Happy reading...
" KAK ZAVIN." Pekik Vendra senang, gadis itu langsung berlari menghampiri Zavin yang berdiri di tengah kerumunan orang yang sibuk dengan kegiatan mereka.
Pipi Vendra bersemu merah, ia tak bisa menggambarkan betapa senangnya dirinya hari ini karena bisa lebih mengenal dunia seni yang menurutnya penuh misteri dan keunikan tersendiri setiap maha karya yang dibuat oleh para seniman.
Vendra menghentikan langkahnya tepat di depan Zavin, mata hitamnya menatap lamat laki laki itu yang tersenyum manis. Sungguh Vendra semakin menyukai senyuman itu.
Tangan Zavin terulur mengacak gemas rambut gadis itu hingga membuat pipi Vendra menggembung karena kesal. Rambutnya menjadi berantakan karena ulah laki laki itu padahal ia sudah mati matian merapikan rambut itu agar terlihat rapi dan indah.
Bukannya minta maaf Zavin malah tertawa kecil, lalu tangannya yang tadi mengacak rambut Vendra beralih mencubit pipi Vendra.
" Kak!" Pekik Vendra kesal. Namun rasa kesalnya tergantikan oleh perasaan rindu saat saat bersama laki laki itu telah terobati.
Senyum Vendra sunggingkan, Vendra harap hari ini waktu berjalan lambat agar ia bisa menikmati waktu bersama Zavin, selain itu Vendra harap tak ada masalah yang menghampiri mereka yang membuat mereka semakin menjaga jarak hingga tak berkomunikasi satu sama lain.
" Udah sampai mana kamu tau tentangku?"
Raut wajah Vendra berubah masam, ditanya sampai mana Vendra ingin menjawab jujur ia sampai di Alaska yang jaraknya sangat jauh dari Zavin berada sekarang tapi ia tak bisa menjawab itu dan memilih untuk diam. Jujur ini sangat sulit mencari tau tentang laki laki itu, ia terus terus dibuat terombang ambing dengan sebuah pertanyaan baru yang muncul setiap kali dirinya selesai menanyai orang lain tentang Zavin.
Vendra ingin menyerah saja, tapi mengingat tujuannya ingin mengenal Zavin agar bisa membalas kebaikan laki laki itu ke dirinya sehingga Vendra kembali membangun kembali rasa semangat itu.
" Sulit?" Tanya Zavin dengan senyum licik tersungging diwajahnya.
Vendra mengangguk sebagai jawaban, ini lebih sulit daripada menjawab pertanyaan matematika yang hasilnya sudah pasti.
" Ra, kamu bisa melihatku dari mana saja karena setiap orang memiliki sudut pandang masing masing tapi yang harus kamu ingat aku nggak sebaik kamu pikirkan dan aku nggak sejahat orang lain lihat."
Kemudian tangan Zavin mengatungkan tangan kanannya didepan Vendra, " Ra, boleh genggam tanganmu?"
Vendra mengangguk lalu menyambut tangan Zavin, jemari mereka saling menaut satu sama lain. Hal itu membuat jantungnya berdetak tak karuan disusul desiran menggelitik di perutnya membuat Vendra tak kuasa untuk terus tersenyum dan sesekali curi pandang kearah Zavin.
" Slalu di sampingku dan jangan sampai genggaman tangan ini terlepas karena hari ini adalah penutupan pamerannya, aku yakin pasti banyak orang orang yang datang." Peringat Zavin.
" Iya, kak." Jawab Vendra.
Vendra bersyukur hadirnya Zavin di hidupnya, rasa aman dan nyaman yang laki laki itu berikan memberikan ketenangan bagi Vendra setelah dua tahun lamanya dihantui oleh perasaan resah dan ketakutan tentang Aidan.
Mereka berdua mulai melangkahkan kakinya memasuki galeri seni dengan perasaan tak sabar dan penasaran oleh lukisan serta benda benda apa saja yang dipamerkan disana dan makna apa yang terkandung dibalik benda itu.
****
Vendra terkagum kagum melihat lukisan yang terpajang di galeri seni, semuanya begitu indah dan memiliki pesan yang mendalam di setiap lukisan yang dipamerkan selain itu Vendra dibuat tak bisa berkata kata melihat patung yang ukirannya begitu detail, hingga Vendra bertanya tanya butuh berapa bulan untuk menyelesaikan patung itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
RINTIK PILU
Teen Fiction'' TUHAN, TOLONG BANTU AKU MEMBUNUH PERASAAN INI." ***** Menjadi permata pengganti bukanlah perkara mudah hingga Zavin lambat laut kehilangan siapa dirinya. Sungguh hidup Zavin selama dua tahun terakhir setelah kejadian itu hanyalah mononton selayak...