Happy reading.....
Hampir seminggu sudah berlalu setelah Sharla diizinkan pulang karena kondisi wanita itu sudah mulai membaik, meskipun begitu Sharla harus rutin kontrol untuk meninjau perkembangan kondisi wanita itu.
Malam semakin larut Brian masih belum pulang, hal itu dimanfaatkan Sharla untuk memanggil Zavin. Ia ingin mendapatkan jawaban yang jujur dari putranya atas pertanyaan yang terus mengganjal dihatinya akhir akhir ini.
Sharla menatap putranya yang menundukkan kepala dengan tangan mengepal kuat hingga ujung jari jari laki laki itu berwarna putih. Sharla menghela nafasnya perlahan lalu meraih jemari putranya untuk ia genggam. Tangannya mengelus lembut telapak tangan Zavin untuk menghilangkan rasa perih di telapak tangan itu.
" Vin, jujur sama mama, sebenarnya kamu ada hubungan apa dengan Aleta?" Tanya Sharla to the points. Waktu itu setelah Zavin yang tiba tiba membanting pintu ruang rawatnya lalu masuk ke ruang rawatnya dengan wajah ditekuk, Sharla menyadari bahwa Zavin terlihat tidak nyaman hingga setiap kali diajak ngobrol, laki laki tak nyambung mirip sekali seperti orang linglung, selain itu Zavin slalu menghindari Aleta hingga meminta Yudha duduk diantara mereka sebagai penengah atau lebih tepatnya tembok penyekat diantara mereka berdua.
Zavin yang tak kunjung menjawab pertanyaan-pertanyaannya membuat Sharla semakin yakin bahwa diantara mereka berdua ada sesuatu yang sama sekali tak ia ketahui.
" Mama mohon Zavin, jawab pertanyaan mama." Pinta Sharla.
Zavin mengulum bibirnya yang terasa kering. " Nggak ada hubungan apa apa antara aku dan Aleta, hanya saja dia adalah gadis yang aku tinggalkan untuk menuruti kemauan mama dan papa."
Sharla membulatkan matanya, terkejut dengan kenyataan yang baru saja ia ketahui.
" K-kenapa harus dia? Kenapa kamu nggak kasih tau mama dari awal? Kalau sejak awal mama tau mungkin mama bisa bantu kamu mempertahankan hubunganmu dengannya." Ujar Sharla lagi dengan amarah yang tertahan. Ia menyayangkan sekaligus tak bisa membayangkan bagaimana marahnya Laras saat tau siapa laki laki yang pernah menyakiti putrinya itu dan betapa malunya dirinya jika bertemu dengan sahabatnya itu.
" Dulu aku maunya dia dan harus dia jadi milikku." Jelas Zavin, mengingat kembali betapa inginnya ia memiliki Aleta hingga segala cara Zavin lakukan untuk mendapatkan hati gadis itu, tak peduli jika caranya adalah slalu membuat Aleta marah padanya.
" Selain itu kenapa aku nggak kasih tau hubunganku dengan Aleta ke mama karena aku punya prinsip, ma, aku akan mengenalkan pasanganku ke kalian setelah aku yakin akan mengajaknya lanjut kejenjang lebih serius." Lanjutnya lagi, prinsip itu sudah ia tanamkan pada dirinya sejak ia duduk di bangku SMP, saat mendengarkan cerita temannya yang bingung harus menjawab apa setiap kali orang tuanya menanyai kabar tentang mantan pacarnya itu dan temannya khawatir jika ia mengajak pacar barunya ke rumah nanti akan disama samakan dengan mantan pacarnya.
" Zavin, apa kamu ingin kembali ke dia?" Tanya Sharla lagi, nada suara wanita paruh baya itu tak lagi penuh amarah melainkan nadanya suaranya begitu lembut.
Cinta pertama memiliki banyak cerita yang penuh dengan kenangan yang terus melekat, sehingga seringkali banyak orang yang sulit melupakan cinta pertama mereka dan berujung gagal move on sehingga berakhir memilih kembali menjalani hubungan dengan cinta pertama mereka lagi, meskipun rasanya tak semanis di awal. Sharla yakin pasti Zavin memiliki keinginan seperti itu, selain itu mengingat sorot mata Aleta kemarin waktu di rumah sakit saat melihat kearah Zavin, terpampang jelas bahwa gadis itu masih menyukai Zavin dengan tulus.
Zavin menggelengkan kepala. " Ma, aku nggak suka membaca cerita yang sama untuk kedua kalinya, aku lebih suka cerita baru yang membuatku penasaran akan akhirnya bagaimana tak peduli jika itu berlanjut hingga menghabiskan banyak waktu untuk membaca cerita itu yang tak kunjung usai." Jelas Zavin, mengutarakan keinginannya dengan sebuah kiasan.
KAMU SEDANG MEMBACA
RINTIK PILU
Teen Fiction'' TUHAN, TOLONG BANTU AKU MEMBUNUH PERASAAN INI." ***** Menjadi permata pengganti bukanlah perkara mudah hingga Zavin lambat laut kehilangan siapa dirinya. Sungguh hidup Zavin selama dua tahun terakhir setelah kejadian itu hanyalah mononton selayak...