CHAPTER 25. |• MELUPAKAN KENANGAN

20 2 0
                                    

Happy reading...

Seminggu berlalu semenjak Vendra kembali masuk sekolah, semuanya sama sekali tak berubah hanya saja yang berubah adalah Zavin, laki laki itu menjauhinya tanpa alasan yang jelas. Setiap kali Vendra ingin mendekat laki laki itu dengan segera pergi menjauh hingga tak pernah sekalipun menginjakkan kakinya di ruang musik, tempat mereka sering bertemu.

Vendra tak tau harus berbuat apa jika ini terus berlanjut dan nanti bagaimana ia menebus semua kebaikan Zavin padanya jika diantara mereka berdua sudah asing. 

Vendra mengepalkan kedua tangannya dan menyemangati dirinya sendiri dengan mengatakan kata penyekat bahwa masih ada hari esok untuk memperbaiki semuanya.

Kemudian Vendra menatap layar poselnya yang memaparkan roomchat terakhir Aidan. Hari hari berlalu seperti biasanya namun rasa rindu dan tak percaya akan kenyataan yang ada masih menggrogoti hati Vendra terutama ia harus berpura pura baik baik saja untuk menutupi luka yang menganga, itu sangat melelahkan.

Vendra menggigit bibirnya, menahan gejolak air mata yang terus mendorong ingin keluar. Ia tak mau menangis disini, di tengah keramaian siswa siswi yang menunggu jemputan. 

Ini menyesakkan dan menyiksa bagi Vendra, matanya lalu tertuju pada tote bag yang berisikan jaket Zavin yang slalu ia bawa, tanpa berpikir lama lama Vendra memutuskan mengambil jaket Zavin dan memakainya. Lalu menutup wajahnya dengan tudung jaket itu.

Tangis pun pecah dengan kedua tangannya menutup mulutnya, menahan suara isak keluar. Vendra harap tak ada satu orang pun yang menyadari bahwa ia sedang menangis.

Sebuah usapan lembut menerpa kulit wajah Vendra. Vendra yang mendapati itu lantas mendongak, mata hitamnya beradu dengan mata seseorang yang slalu ia tunggu.

" Kak Ai." Pekiknya bergetar lalu berhambur memeluk tubuh laki laki  didepannya.

Zavin yang mendapati perlakuan itu mematung ditempatnya. Tangannya yang terulur ingin menepuk pucak kepala Vendra seketika Zavin urungkan.  Zavin sadar pelukan yang Vendra berikan ini hanya untuk abangnya, Zavin tak berhak membalasnya, sehingga laki laki itu hanya memilih diam.

Pelukan itu berlangsung cukup lama dan anehnya Zavin memikirkan Aleta. Bagaimana perasaan gadis itu sekarang setelah pertemuan terakhir mereka di pertandingan basket? Apakah gadis itu masih mengharapkannya kembali? Memikirkan itu semua membuat hatinya terasa tercabik cabik dengan rasa bersalah.

'' Kak, maaf aku udah lancang.'' Sesal Vendra setelah menyadari yang ia peluk bukanlah Aidan melainkan Zavin.

Gadis itu menundukkan kepalanya sembari menyeka sisa air mata. 

" Tak apa, Ra... Wajar kamu spontan melakukan itu, karena kamu melihatku sebagai abang bukan sebagai Zavin.'' Tutur Zavin dengan senyum yang ia paksa mengembang. ' karena mama slalu meluk gue saat rindu Abang dan memasak masakan kesukaan Abang padahal gue nggak suka masakan itu.'

Vendra semakin menunduk, pasti Zavin merasakan sakit hati karena harus berpura pura menjadi orang lain padahal menjadi orang lain pasti bukanlah keinginan laki laki itu.

'' Maaf, selama ini aku terus menghindar dari kamu, aku merasa malu sama abang karena nggak bisa nempatin janji buat jaga kamu.'' Sesal Zavin yang terus merutuki kesalahannya dalam mengambil keputusan yang ternyata malah semakin menambah luka bagi Vendra.

'' Kak, semuanya bukan salah kakak.'' Sangkal Vendra, ini adalah salahnya yang tak bisa mengontrol semua perasaan dan keinginannya yang tiba tiba meluap.

Zavin menggeleng, sampai kapanpun ini salahnya, bukan salah gadis itu.

'' Kak, dengerin aku, itu semua salahku, aku yang meminta kakak untuk segera mempertemukan aku dengan kak Ai tanpa tau resiko apa yang nanti aku tanggung.'' Tegas Vendra.

RINTIK PILUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang