"Sudah tenang?"
Ais hanya mengangguk lemah tanpa menarik kepalanya dari pundak sang kakak, membiarkan rambutnya dielus yang sebetulnya membuatnya semakin ingin menangis lebih.
"Kau ini kenapa? Tumben bener bangun-bangun nangis kejer kek gitu, mimpi buruk?" Tanya Blaze yang masih membiarkan tubuh sang adik bersandar di pundaknya, "Muka mu jadi jelek tahu."
Ah, Blaze adalah Blaze hingga akhir. Ais tertawa dalam hati, sudah berapa lama dia tidak dengar ejekannya? Suara yang menyebalkan namun pada saat yang sama, sangat ia rindukan.
"Ya... Aku mimpi buruk...." Gumamnya berusaha menjawab dengan suara yang Ais yakin masih sangat serak habis menangis.
Elusan di kepalanya berhenti, hampir saja Ais mengeluarkan protes kecil yang mana segera dia tahan saat merasakan tangan itu beralih mengelus punggungnya.
"Mau bicara?" Tanya Blaze dengan hati-hati.
Ais tidak menjawab. Entah kenapa dia yakin kalau dia membuka mulutnya sekarang, pastilah dia tidak akan bisa menahan diri nya lagi.
"Kalau nggak mau, yaudah gak usah,"Lanjut Blaze dengan santai, "Kamu istirahat aja dulu, muka lu pucet banget kek mayat bangkit dari kubur, Ouch! Hey!"
Itu ulah Ais yang nyubit kulit tangan Blaze dengan tenaga seadanya sambil memanyunkan bibir, "Aku bukan mayat."
Blaze mengerjap melihat wajah Ais sekarang, lalu terkekeh kecil sambil mengacak-ngacak rambut Ais yang semakin protes, "Ya ya, terserah kamu lah. Tapi aku serius, kamu istirahat aja dulu."
"... Rapatnya gimana?" Tanya Ais pelan selepas melepas kedua tangan usil Blaze, merapihkan seadanya rambutnya agar tidak menghalangi mata.
Jujur, dia ingin Blaze tetap disini lebih lama.
Blaze menggendikan bahu nya acuh,"Tinggal izin Bang Gem, apa susahnya? Kamu bukan aku yang suka sengaja bolos kan?"
Ais sempat membuka mulutnya ingin mengejek balik, namun dia urungkan karena dirinya merasa sangat lelah. Mungkin kehabisan tenaga selepas menangis tadi.
"Okay." Hanya itu yang Ais katakan sebelum kembali berbaring, hendak menutupi tubuhnya dengan selimut nya.
"Aku pergi dulu kalau gitu, jangan kangen ya dedek!" pamit Blaze yang masih sempat-sempatnya bercanda saat keluar kamar.
*Blaze bego. *
Ais meremas seprai kasurnya di balik balutan selimut, bibirnya bergetar saat Ais mencoba membenamkan dirinya lebih dalam pada bantal nya.
"Jangan ngomong gitu... Bodoh..." lirihnya pelan.
Dunia ini gila. Ais benar-benar tidak paham kenapa mereka suka sekali mempermainkan dirinya seperti ini.
Tidak cukup kah mereka melemparnya ke dunia lain tepat setelah dirinya mati mengenaskan gitu? Kini apa mereka mau mengejek nya karena tidak bisa melepas masa lalu nya dengan memunculkan ilusi yang amat nyata seperti ini?
Ais tidak tahu, haruskah dia merasa senang bertemu dengan orang yang telah lama dia rindukan? Atau seharusnya dia merasa buruk karena tahu ini hanya ilusi?
"Terserahlah..." gumam Ais perlahan bangun dari tempat tidurnya, menyeka pelan matanya yang sembab, "Yang penting aku tahu aku tidak seharusnya ada disini."
Dengan begitu walau menyakitkan, pikirannya tetap bisa berpikir jernih untuk mencari cara keluar.
Pertama-tama Ais memperhatikan seisi kamarnya dari ranjang atas, tempat ia tidur.
Kamar ini cukup besar untuk ruangan yang hanya ditempati dua orang, lengkap dengan perabotan lain seperti sofa dan meja serta peralatan lab mini yang jelas punya Solar, tak lupa kamar mandi dalam juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lazy Prince's Thorny Road To Peacefull Life
Fantasía[On Going] Mantan pahlawan galaksi yang pemalas menjadi seorang pangeran? Apa gak apa-apa tuh? Seseorang yang terdidik untuk berdikari sejak dini, sekarang harus tahu caranya memakai kekuasaan nya dalam memerintah orang. Boboiboy Ais bin Amato kir...