30

89 13 4
                                    

Malam Natal kali ini terasa lebih khidmat bagi Matthew. Meski terusir dari rumah, ia masih bisa mengikuti kebaktian di gereja tempat keluarga Dinda beribadah setelah diajak oleh Mama perempuan itu. Kekhidmatan itu dirasakan Matthew karena suasana gereja yang lebih tenang, jemaat yang khusyuk dan hatinya yang sedikit lebih tenang karena merasa diterima dengan tangan terbuka oleh keluarga Dinda. Seperti jalannya lebih jelas dan tepat setelah bersiteru oleh orangtuanya sendiri.

Selama kebaktian, Matthew juga tidak bisa lepas memperhatikan Dinda di bangku yang lain, yang duduk bersisian dengan Mamanya, sedangkan Matthew bersama Ayah Dinda yang tidak banyak bicara sejak kedatangannya menjemput keluarga Dinda untuk pergi kebaktian bersama.

"Dalam Ulangan 5:16 disebut 'Hormatilah ayahmu dan ibumu, seperti yang diperintahkan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, supaya lanjut umurmu dan baik keadaanmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu.'" Jelas Pendeta di depan mimbar, mengalihkan perhatian Matthew sepenuhnya dari Dinda. Ia merasa sedikit tersentil, apalagi Ayah Dinda berujar dengan suara kecil menyetujui khotbah Pendeta di sampingnya.

"Di Malam Natal ini, buat yang muda, yang tua... jangan lupa untuk merenung, ingat apa saja yang sudah orangtua kamu lakukan. Syukuri nikmat Tuhan yang telah diberikan dengan berterima kasih pula kepada orangtua karena mereka sudah menjaga kita sejak kecil." Lanjut Pendeta berkhotbah.

"Tidak bisa dipungkiri pula, orangtua juga pasti memiliki kesalahan dalam mengurus anaknya. Bahkan setipis debu di atas meja, karena orangtua tidak pernah dilahirkan oleh Tuhan langsung menjadi orangtua. Penuh kasihlah terhadap anakmu, seperti Firman Tuhan dalam Efesus 4: 32, 'Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.'"

Matthew mengamini di dalam hati, berharap apa yang dikatakan Sang Pendeta bisa didengar pula oleh kedua orangtuanya.

"Akan ada kalanya anak-anak kita akan berpisah dengan kita. Itu pasti, maka dari itu, di malam ini, yang masih bersama dengan orangtuanya, nikmatilah hari spesial ini dengan penuh suka cita. Karena jika anak-anak kita sudah bertemu dengan jodohnya, maka lepaslah sedikit tanggungjawab kita sebagai orangtua."

Kali ini Matthew kembali melirik Dinda, yang mendengarkan khotbah dengan khusyuk. Dinda yang membuat kedua matanya berbinar karena mengenakan kalung pemberiannya, yang turut membuat dadanya berdesir. Refleks Matthew berdoa di dalam hati, meminta kepada Tuhan untuk dipasangkan dengan Dinda selamanya.

Dan entah sudah berapa kali Matthew berdoa di dalam hati selama kebaktian. Meminta kepada Tuhan hingga ia merasa lebih dekat dengan Sang Pencipta daripada di malam-malam Natal sebelumnya.

~~~

"Makasih, Matthew." Kata Dinda tulus kepada Matthew di depan gerbang gang rumahnya, mengantar pria itu pulang setelah sempat mampir sebentar di rumahnya untuk mengambil beberapa bahan makanan dari Mama Dinda untuk stok di apartemen.

Matthew tersenyum lebar, mengangkat totebag pada tangan kanannya. "Aku yang makasih, Dinda."

Dinda tertawa, heran dengan sikap Mamanya yang sangat perhatian kepada Matthew--padahal pria di hadapannya itu bisa membeli stok makanan sendiri. Dinda tahu, meski Matthew diusir, pria itu tetap tidak akan kekurangan. Mau bagaimana pun juga Matthew sudah besar dan tahu bagaimana cara mengatur keuangan.

"Besok jangan lupa, ya, ada kebaktian."

"Selalu ingat, Dinda Clarissa. Kan, mau kebaktian di gereja kamu lagi." Kata Matthew gemas sambil mengacak rambut Dinda menggunakan tangan kirinya.

Unbroken String [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang