Sebenarnya mengapa dia bisa ada disini?
Ais dalam batinnya sendiri, mulai mempertanyakan nilai ekstensi nya di dunia ini.
Sudah masuk ke dunia lain, dia masuk ke dalam tubuh orang yang hanya namanya yang pernah disebut oleh tokoh-tokoh novel tanpa benar-benar muncul dan melakukan interaksi langsung dengan si tokoh utama maupun sampingan.
Minor character yang bahkan tidak memiliki nasib baik diakhir hayatnya, seperti buih ditengah laut, tak signifikan maupun berarti untuk bahkan di ingat, selamanya menjadi pajangan nama tokoh di antara banyaknya tokoh.
Lagi pun, mengapa hanya dia?
Mengapa hanya dia yang harus kembali hidup disaat semua hal berharga yang ia punya sudah musnah hari itu? Mengapa dia harus kembali melihat bayangan mereka di wajah-wajah yang mirip disini, walau dia tahu mereka adalah orang berbeda? Mengapa dia harus kembali berjuang sendirian sementara gejolak perjuangan yang dia bangun sudah lama selesai saat itu?
Rasanya sakit. Ais tidak ingin ini. Dia ingin kembali, ingin bersama dengan orang-orang yang dia sayangi, kembali ke rumah tempat seharusnya ia berada walau itu hanya tinggal kenangan semata.
Tapi itu semua hanya haluan yang tidak nyata.
Di realita yang dingin ini, Ais tahu dia tidak mungkin bisa kembali. Tidak, jika ajalnya saja sudah tertera didepan mata.
Hanya setahun, dan sekarang mungkin sudah berkurang dari itu. Dia punya batas waktu yang tidak main-main cepatnya. Bisa saja dia menyerah saat itu, membiarkan alur bergerak semestinya, menunggu akhir yang ia tahu dalam diam.
Namun, dia nyatanya tak sanggup. Apa kata para saudara-saudara nya nanti kalau mereka tahu dia lari dari kenyataan hanya demi menyusul mereka?
Ais bisa membayangkan amarah Blaze dan Halilintar, sarkas tajam Solar, wajah penuh kecewa Duri dan Taufan serta wajah sedih Gempa yang mencoba untuk mengerti walau sejujurnya menentang keputusan nya.
Orang bodoh macam dia tidak mensyukuri kesempatan kedua yang diberikan, Ais paham mereka pastinya ingin dia untuk melepas masa lalu dan hidup untuk masa sekarang.
Tapi itu sulit.
Karena mereka adalah rumah satu-satunya yang ia punya. Rumah yang tak kan pernah menjadi tempat pulangnya lagi.
Untuk itu, Ais memilih untuk membangun kembali tembok dingin yang dulu dia cairkan untuk saudara-saudara nya.
Sebuah kastil es yang tidak akan membukakan pintunya pada dunia luar.
Selama dia mengurung diri di kamarnya di istana Rose Quards, Ais akhirnya memutuskan, bahwa mulai saat itu dia tidak akan menjadi Air tapi juga tidak akan menunjukan Ais pada dunia luar.
Seperti es, dia akan membekukan dirinya sendiri agar dapat bertahan dari kerasnya dunia luar.
"Maka dari itu, kurasa aku perlu membongkar semua tentangmu Air..." Gumam Ais menatap kamar barunya di istana Aquamarine.
Didominasi warna biru laut. Kamar utama yang luasnya bisa disandingkan dengan lapangan basket ini sangatlah besar dan megah. Setiap sudut ruangan ini diisi oleh furnitur berkualitas tinggi dengan desain yang elegan dan indah sepantasnya barang-barang seorang pangeran.
Malam kemarin bisa dibilang cukup melelahkan, jadi Ais memilih untuk langsung beristirahat dan belum terlalu banyak melihat-lihat kamar barunya itu.
"Kamarmu selalu indah dan sejuk ya Air..." kekeh Ais yang kini mendekati area membaca di kamarnya. Memang, Ais harus akui bahwa Air memiliki jiwa estetika yang tinggi dilihat dari pilihan barang pribadi nya dan cara dia menyimpan barang-barang tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lazy Prince's Thorny Road To Peacefull Life
Fantasy[On Going] Mantan pahlawan galaksi yang pemalas menjadi seorang pangeran? Apa gak apa-apa tuh? Seseorang yang terdidik untuk berdikari sejak dini, sekarang harus tahu caranya memakai kekuasaan nya dalam memerintah orang. Boboiboy Ais bin Amato kir...