Sudah sepuluh putaran berlalu, dan penonton masih setia melihat bagaimana kompetisi kelompok ini berlangsung di kolosseum kerajaan.
Baik bangku penonton maupun arena bertarung, semuanya masih ramai dengan sorakan dan teriakan penuh semangat juang yang menggema ke seluruh kolosseum dengan keras bagai karnaval malam yang bising.
Membungkam dengan mutlak suasana mencengkam yang hening dari tingkat tertinggi tribun utama, tempat penguasa mereka menonton dan melihat seluruh arena dengan tatapan yang jelas tidak menunjukan keriangan pada suatu tempat yang mereka tidak sadari.
Boboiboy, Sang raja tertawa pelan yang hanya dapat didengar oleh orang didekatnya, sambil memainkan gelas wine nya dia berkata, "Dia sudah datang, Halilintar."
"Aku tahu."
Boboiboy mengangguk mendengar respon anak pertamanya itu, masih mempertahankan senyum berwibawa nya, menatap area tadi dengan mata kosong, "Singkirkan dia."
"Dari takhta."
"Lakukan sesukamu," Jawab Boboiboy dengan santai, mengerti apa yang putra mahkota pilihannya maksud, asalkan tujuan nya tercapai, Boboiboy tidak masalah soal yang lain, "Apa Cahaya baik-baik saja?"
"Cahaya merasakannya..."
Perhatiannya kini teralihkan pada sosok anak berumur tujuh tahun yang sedang menggeliat gelisah di pangkuan kakaknya yang tengah berusaha menenangkannya dengan kata-kata yang kaku namun tulus.
"Hngh... Kakak..."
"Aku disini. Tenanglah Cahaya..."
Manik coklat Boboiboy pun melunak, tak tega melihat putra bungsunya terlihat begitu gelisah dan pucat, merengek pelan sambil mencengkeram baju hitam putra mahkota dalam ketakutan, padahal sebelumnya dia baik-baik saja dan bisa menghabiskan cemilan manis putra mahkota dengan riang dan tawa.
Boboiboy tidak bisa berbuat banyak, mau bagaimana pun ini reaksi alami antar dua kekuatan yang bertentangan, walau dia sendiri tidak menyukai bagaimana Cahaya sangat peka pada sekitarnya di usia yang terlalu belia ini.
*Yah, menyingkirkan mereka bukanlah hal buruk.* Batin Boboiboy yang kini menatap tajam penuh kebencian tribun para bangsawan, ke arah seseorang yang telah lama ia ingin singkirkan.
"Pangeran kelima? Memangnya ada apa dengan nya?" Tanya salah seorang bartender wanita yang tengah menyiapkan minuman yang ia pesan, "Tumben sekali kamu tertarik dengan keluarga kerajaan, Tuan Satoshi."
"Tidak ada apa-apa, aku cuma penasaran tentang nya," Ujar Chiba berusaha meyakinkan, tidak mungkin dirinya bilang bahwa dia baru saja bekerja langsung dengan orang itu pada wanita ini,"Karena jarang sekali aku mendapat kabar tentang nya dibandingkan yang lain."
Sang wanita terkekeh, dengan menyerahkan pesanan Chiba, dia berkata seraya mengingat, "Kurasa itu wajar, dia anak yang pendiam, meski akhir-akhir ini kabar tentang nya mulai terdengar lagi dari pusat ibukota."
"Eh? Sungguh? Aku tidak tahu soal itu." Ujar Chiba penuh dengan kekagetan, karena dia sama sekali belum pernah mendengar ada kabar baru tentang si pangeran.
"Itu sekitar waktu kamu datang kemari, kamu mungkin terlalu sibuk mengurus keanggotaan Guild hingga tidak mendengar nya lagipula itu juga bukan hal besar," Wanita itu berkata sambil membereskan sisa alat makan, dengan senyum tipis melanjutkan, "Setidaknya, di mata para bangsawan yang tidak berguna itu."
Mengetahui ranah pembicaraan mereka menjadi serius, Chiba tanpa sadar memajukan tubuhnya ke depan meja counter, menatap wanita yang menyandang status sebagai senior di guild sekaligus pemilik bar ini dengan dalam,"Beritahu aku, Senior Tia."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lazy Prince's Thorny Road To Peacefull Life
Fantasy[On Going] Mantan pahlawan galaksi yang pemalas menjadi seorang pangeran? Apa gak apa-apa tuh? Seseorang yang terdidik untuk berdikari sejak dini, sekarang harus tahu caranya memakai kekuasaan nya dalam memerintah orang. Boboiboy Ais bin Amato kir...