Happy reading...
Derap langkah yang terdengar tergesa-gesa dari ujung koridor rumah sakit, raut wajah mereka khawatir dan air mata terus membanjiri wajah wanita paruh baya itu yang sekarang dipeluk erat oleh laki laki yang menggenakan seragam kepolisian.
Zavin mengetahui itu lantas bangkit dari duduknya dan bersamaan sebuah tamparan keras melayang di wajah Zavin hingga memberikan bekas kemerahan disana.
" Lo apain adik gue?!" Bentak Zavira setelah sebuah tamparan ia layangkan kearah Zavin, gadis itu hanyut dalam gemuruh amarah yang tak bisa dikontrol
Zavin hanya diam dengan tangan satunya memberikan isyarat bahwa Yudha dan Arjuna untuk tetap tenang ditempatnya sebab permasalahan ini adalah urusannya dan mereka berdua tak berhak ikut campur.
" Katanya dia pergi untuk ketemu Aidan dan sekarang laki laki brengsek itu dimana?!" Murka Zavin, matanya menjalar ke penjuru arah mencari dimana keberadaan Aidan sekarang. Kalau mereka benar benar bertemu Aidan dan tiba tiba Vendra dilarikan ke rumah sakit, otomatis Aidan akan berada disini. Bukankah laki laki itu tulus mencintai Vendra.
" Tolong jaga ucapan anda." Desis Zavin murka. Dirinya tak bisa membiarkan orang lain mencaci keluarganya terutama kakaknya.
Zavira tertawa melihat raut wajah Zavin yang menatapnya begitu dingin. Zavira akui tatapan yang diberikan sangat mengintimidasi hingga membuat bulu kuduknya berdiri.
" Gue bakal jaga ucapan gue kalau saja dia nggak ninggalin adik gue tanpa kepastian selama 2 tahun... Sekarang dia dimana? JAWAB!" Desak Zavira. Dara yang berada dibelakangnya berusaha menenangkan dengan cara mengelus bahu putri sulungnya tapi tangan itu ditepis oleh Zavira.
Zavira mencengkeram kuat bahu Zavin, menuntut laki laki itu untuk menjawab pertanyaan yang ia lontarkan.
" Kalau saya kasih tau, memangnya anda mau pergi kesana? Kalau iya, wau berarti anda ingin mati." Ucap Zavin sembari bertepuk tangan.
" Mau saya bantu?" Tantang Zavin. " Caranya mudah kok."
Amarah Zavira semakin memuncak hingga tangan yang tadinya mencengkeram bahu Zavin beralih menampar keras pipi laki laki itu hingga meninggalkan bekas kemerahan.
" Bajingan." Desisnya penuh dengan kebencian yang langsung dipeluk oleh Dara untuk meredam kemarahan putra bungsunya.
Zavin lantas mundur beberapa langkah, lalu berjalan menghampiri Cahya yang menatap kosong kearah kaca remang remang disela pintu yang memperlihatkan dokter yang sedang memeriksa kondisi Vendra.
" Saya minta maaf atas kejadian ini, saya... Saya tak bermaksud membuat Vendra seperti ini. Memang benar kita pergi menemui abang saya tapi-." Ucap Zavin menjeda sejenak dan kembali melanjutkan ucapannya menceritakan semua yang telah terjadi dengan menyembunyikan penyebab kematian Aidan.
Cahya senantiasa mendengarkan penjelasan Zavin dan syok dengan apa yang ia dengar bahwa Aidan sudah tiada. Sekarang Cahya bisa menyimpulkan penyebab Vendra bisa tak sadarkan diri. Putrinya bungsunya pasti terpukul dengan kabar itu karena tak bisa menerima bahwa laki laki yang ia tunggu selama ini tak lagi bisa ia temui untuk selamanya.
" Sekali lagi saya minta maaf." Ucap Zavin lalu membungkuk sebagai bentuk bahwa dirinya benar benar menyesal atas perbuatannya yang mengambil keputusan yang gegabah.
Cahya lantas menegakkan tubuh Zavin, dirinya tak suka ada seseorang yang membungkukkan tubuhnya didepannya.
" Tak perlu minta maaf malah saya berterima kasih karena kamu sudah membawa Vendra ke rumah sakit dan saya turut berdukacita atas kepergian Aidan." Tuturnya menepuk bahu Zavin dengan senyum tersungging diwajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RINTIK PILU
Teen Fiction'' TUHAN, TOLONG BANTU AKU MEMBUNUH PERASAAN INI." ***** Menjadi permata pengganti bukanlah perkara mudah hingga Zavin lambat laut kehilangan siapa dirinya. Sungguh hidup Zavin selama dua tahun terakhir setelah kejadian itu hanyalah mononton selayak...