16

104 22 1
                                    

Matthew

Lu inget Jordan, nggak?

Tidak memperdulikan sikap Manendra saat terakhir kali mereka bertemu di Cafè Jay, Matthew tetap mengirimkan pesan itu ketika ia sampai di rumah. Ia kenal betul perangai Manendra yang tidak bisa berlama-lama mendiaminya, berharap sahabatnya itu bisa membalas pesannya segera karena benaknya tidak bisa diam membayangkan Jordan yang makan siang bersama Dinda hari ini.

Manendra

Kak Jordan yang suka dipanggil ke BK?
Atau Jordan siapa?

Matthew

Iya, yang dipanggil BK

Manendra

Kenapa?
Ketemuan lu?

Matthew

Gue liat dia
lunch sama Dinda hari ini

Kali ini pesan Matthew tidak dibalas dan ia paham mengapa. Mungkin di Jakarta, Manendra sekarang tengah bersumpah-serapah membaca pesannya. Lagi-lagi tentang Dinda dan Matthew tidak bisa pungkiri bahwa dirinya memang tidak bisa move on. Apalagi setelah melihat perempuan itu makan siang berduaan dengan Jordan.

Matthew tidak tenang, apalagi ada banyak pertanyaan yang menyeruak di benaknya sekarang.

Kenapa Dinda bisa makan berduaan dengan pria itu?

Ada urusan apa Dinda dengan Jordan?

Mengapa Dinda bisa bertemu dengan Jordan?

~~~

"Aku udah lihat tunangannya Matthew." Kata Dinda pada Dafa yang tengah mengunyah Cuanki di depan toko kelontongnya yang sudah tutup.

Dafa hampir tersedak. Karena Cuankinya ditumpahi banyak sambal, Dafa pun menunda kegiatan cemilannya sesaat lalu memandang Dinda penasaran--ia takut tersedak kalau makan sambil berbincang dengan Dinda. "Di mana?"

"Tadi siang di Warung Makan Alam." Jawab Dinda lirih. "Cantik, euy."

Sirat nada suara Dinda sangat menyedihkan sampai Dafa menepuk pundak sahabatnya itu dengan pelan. Menjadi sahabat sekaligus tetangga Dinda sejak kecil membuat Dafa paham apa yang dirasakan perempuan itu mengenai Matthew, pria yang menjadi pacar pertama Dinda. Dafa bahkan pernah menemani mereka kencan saat SMA, selalu menjadi pendengar setiap Dinda bercerita tentang Matthew.

"Ya... emang udah harusnya gitu, kan?" Tanya Dinda retoris sambil menghela napas panjang.

"Terus, si Matthew liat kamu, nggak?"

Dinda menganggukkan kepala. "Ngeliat tapi aku nggak tahu lagi setelah itu. Soalnya aku duduk ngebelakangin meja mereka, Dafa. Nggak sanggup hehe..."

"Pasti, sih." Dafa menimpali, kembali menepuk pundak Dinda dengan lembut.

"Baguslah, Dafa. Seenggaknya dia nggak minta balikan lagi, kan?"

Pertanyaan itu menggantung karena Dafa tidak yakin. Ia memandang Dinda serius, teramat serius sampai Dinda pangling karena jarang menemukan sikap itu dari seorang Dafa. Bahkan mangkok Cuangki yang ia angkat mendekati mulut pun sedikit turun--seakan tidak memiliki nafsu untuk menghabisinya.

Unbroken String [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang