BRUUAKK!
Tendangan keras itu membungkam seluruh orang di ruang kerjanya, yang ditendang adalah seorang kapten ternama, di belakang kapten ada beberapa pelayan dan prajurit yang bersujud ketakutan.
"Kalian semua tidak berguna... " ucapnya dingin, "Bagaimana bisa kalian membiarkan pembunuh bayaran itu masuk siang bolong seperti tadi? Lalu Air pula korbannya?"
"Apa kalian begitu buta atau tuli tidak melihat serangan sebesar tadi? Dan lagi kenapa tidak ada yang mendampingi Air padahal ia baru saja sembuh dari koma? Kalian ini pikun atau bodoh sih?"
"Apa aku harus memberi kalian perintah resmi dulu gitu agar kalian mau melakukan hal sesimpel itu? Ha, dasar tidak kompeten." Manik coklat nya menatap dingin para pelayan dan prajurit istana yang sudah ketakutan setengah mati.
Ia benar-benar kesal, bagaimana mungkin kerajaan bisa mempekerjakan orang-orang tidak kompeten seperti mereka? Bisa bisanya membiarkan orang yang amnesia berkeliaran di tengah istana utama tanpa pendamping...
Tidakkah mereka mengerti bahwa istana adalah tempat yang berbahaya? Ini bukan seperti di dongeng anak yang berisi permata dan emas...bukan tempat dimana seorang gadis kereta labu berdansa dengan pangeran tampan yang berpisah di jam 12 malam, Astaga, kekanak-kanakan sekali.
"Ma-maafkan kami yang mulia! Tapi tadi yang mulia pangeran Air yang meminta kami untuk tidak menemaninya, karena itu—"
"Dan kau membiarkannya? Air amnesia, bodoh! Meski dia bersifat sama seperti sebelumnya bukan berarti ia ingat semuanya, Air yang dulu nggak akan pergi sendirian, karena dia tahu resiko dia diincar sangatlah tinggi. Kalian semua tahu akan hal itu tapi malah menurutinya? Bodoh sekali."
Kata dingin dan pedas keluar dari mulutnya memotong pembelaan salah satu pelayan wanita. Semuanya semakin menunduk dan gemetar ketakutan, menyadari kesalahan mereka.
Ditambah sekarang manik coklat nya berubah menjadi merah darah, ia tanpa sengaja mengeluarkan aura sihirnya karena marah, membuat tekanan di ruangan itu bertambah.
Beberapa pelayan yang bermental lemah sudah lemas tak berdaya, bahkan beberapa diantaranya ada yang jatuh pingsan. Hanya sedikit yang masih bisa bertahan pada posisinya, diantaranya Kapten tadi, yang bernama Sai dan pelayan senior istana Rose Quarts, Amy.
Tuk.. tuk...!
Ketikan pintu itu memecahkan tekanan diruangan, semuanya fokus ke arah pintu yang belum dibuka.
"Siapa? Aku lagi sibuk, nanti saja." katanya dengan kesal, jujur dia masih ingin menceramahi orang-orang ini, dan berniat untuk menghukum siapapun yang berani mengganggunya.
"Kakak... ? Um... Ini Cahaya..."
Mendengar nama adiknya, dia mau tidak mau harus menenangkan diri dan membukakan pintu, tatapan nya melunak begitu melihat sang adik menatapnya agak takut sambil menggenggam buku.
Cahaya tidak datang sendiri, ada beberapa pelayan laki-laki tak jauh dibelakang nya, wajah mereka terlihat tegang, tampaknya mereka sudah berusaha untuk menghadang Cahaya agar tidak menemuinya saat ini, tapi tidak berhasil.
"Maaf soal tadi, kukira yang lain." katanya lembut sambil berlutut agar bisa melihat adiknya dengan sejajar. "Kenapa kamu kemari Cahaya?" lanjutnya sambil mengusap kepala Cahaya pelan.
Cahaya masih agak takut, mengeratkan genggamannya pada buku yang dia bawa, terdiam, sebelum akhirnya bicara, "Um... Kakak janji... hari ini mau membacakan buku sebelum tidur untuk ku... Jadi Cahaya kesini..."
Ah, ya dia lupa kalau dua hari yang lalu ia pernah janji membacakan buku ke bungsu, tapi gara-gara serangan tadi pagi dia jadi lupa, padahal jadwal sudah ia kosongkan di atas jam 7 malam untuk ini dan sekarang sudah jam setengah sepuluh.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lazy Prince's Thorny Road To Peacefull Life
Fantasy[On Going] Mantan pahlawan galaksi yang pemalas menjadi seorang pangeran? Apa gak apa-apa tuh? Seseorang yang terdidik untuk berdikari sejak dini, sekarang harus tahu caranya memakai kekuasaan nya dalam memerintah orang. Boboiboy Ais bin Amato kir...