RoyalDuty : "Jalan Yang Terpisah"

504 88 22
                                    

Taufan berkedip tak percaya.

Dia kira, sarapan pagi ini akan terasa sangat canggung dengan adanya kehadiran adik pertamanya, Gempa yang baru saja menyelesaikan urusan kepindahannya ke istana Platinum, tempat para anggota kerajaan tinggal.

Dia kira, mereka bertigalah yang akan membuat suasana makan tidak formal ini terasa canggung dan penuh ketegangan. Taufan sendiri sudah menyiapkan beberapa topik yang sekiranya aman untuk mencairkan suasana itu tapi sayangnya itu semua ternyata tidak perlu.

Ini pertama kalinya mereka bertujuh ditambah ayah mereka akan makan bersama pagi ini dan perang dingin didepannya bukanlah hal yang ia kira benar-benar nyata dan terjadi untuk dilihat oleh kedua matanya sendiri.

Air dan Api bertengkar.

*Huh, kurasa itulah alasan mengapa Hali menyuruhku untuk mengurus Aya dan Da. *Batin Taufan sambil mengunyah makanannya dengan senyum canggung. Ayolah, bahkan Gempa saja berkeringat merasakan hawa permusuhan dari dua individu yang katanya sangat dekat itu. Halilintar? Tak usah ditanya, orangnya sudah selesai makan daritadi dan kini hanya meminum jus sambil menonton pertengkaran itu dengan wajah datar.

Air yang tidak banyak berbicara memang biasa, terlebih ketika Taufan tahu dia baru saja sembuh dari sakit, namun tatapan dingin dan menusuk yang dia tujukan pada daging steak tak bersalah di piring yang tengah ia potong dengan 'brutal' hampir saja membuat Taufan mengira dia adalah jelmaan Halilintar.

Lain halnya dengan Api yang diam. Itu tanda sesuatu benar-benar tidak beres. Api sedari awal dia lihat di ruang makan ini terlalu pendiam, was-was, agak gugup terus-menerus melirik ke arah Air dengan muka memelas walau akhirnya tidak berkata apapun, dan mereka berdua bahkan tidak berbicara pada satu sama lain sedari tadi.

"Air—"

"Tutup mulut anda, Pangeran keempat."

Taufan hampir tersedak mendengar nada formal dan kaku nan tajam dari Air yang mengacuhkan Api, membuatnya bungkam. Siapa sangka Air punya mulut setajam itu?

Cahaya dan Daun sudah manyun sedih, menatap ke arah nya dan Halilintar seolah meminta bantuan untuk mengatasi ini, yang mana hanya Taufan dapat balas dengan senyum sendu.

Ayahnya juga sama anehnya, meski wajahnya terlihat biasa saja, Taufan tahu bahwa dia sedang kalut dengan pikirannya sendiri, menatap kembar tengah itu dengan tatapan rumit.

"Air."

Suara datar itu menarik atensi semua orang di meja. Air mengangkat alisnya bingung karena dipanggil tiba-tiba, terlebih oleh siapa yang memanggil.

Halilintar, masih dengan muka datar nya, berbicara tanpa peduli dengan apa yang dilihatnya, "Permintaanmu akan segera selesai, mulai besok kamu sudah bisa bersiap untuk berangkat."

"Eh? Air mau kemana?" Tanya Taufan dengan kaget, bagaimana tidak? Ini pertama kalinya dia dengar adik pendiamnya mau pergi.

"Istana Aquamarine." Boboiboy menjawab dengan nada menyerah. Jawabannya membuat sebagian orang di sana terkejut, terutama Api yang membeku.

"Uh... Kakak mau pergi...?" Tanya Daun dengan mata mulai berkaca-kaca, Cahaya juga memasang yang sama, bahkan memelas ke arah Halilintar seolah tidak ingin kakaknya pergi.

Air hanya diam mengunyah makanan di mulutnya hingga selesai, memejamkan matanya sebentar sebelum akhirnya menjawab dengan senyum kecil pada dua adik bungsunya, "Kakak cuma mau melihat tempatnya seperti apa kok, sambil mendinginkan kepala sebentar. Kakak gak lama nanti balik lagi."

"Kalau gitu... Daun ama Cahaya boleh ikut?"

"Nanti ya, kakak mau sendiri dulu. Nanti kakak bawain oleh-oleh, waktu pulang."

The Lazy Prince's Thorny Road To Peacefull LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang