"Argggh—"
Matanya berat dan perih. Disini tidak gelap namun tidak terang pula, buram dan remang, hanya sedikit gelembung udara yang terlihat olehnya.
Dada nya sesak, nafasnya tercekat, tidak ada oksigen disini...Membuka mulutnya hanya membuat air masuk ke dalam paru-paru nya.
Tubuhnya berat, kaki dan tangannya tidak bisa menggapai apapun tidak peduli seberapa pun dia berusaha untuk bergerak.
*Ah, Aku tenggelam... *
Perlahan tubuhnya melemas selagi ia kehilangan oksigen...
*Dingin... *
Pandangannya memutih, kesadarannya memudar...
*Tolo—*
Dan semuanya menghitam.
Tubuhnya menggigil, luka ditubuhnya terasa ngilu karena diterpa hujan dan angin malam ditengah hujan badai yang dahsyat. Dirinya terbaring ditengah hutan lebat yang terguyur hujan bersama mayat-mayat lawannya.
Bau anyir dari darah yang berserakan dicampur bau tanah becek karena air hujan badai membuatnya mual dan berasa kotor... Dia tidak terbiasa dengan ini. Dan lagi lukanya mungkin bisa terinfeksi bila terus dibiarkan.
Ingin ia mencari tempat berteduh selagi ia bisa terjaga namun tenaganya sudah habis terpakai untuk menghadang para pemberontak yang mengincar mereka sampai adik-adiknya bisa pergi ke seberang sungai.
Berharap bantuan datang pun rasanya tidak mungkin, buktinya para pemberontakan bisa sampai ke daerah pinggiran seperti ini, artinya kakaknya yang menghadang mereka di gerbang kota gagal... Dan mungkin... tidak selamat.
Di atas, gemuruh petir masih menyambar dengan agresif, warna merahnya menyala terang di tengah langit gelap badai. Ia sedikit lega saat tahu Kakak pertamanya masih bertarung. Masih hidup. Namun getaran kecil di tanah membuatnya tidak ingin berharap banyak.
Mereka bertarung di ibukota yang berkilo-kilo meter jauhnya namun efek pertarungan mereka bisa terasa sampai sini, semuanya mengakui bahwa lawan kakaknya adalah orang yang hebat dan sepadan dengan nya.
Walau ada kesempatan menang, dia tahu kalau kakak pertama nya tidak mungkin akan segera datang membantunya setelah perang ini selesai. Ada banyak hal yang ia harus urus, Entah apa itu... dia kurang tahu soal seperti memimpin kerajaan dan sebagainya.
Jauh di lubuk hatinya, dia cukup menyesal karena hal ini. Karena jika saja ia lebih peka, lebih aktif mungkin ini semua bisa dicegah... Ia tidak perlu lari, meninggalkan istana untuk hidup, atau bertarung mempertaruhkan nyawanya dan nyawa adik-adiknya.
Ia menyesal, sungguh.. Ia tahu tapi malah sengaja mengabaikannya, ia dengar namun malah sengaja membisukannya, dan ia melihat namun sengaja membutakan matanya sendiri.
Oh betapa ingin dia meminta maaf... Terhadap kakak-kakak nya, karena rasa tidak pedulinya terhadap sekitar dan kepada masa depan adik-adiknya yang ia rengut karena ulahnya.
Andai bibirnya bisa bergerak, Ia ingin mengucapkannya sekali saja... Meski tidak ada yang peduli, tidak ada yang mendengar ... Dia ingin...
Meminta maaf..
"Arghhh!! "
Suara erangan terdengar saat ia bangun, Ais merasakan sakit di bagian dadanya saat berusaha menarik udara sebanyak mungkin ia bisa.
*A.... Aku selamat?? *Samar-samar ia mencoba untuk membuka matanya. Penglihatannya masih buram namun ia dapat melihat beberapa siluet orang yang berada didekatnya. Mereka terlihat tergesa-gesa dan berteriak, Namun...
"Uhuk! Uhuk! Arg... "
Ais hanya bisa mendengar suara batuk nya sendiri. Kombinasi rasa sakit dan ngilu menyiksa tubuhnya yang menggigil kedinginan. Orang-orang disekitar nya tampaknya sedang berbicara padanya namun itu tidak berguna mengingat ia tidak bisa fokus.
Ironis...
Padahal dulu ia dikenal sebagai pengendali elemental es dan air, namun kini tubuhnya malah tersiksa karena elemen tersebut.
Ais tahu, dari apa yang Amy katakan Air adalah orang yang mudah jatuh sakit hanya karena perubahan cuaca, maka dari itu dirinya sangat lemah, Tapi tetap saja rasanya tidak enak...
Kepalanya terasa pusing dan tubuhnya mulai kehilangan keseimbangan, ketika ia merasa ada seseorang yang mengangkatnya.
Meski tidak tahu siapa orang itu namun Ais yakin bahwa orang itu lebih tua darinya... Dan, Cara orang itu mengangkatnya terasa sangat kuat dan hangat.
Itu terasa nyaman... Ais merasa aman di pelukan orang itu, karena itu ia mengangkat wajahnya sebisa mungkin di tengah rasa sakit yang ia rasakan agar bisa melihat orang yang menolong nya itu.
Memfokuskan penglihatan nya yang buram, samar-samar ia bisa melihat wajah orang itu. Wajah tegas namun tersirat rasa khawatir yang membuat Ais tertegun.
Karena orang itu terlihat mirip dengan seseorang, terutama warna mata mereka...
"... k-kak.. kh -Ha.. li .....?.."
Mata nya berwarna merah darah.
"Dasar.. Kalau masih sakit jangan keluar dulu Air..." Omelan orang itu adalah hal pertama yang Ais dapatkan ketika dirinya sadar.
Kini mereka berdua berada di kamar Air, dengan dirinya yang berada di kasur dan orang itu duduk di kursi samping kasur nya, dengan Ais yang masih loading karena baru bangun dan orang itu diam menatapnya dengan wajah datar.
"Um... Anda siapa...?"
Krik krik.
Ok, Ais tahu yang pasti orang didepannya ini adalah orang penting, terlihat dari pakaiannya dan aura yang dikeluarkan. Tapi ya.. Dia kan belum kenal semua orang....
Dan lagi tampaknya orang ini cukup dekat dengan Air. Daripada salah mending ia nanya dulu kan?
"Huh.. Jadi itu benar... Kau amnesia?"
Ais mengangguk pelan. Orang didepan nya itu terdiam sambil mengetuk sandaran tangan kursi dengan jari telunjuk nya, seolah merenungkan sesuatu.
Selama orang itu diam, Ais mulai berfikir tentang hal lain, yaitu orang yang menyelamatkan nya, awalnya dia berharap kalau orang itu adalah si Manik merah, tapi Ais dapat melihat jelas kalau warna matanya adalah coklat seperti dirinya.
*Manik merah...Seperti kak Hali... *
Ais tanpa sadar menarik selimut nya lebih erat, menyembunyikan sebagian bawah wajahnya, matanya mulai melamun... Tentunya orang itu melihatnya dengan jelas."Kau tidak apa-apa? Masih ada yang sakit?"
Ais menggeleng, "Aku.. Hanya... rindu dengan seseorang..." ia mengatakan isi hatinya tanpa berfikir.
Orang itu terdiam lagi.. Dan Ais masih melamun. Demam nya membuat kepala Ais terasa berat, pandangan mata yang sebisa mungkin ia jaga mulai kabur... Dengan susah payah Ais terus berusaha untuk terjaga di tengah lamunannya.
"Tak apa... Tidurlah kalau pusing.. Jangan dipaksakan." Kata orang itu yang entah sejak kapan berada di atas kasurnya, tepat disampingnya, sambil mengusap pelan kepala Ais.
Usapannya nyaman sehingga membuat Ais semakin mengantuk, merasa aman, orang ini mengijinkan nya, Ais memilih untuk menurut.
"Ya..tidurlah...dan cepatlah sembuh..."
Suara yang pelan nan khawatir ditangkap oleh telinga Ais sebelum akhirnya ia tertidur lelap...Afterword
Hai readers, Moss akhirnya bisa Update setelah seminggu lebih, beberapa kali revisi dibagian flashbacknya...
chapter kali ini nyeritain kondisi Ais setelah diserang dan orang yang menolongnya, Mereka terlihat dekatkan?
Dan ada cerita tentang Air juga.
Jujur bagian ini adalah salah satu bagian yang dari dulu ingin Moss tulis.. Meski akhirnya banyak direvisi biar gampang dimengerti tanpa terlihat terlalu jelas alurnya...
Sekian, saran dan kritik selalu diterima ya.
Tolong komen ya readers!
![](https://img.wattpad.com/cover/207353800-288-k336433.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lazy Prince's Thorny Road To Peacefull Life
Fantasy[On Going] Mantan pahlawan galaksi yang pemalas menjadi seorang pangeran? Apa gak apa-apa tuh? Seseorang yang terdidik untuk berdikari sejak dini, sekarang harus tahu caranya memakai kekuasaan nya dalam memerintah orang. Boboiboy Ais bin Amato kir...