Transmigrated :"Fotosintesis yang terbakar"

1.2K 133 12
                                    


Kasur lembut, bantal empuk, selimut tebal, suhu yang sejuk, cemilan manis ditambah teh hangat, serta ruangan yang tenang tanpa suara berisik yang mengganggu.

Ditemani oleh buku-buku, kamar nya kini adalah tempat ideal bagi kaum hibernasi seperti Ais. Lihatlah, tidak ada gangguan suara seperti knalpot motor ataupun gangguan tidur karena harus bangun pagi untuk sekolah.

*Ini adalah surga....* Batin Ais yang menikmati cemilan dan tehnya di kasur sambil membaca buku, alias, Bermalas-malasan.

Karena Ais baru saja bangun dari koma beberapa hari yang lalu, para tabib menyuruhnya untuk tidak beraktivitas terlalu banyak meski Ais merasa dirinya baik-baik saja.

Maka berakhirlah dengan dirinya yang di kurung dikamar, hanya tidur, makan dan membaca buku.

Untuk orang sejenis Ais, ini tentunya adalah kesempatan emas untuk bisa menikmati hidup tanpa beban.

"SELAMAT PAGI KAK AIR!!!!"

Atau mungkin tidak.

Daun datang dengan mendobrak pintu, tak lupa dengan senyum lebar Pepsodent yang bersinar layaknya mentari pagi.

*Ugh!! Sungguh menyilaukan...* Air yang menutupi matanya dengan buku karena Daun membuka gorden kamar nya tiba-tiba. Sinar pagi langsung masuk tanpa permisi menerangi kamar Ais.

"Kakak, nggak baik baca buku gelap-gelap begini..." kata Daun sambil menaiki kasur dan mendekati Ais.

"Ya... Ya... selamat pagi Daun.. Kamu kemari pagi sekali seperti biasa..." Ais tersenyum sambil mengusap kepala Daun yang tertawa kecil, senang ketika kepala nya diusap oleh Ais.

"Hehe.. Soalnya Daun kangen ama kakak" kata Daun memeluk Ais "Dan nggak cuma Daun, Cahaya juga!" katanya sambil menunjuk arah pintu, dimana ada anak lain di sana yang mencoba mengintip secara diam-diam.

Merasa diperhatikan, anak itu menyembunyikan dirinya dibalik pintu, "Cahaya ayo masuk, jangan malu!" ajak Daun ketika melihat hal itu.

"Ca-Cahaya nggak malu!" anak itu berseru dari balik pintu.

"Kalau nggak malu, kenapa sembunyi gitu? Kayak anak kecil tau!" Daun tak kalah membalas.

"Cahaya bukan anak kecil! Daun yang anak kecil, yang nangis waktu Kak Air sakit!" kali ini anak itu menunjukan kepalanya sementara badannya masih dibalik pintu.

"Tapi Cahaya juga nangis!"

"Cuma setetes!"

"Bohong, Cahaya yang nangis paling kenceng sampe nggak mau keluar kamar!" Daun berseru lagi, nggak menerima bahwa dirinya diejek.

"Cahaya nggak begitu!!" wajah Cahaya ini memerah dan matanya berair, mungkin antara kesel diejek atau menahan malu tentang perilaku kanak-kanakannya.

"Eiiitsss, Sudah sudah... Jangan bertengkar, kakak baru sembuh.." Sela Ais, sedari tadi dirinya hanya menyimak namun merasa perkelahian ini semakin memanas, ia memilih untuk menghentikan nya. "Cahaya ayuk masuk, nggak kangen kakak? Kakak sedih loh..."

Meskipun merasa geli pada perkataan nya sendiri, Ais tetap berusaha mencoba membujuk anak itu untuk masuk sehalus mungkin.

Cahaya keliatan sedikit tersentak mendengar nya, dengan berlari kecil ia langsung menuju kasur Ais dan menaikinya. Dengan memeluk Ais, ia akhirnya terisak pelan.

"Ng-ngak, Ca-cahaya kangen kok... Hiks.. Kangen ama kakak...Hiks.. Kakak soalnya nggak bangun-bangun.. Cahaya takut... Hiks..." isak Cahaya pelan sambil mengeratkan pelukan tangannya.

The Lazy Prince's Thorny Road To Peacefull LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang