Pada hari Minggu itu Dinda bekerja dari pagi hingga malam, absen untuk beribadah sehingga Ayah dan Mamanya pergi berdua saja ke gereja, menaiki motor tua yang hanya dikeluarkan sesekali. Sepulang dari Gereja, orangtua Dinda dikejutkan oleh kehadiran perempuan berpenampilan necis yang sudah duduk di teras rumah mereka ditemani dua orang pria yang membuat Ayah dan Mama Dinda menampakkan wajah tidak senang.
Ketiga orang itu adalah orang yang sama yang pernah datang membuat keributan di rumah mereka beberapa hari yang lalu. Ibu Tanudjaja, pengacaranya dan Mang Aceng--sopir keluarga Tanudjaja. Meski kesal, demi menjaga sopan santun, Mama Dinda tetap mempersilahkan mereka masuk ke dalam ruang tamu.
"Jatuh temponya minggu depan kan, Bu?" Tanya Mama Dinda tanpa basa-basi, turut duduk berhadapan dengan Ibu Tanudjaja yang menampakkan senyum lebar--yang sayangnya tidak terlihat menyenangkan.
"Saya sudah lunasin, kok. Sertifikat rumahnya ada di tangan pengacara saya." Ibu Tanudjaja menjawab dengan gerak tubuh teramat santai, berbanding terbalik dengan respon Mama dan Ayah Dinda yang membelalakkan mata mendengar informasi itu.
"Jangan takut. Saya sudah bilang kalau saya mau bantu, kan?"
"Kami tidak pernah mengiyakan bantuan anda." Elak Mama Dinda cepat, memandang Ibu Tanudjaja dengan sinis. "Ini masalah keluarga kami dan anda tidak berhak mencampurinya."
"Saya hanya ingin menawarkan jalan yang mudah bagi anda dan keluarga. Cukup jauhi Matthew dan hidup kalian bisa jadi lebih baik."
"Anda tidak berhak menyuruh kami melakukan sesuatu. Itu urusan anda dan anak anda." Kata Mama Dinda dingin, tidak mau kalah dengan pernyataan Ibu Tanudjaja yang tampak keras kepala.
"Sekiranya sekarang saya berhak karena sertifikat rumah kalian ada di tangan saya." Balas Ibu Tanudjaja mulai gerah hingga meluruhkan senyum yang daritadi dipertahankannya di wajah. "Saya bisa mengusir anda sekeluarga hari ini juga jika kalian tidak menuruti keinginan saya."
"Silahkan." Kata Mama Dinda tidak gentar, membuat suaminya langsung berdiri dari kursi, mencoba menenangkannya.
"Tunggu... tunggu--"
"Tunggu apa!? Kamu yang buat kita begini!"
Ayah Dinda langsung ciut saat Istrinya mendongak, memasang wajah galak yang membuatnya kembali terduduk di kursi, tertunduk penuh penyesalan.
"Silahkan, Bu! Saya bisa siap-siap sekarang!" Seru Mama Dinda lagi kepada Ibu Tanudjaja.
"Kenapa anda begitu keras? Matthew menjanjikan apa kepada anda sekeluarga?" Cecar Ibu Tanudjaja heran, memajukan tubuh karena merasa tidak nyaman dengan suasana yang tidak bisa dikendalikannya.
"Janji apa!? Nggak ada sama sekali!"
"Terus kenapa anda tidak mau menjauhi anak saya? Kenapa and--"
"Karena saya nggak punya urusan apa-apa dengan anak anda, dengan keluarga anda. Apa yang terjadi dengan Matthew, itu urusan dia sendiri sebagai seorang manusia. Matthew sudah besar, Bu. Dia tahu apa yang dia mau dan yang terbaik buat dirinya sendiri. Saya tidak punya hak untuk mengatur Matthew dan saya pikir, anda sebagai Ibunya pun paham akan hal itu."
"Maksud anda, memutuskan pertunangan secara sepihak untuk bersama dengan anak anda adalah hal yang terbaik buat dirinya!? Begitu!?" Ibu Tanudjaja naik pitam, tampak gusar di kursinya.
"Pertanyaan anda bukan untuk saya, Bu. Coba anda tanyakan sendiri kepada Matthew." Ujar Mama Dinda yang sudah kesal daritadi. "Daripada meneror saya sekeluarga, alangkah lebih baiknya lagi jika anda berusaha berbincang dengan Matthew sendiri."
"Anda tidak punya hak untuk menyuruh-nyuruh saya, ya!"
"Saya tidak menyuruh!" Mama Dinda berseru balik. "Saya hanya memberi saran sebagai seorang Ibu."
"Tahu apa an--"
"Saya juga seorang Ibu, Bu. Saya tahu karena saya juga punya anak!"
~~~
"Mama sama Ayah mau balik ke Sukabumi."
Seperti dihantam godam yang sangat besar, pernyataan itu membuat kepala Dinda pening bukan main. Baru saja ia pulang dari tempat les, ingin mengistirahatkan tubuh dan kepala yang dipaksa bekerja selama seharian ketika menemukan Mama dan Ayahnya sedang memasukkan beberapa barang ke dalam tas dan kardus. Dinda langsung menghampiri mereka, terbelalak kaget karena teringat utang keluarga yang harus dilunasi minggu depan.
"Dinda bagaimana, Ma?"
"Dinda nginep di rumah Dafa dulu, ya, sambil nyari kosan. Mama udah minta nyariin Kosan ke Kakaknya Dafa." Jelas Mamanya sambil melipat-lipat baju tanpa melihat Dinda yang kelihatan lemas, berusaha menguatkan hati meski dadanya sudah sangat sesak.
"R-rumah... gimana?"
Pergerakan Mama dan Ayah Dinda untuk membereskan barang mereka terhenti seketika mendengar pertanyaan lirih itu. Keduanya saling lirik sebelum Mama Dinda menatap anaknya dengan penuh maaf. Masalah keluarga mereka kali ini cukup pelik, berhubungan dengan uang pula, sesuatu yang sangat sulit untuk didapatkan bagi mereka dalam kurun waktu yang singkat.
"Maaf ya, Dinda. Mama sama Ayah belum bisa lunasin. Makanya... Mama sama Ayah balik ke Sukabumi, mau bantuin usaha Tante kamu di sana." Kata Mamanya membuat produksi air mata Dinda tidak bisa dibendung hingga ia mulai terisak kecil.
Hati Dinda mencelus, bukan hanya karena kehilangan tempat tinggal yang sudah ada sejak ia lahir, tapi juga rasa bersalah yang menyeruak karena tidak bisa membantu orangtuanya. Ia hanya seorang Tutor yang gajinya pas di garis UMR Kota Bandung, bukan seseorang dengan pekerjaan yang borjuis.
"Maaf ya, Nak." Mamanya kembali berkata, beringsut memeluk Dinda dengan erat, sedangkan Ayahnya hanya bisa terdiam penuh penyesalan melihat pemandangan itu.
"Nanti, kalau uangnya udah kekumpul, kita bisa beli rumah ini lagi, kok." Ujar Mamanya menenangkan tapi Dinda tidak bisa berharap lebih, ia tahu pernyataan itu hanya angin lalu, dimaksudkan sebagai penenang saja karena membeli rumah bukanlah hal yang mudah bagi keluarganya lagi.
Dunia sudah berubah, ekonomi keluarganya tidak lagi seperti dulu disaat orang-orang suka berbelanja di toko kelontong. Kini keluarganya hanyalah salah satu contoh keluarga dengan ekonomi yang pas-pasan, yang harus menerima saat dunia menggerusnya.
Thank you for reading! If you like it don't forget to like and comment ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Unbroken String [Complete]
FanfictionMatthew Tanudjaja (Xu Minghao) harus kembali ke Indonesia untuk menjalankan restoran milik keluarganya setelah berkuliah di Australia. Tidak sengaja ia bertemu kembali dengan mantan pacarnya saat SMA, Dinda Clarissa yang memutuskannya karena uang. K...