakukan adalah salah.

Zavin merasa sesak akan semua ini, lantas memilih bangkit dari duduknya tak peduli boneka kesayangannya jatuh tergeletak tak berdaya di lantai, laki laki itu terus berjalan menjauh mengambil jaket beserta kunci motor.

" ZAVIN." Panggil Brian menggelegar, tapi sama sekali tak digubris oleh Zavin hingga suara pintu yang dibanting mengundang perhatian seisi rumah.

Lagi dan lagi apa yang dilakukan Brian kembali menyulutkan pertengkarannya dengan Zavin, usaha selama ini untuk bisa dekat dengan Zavin terkesan sia-sia. Nafas laki laki paruh baya itu memburu menahan amarah yang bergejolak.

RINTIK PILUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang