45

78 11 0
                                    

Matthew memang harus menjaga mulut. Baru tadi siang ia mencemooh kedua orangtuanya yang bangkrut, malamnya ia mendapat kabar dari Mang Aceng jika Mami masuk rumah sakit. Kabar yang langsung membawanya ke rumah sakit swasta yang terletak tidak jauh dari rumahnya tanpa berpikir dua kali. Matthew memang kesal dengan Mami Papi, tapi bagaimana pun juga ia tetaplah seorang anak yang khawatir jika orangtuanya kenapa-kenapa.

"Dinda, nanti baliknya sendiri dulu, ya." Kata Matthew pada Dinda lewat telepon saat ia membawa kendaraan membelah jalanan Kota Bandung. Ia hampir lupa dengan jadwalnya untuk menjemput Dinda yang sebentar lagi akan pulang kerja, maka dari itu ia segera menelpon Dinda.

"Iya, Matthew. Nggak apa-apa. Kamu di mana?"

"Mami masuk rumah sakit." Matthew menjawab pertanyaan Dinda to the point hingga menimbulkan keheningan selama beberapa detik.

"Mami sakit apa? Di mana rumah sakitnya?" Pada akhirnya Dinda bersuara, segera mencecar Matthew yang tidak bisa menjawab rentetan tanya itu sekarang karena ia pun tidak tahu jelasnya bagaimana.

"Nanti aku kabarin ya, Dinda. Ini biar aku yang ke rumah sakit dulu. Kamu balik ke apartemen, ya?"

"Beneran nggak apa-apa? Aku bisa ke rumah sakit dari tempat les, kok, Matthew." Tawar Dinda yang terdengar khawatir dan Matthew menggelengkan kepala, segera menolak tawaran itu.

"Jangan dulu, ya, Dinda. Aku nggak mau kamu kenapa-kenapa kalau ke sini." Kata Matthew mendiamkan Dinda di balik telepon.

"O-oh... oke..."

"Hmm... nanti aku kabarin, ya." Kata Matthew menyudahi telepon itu, tidak menyadari perkataannya membuat hati seseorang dibalik telepon tersebut mencelus.

~~~

Dinda duduk diam di kursinya setelah membereskan barang-barangnya ke dalam tas. Ia seharusnya sudah bisa pulang ke apartemen tapi tubuhnya terlalu lemas sampai ia harus membaringkan kepala di atas meja. Dinda tidak sakit, hanya hatinya saja yang mencelus setelah mendengar pernyataan Matthew yang menyuruhnya untuk tidak datang ke rumah sakit tempat Ibu Tanudjaja dirawat. Pernyataan itu sederhana saja tapi efeknya sangat besar bagi Dinda yang tersadar jika dirinya tidak akan pernah bisa dianggap oleh kedua orangtua Matthew.

Kenyataan itu mampu meluluhlantahkan segala keberanian Dinda yang ingin berjuang dengan Matthew. Membuatnya bertanya-tanya, apakah ini jalan yang tepat? Apakah ia memang sudah salah jalan sejak awal?

Mau bagaimana pun juga Matthew milik kedua orangtuanya dan darah lebih kental daripada air. Dinda bukanlah siapa-siapa, Matthew bisa kembali ke orangtuanya kapan pun ia inginkan dan Dinda tidak bisa berbuat apa-apa, seperti yang pernah dikatakan Jordan beberapa waktu lalu.

"Dinda?"

Dinda menghela napas pelan. Pucuk dicinta ulam pun tiba, baru teringat akan kata-katanya, suara Jordan langsung menyapanya. Jordan yang anehnya selalu hadir setiap Dinda memiliki masalah dengan Matthew. Ia pun mengangkat wajah, memandang Jordan yang sudah berdiri di sisinya dengan penuh tanya.

"Nggak pulang?"

"Mau pulang." Jawab Dinda segera berdiri tanpa semangat dari kursi sambil mengenakan tas ransel berisi buku dan laptop yang sering ia gunakan untuk mengajar di kelas.

"Aku antar." Kata Jordan lantas menghentikan pergerakan Dinda yang ingin mengambil ponsel dari kantong jaket untuk memesan ojek online. Perempuan itu memandang Jordan kembali, sedangkan yang ditatap, balik menatapnya serius.

"Maminya Matthew masuk rumah sakit, kan?"

Kedua mata Dinda terbelalak, ia tidak mengira Jordan akan tahu kabar itu padahal Matthew baru saja mengabarkannya beberapa jam yang lalu. Ia bahkan menerima telepon di tempat yang sepi, tidak merasa Jordan menguping pembicaraannya dengan Matthew di telepon.

Unbroken String [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang