⚠️ WARNING ⚠️ TOLONG BIJAK DALAM MEMBACA. BANYAK ADEGAN KEKERAN DAN DIHARAPKAN TIDAK BOLEH DITIRU.
Happy reading...
Hari ketiga setelah kejadian itu, Zavin memberanikan diri untuk datang ke studio lukis. Laki laki itu terdiam dalam waktu lama didepan kanvas yang penuh dengan coretan abstrak yang ia buat dengan menggunakan tangan kirinya yang belum pernah ia latih untuk melukis, ia menggunakan tangan kirinya karena tangan kanannya masih diperban dan sedikit saja jemarinya digerakkan untuk menggenggam atau mengambil barang akan memberikan rasa sakit yang menjalar hingga menembus ke tulang.
Bagi Zavin lukisan yang ia buat kali ini benar benar hancur mirip seperti dirinya yang hancur hingga rasanya kosong tak tau harus apa.
Sesakit ini rasanya saat mimpi yang ingin kita kejar dihancurkan berkeping keping hingga tak lagi sanggup mengejarnya lagi.
Zavin lantas beranjak dari duduknya dan berjalan kearah wanita yang telah membantunya mengarungi dunia seni yang begitu luas. Wanita itu sedang meletakkan kuas kuas ke tempatnya dan beberapa krayon ke wadahnya.
" Bu Riska." Panggil Zavin lembut, setelah menatap wanita itu dalam waktu lama.
Riska mendongak menatap kearah Zavin dengan senyum manis tersungging indah diwajahnya.
" Terimakasih ya Bu atas ilmu yang ibu berikan dan saya minta maaf jika selama ini saya sudah melakukan kesalahan entah itu disengaja atau tidak... Hari ini saya izin untuk tak lagi mengikuti bimbingan ibu."
Zavin harus mulai melepaskan impiannya dan mulai berhenti mengarungi dunia yang berkaitan tentang seni, meskipun menyakitkan dan kembali menorehkan luka dihatinya.
Riska berusaha menahan air mata yang ingin tumpah dengan mengalihkan pandangan kearah lain sebelum ia kembali menatap kearah Zavin. Berkat Zavin lambat laut studio lukis ini mulai ramai dan padat oleh siswa atau siswi yang ingin belajar tentang teknik menggambar untuk melanjutkan ke perguruan tinggi atau hanya sekedar menuangkan hobi semata. Rasanya ucapan terimakasih masih belum cukup untuk membalas kebaikan laki laki itu.
Merasa sudah tenang dan dirinya bisa mengontrol semua perasaannya. Riska kembali menyunggingkan senyuman, tangannya meraih tangan kiri Zavin, membersihkan tangan yang penuh dengan noda cat itu dengan tisu basah.
" Ibu juga minta maaf jika selama ini ada tutur kata atau perilaku ibu yang kurang mengenakkan, ibu juga berterima kasih berkat kamu studio lukis ini mulai ramai oleh siswa siswi yang ingin belajar lebih dalam mengenai dunia seni." Ucap Riska tulus dari dalam hatinya.
Zavin tersenyum mendengarnya, jika hadirnya membawa sebuah manfaat, Zavin benar benar bersyukur.
" Semoga apa yang kamu cita citakan bisa terwujud Zavin, dan kapanpun kamu ingin melukis pintu studio ini akan slalu terbuka untukmu."
Zavin tersenyum manis sampai kedua mata laki laki tertarik membentuk bulat sabit. Zavin benar benar bersyukur kepada Tuhan telah menghadirkan orang orang baik yang membantunya untuk bisa bangkit.
" Tentu, apa saya boleh mengajukan dua permintaan ke ibu?" Tanya Zavin yang mendapatkan anggukan dari Riska. Selagi dirinya mampu, ia akan mengabulkan semua permintaan Zavin sebagai tanda terimakasihnya.
" Permintaan pertama untuk beasiswa yang ibu beritahu tolong berikan ke orang lain yang pantas mendapatkan dan permintaan kedua-." Zavin menjeda ucapannya, mengontrol sejenak perasaan yang berkecamuk.
" Tolong jaga lukisan saya ya, Bu, rawat lukisan itu selayaknya ibu merawat lukisan yang ibu buat."
*******
KAMU SEDANG MEMBACA
RINTIK PILU
Teen Fiction'' TUHAN, TOLONG BANTU AKU MEMBUNUH PERASAAN INI." ***** Menjadi permata pengganti bukanlah perkara mudah hingga Zavin lambat laut kehilangan siapa dirinya. Sungguh hidup Zavin selama dua tahun terakhir setelah kejadian itu hanyalah mononton selayak...