"Yang mulia, Pangeran ketujuh sudah menunggu di ruang belajar anda."
Halilintar mengangguk mendengar informasi yang diberikan oleh salah satu pelayan istananya, segera menyerahkan sisa dokumen pada salah satu ajudannya, "Antar ini ke ruangan Raja."
Yang disuruh segera membungkuk hormat lalu pergi melaksanakan tugasnya tanpa banyak bicara sebagaimana semestinya.
"Bagaimana dengan Daun?" Halilintar bertanya selagi melangkahkan kakinya dengan tegap keluar dari istana Amberial setelah pertemuan dengan beberapa bangsawan hari ini.
"Dari informasi yang saya dapat, Pangeran keenam sedang berada di rumah kaca istana Rose Quards, kemungkinan merawat beberapa tanaman miliknya bersama para penjaga kebun." Jawab sang pelayan yang mengikuti Halilintar di belakang.
Halilintar tidak berkata apapun selagi melewati lorong istana.
Kondisi kedua adik bungsunya sebetulnya baik-baik saja semenjak Air pergi meninggalkan istana, Halilintar lega bahwa mereka ternyata cukup mandiri hingga tidak banyak rewel karena ditinggal kakak terdekat mereka. Meski begitu, Halilintar ingin tetap ingin mengecek keadaan mereka secara berkala, tidak ada yang tahu kapan mereka kembali merindukan Air hingga bisa saja merengek hebat sewaktu-waktu.
Terlebih, Api pun juga akan mulai jarang berada di istana. Terhitung kemarin, Halilintar memberikannya sebuah tugas memimpin sebuah pasukan pembasmi monster di luar ibukota dan akan memberikannya tugas lagi setelah ini selesai. Bukan lagi level Api untuk di biarkan diam di istana hanya karena pertengkarannya dengan Air, Halilintar tahu Api cukup dewasa untuk paham ini.
Taufan juga, dia kirim untuk beberapa urusan di luar.
Istana akan menjadi sepi, sedang kedua adik bungsunya masih terlalu kecil untuk dibiarkan sendirian. Raja sibuk tidak hanya dengan tugasnya sebagai raja yang mengatur kondisi politik kerajaan, namun juga sebagian tugas ratu yang mengendalikan kondisi sosial. Halilintar tidak akan mengharapkannya meluangkan waktu untuk Daun dan Cahaya dengan semua dokumen dan pesta yang harus beliau tangani, walau tahu bahwa beliau selalu memberikan sedikit waktunya untuk mereka di sela jadwal yang padat.
Ini juga salahnya tidak bisa memenuhi keinginan sang Raja. Andai putri mahkota sudah ada, beliau tidak perlu menyelenggarakan semua pesta itu sendiri.
Setidaknya Halilintar tahu dirinya harus mengambil inisiatif untuk menemani kembar bungsunya dan memberi mereka perhatian yang seharusnya mereka dapat sebagai seorang anak dan adik. Tak apa waktu luangnya sendiri terkuras, yang penting mereka baik-baik saja.
"Salam pada Putra Mahkota kerajaan Zethis."
Langkah Halilintar terhenti begitu matanya menangkap kehadiran seseorang dan beberapa pengikut nya dari arah berlawanan di koridor istana.
*Oh, dia.* Halilintar memandangi orang-orang didepannya dengan tatapan dingin, "Ada perlu apa, Pangeran ketiga?"
Lelaki berusia satu tahun lebih muda darinya yang tadi menunduk hormat ke arahnya dan membiarkan helaian rambut coklat sebahu yang terikat rapihnya jatuh ke bawah itu menegakkan tubuhnya begitu diizinkan.
"Apa saya perlu alasan khusus untuk menyapa Anda, Yang mulia?" Tanya pemilik manik emas yang menatap Halilintar dengan penuh kepercayaan diri. Senyum sopan yang terpatri di wajah yang lebih muda itu seperti biasa, tidak memperlihatkan emosi atau celah apapun yang bisa Halilintar lihat dari luar. Dengan tata krama sempurnanya saja, Halilintar akui orang ini bisa memikat banyak orang hanya dengan sikap.
Halilintar mendengus, "Tidak juga. Tapi bukan seperti diri mu untuk menyapa ku tiba-tiba setelah sekian lama menghindar ke luar negeri. Pastinya basa basi bukanlah apa yang kau inginkan bukan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lazy Prince's Thorny Road To Peacefull Life
Fantasy[On Going] Mantan pahlawan galaksi yang pemalas menjadi seorang pangeran? Apa gak apa-apa tuh? Seseorang yang terdidik untuk berdikari sejak dini, sekarang harus tahu caranya memakai kekuasaan nya dalam memerintah orang. Boboiboy Ais bin Amato kir...