Kondisi para tawanan memang tidak seburuk yang mereka duga, namun sayang, bukan berarti semuanya baik-baik saja.
"Tidak bisa, ini tidak bisa. " Ais mengulum bibirnya masam. Peluh keringat yang mengalir di dahinya hanya semakin banyak, tangannya gemetar saat cahaya kuning hijau itu perlahan memudar.
Menghempaskan dirinya ke tanah, Ais mengambil nafas sebanyak-banyaknya tanpa memedulikan suara panik di sekitarnya.
"Ya-yang mulia, seharusnya anda tidak memaksakan diri."
Ais tidak mendengarkan. Matanya masih berfokus pada tubuh kurus kering didepannya ini. Terbaring lemah dengan kulit yang menghitam, nafas mereka sangat lemah hampir tidak terlihat.
Menggertakkan gigi nya, Ais kembali memutar otak mencari cara untuk menangani satu-satunya masalah terakhir dan paling serius dari Suku Aljinz ini.
Mereka sudah terpapar mana pekat di dalam tambang, tubuh mereka menyusut kering bagai tulang belulang, dengan kulit yang menghitam seolah membusuk. Perlahan namun pasti, sedikit demi sedikit energi kehidupan mereka terkuras menyebabkan kematian yang lama.
Tahu bahwa obat-obatan tidak bekerja, maupun sihir penyembuh biasa. Ais menawarkan untuk mencoba menggunakan kekuatan Radiance of Hearts, yang pada dasarnya adalah bagian kekuatan penyihir kuno itu.
Sedikit pertentangan terjadi, keberatan untuk membiarkan seorang pangeran menyentuh langsung tubuh orang yang terkena gejala yang tidak diketahui, khawatir itu bisa menular ataupun merasa tidak pantas untuk dilakukan.
Walau begitu, Ais tetap memaksa melakukannya. Terlepas dari kata orang, Ais tidak merasa risih untuk menyentuh tubuh orang yang butuh pertolongan segera.
Dia pernah melihat yang lebih buruk, yang lebih bahaya dari sekedar tubuh yang mengering.
Toh, menurut pengakuan tabib suku, wabah ini memang tidak menular selama menangani mereka, apalagi pada manusia biasa yang tidak terlalu terpengaruh oleh Mana.
Dasarnya mudah, Radiance of Hearts punya elemen cahaya yang fokus pada kemampuan penyembuhan. Ais kira itu cukup untuk setidaknya menangani satu atau dua orang, mengingat dirinya tidak punya stamina banyak, atau setidaknya membuat mereka lebih baik.
Namun ternyata itu lebih sulit dari yang dia bayangkan.
"Tampaknya memang mustahil..." Asnedin bergumam pelan, suara batuk yang terdengar hanya menambah rasa urgensi pada pikiran Ais yang masih kalut, "Saya tahu anda telah berkerja keras, namun yang mulia, maaf, saya merasa mungkin bahwasanya memang tidak ada jalan untuk kami...ini adalah takdir, sekali lagi, saya meminta maaf."
Manik coklat itu hampir saja mengelak tajam jika dirinya tidak ingat siapa yang berbicara.
Kata-kata itu adalah hal yang paling dia tidak ingin dengar sekarang. Sebuah permintaan maaf untuk hal yang terjadi diluar kemampuan, menyiratkan rasa menyerah di balik intonasi tabah nya.
Mengambil nafas nya, Ais menggeleng tidak setuju, menuai suara terkejutan dari orang-orang sekitar.
"Pasti ada cara, aku yakin." Ujar Ais sambil mengepalkan tangan nya kuat-kuat, menatap para korban dengan wajah pilu, "Istana punya catatan tentang elemental, mungkin aku bisa mencari tahu dari sana. Kalau perlu, akan kubawa tabib dan penyihir andalan istana kemari."
"Bukankah itu berlebihan Yang mulia? Anda tidak seharusnya menggunakan hak istimewa anda pada rakyat jelata, apalagi masyarakat asi—"
Ais menatap tajam salah satu prajurit yang berbicara, membuatnya bungkam seketika merasakan hawa dingin yang menusuk, "Diam. Itu tidak penting sekarang."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lazy Prince's Thorny Road To Peacefull Life
Fantasy[On Going] Mantan pahlawan galaksi yang pemalas menjadi seorang pangeran? Apa gak apa-apa tuh? Seseorang yang terdidik untuk berdikari sejak dini, sekarang harus tahu caranya memakai kekuasaan nya dalam memerintah orang. Boboiboy Ais bin Amato kir...