"Matthew."
Kuping Matthew berjengit mendengar namanya dipanggil dengan serius oleh Mami saat ia baru saja menginjakkan kaki di rumah. Ditatapnya Sang Mami yang tengah bersidekap sambil memegang kertas di depan tangga. Kertas yang membuat kedua mata Matthew terbelalak dan memanggil Maminya dengan horror.
"Mami! Dapat dari mana!?"
"Dinda kerja di restoran kamu, ya?" Tanya Mami tanpa basa-basi, menunjukkan kertas CV Dinda yang membuat Matthew berseru tadi. Ia tidak menjawab pertanyaan Matthew karena terlanjur naik pitam.
"Nggak, Mi."
"Terus ini apa? Kamu ngehubungin dia lagi?" Cecar Mami tanpa ampun, menggerak-gerakkan kertas itu dengan kesal di depan Matthew.
Jantung Matthew berdegup kencang, ada rasa takut yang muncul di relung hatinya melihat emosi Mami yang mulai mendidih. Ia tidak tahu cara meredamnya dan nasi sudah menjadi bubur, lagipula Matthew sudah berbicara kepada Yona siang tadi meski berakhir perih karena pipinya ditampar perempuan itu dengan cukup keras. Tamparan yang menurut Matthew memang layak didapatkannya.
"Matt--"
"Iya, Mi. Matthew ketemu sama Dinda lagi." Akhirnya Matthew mengaku, memandang Mami dengan rasa takut yang menggebu sampai tanpa sadar kedua tangannya meremas ujung bajunya dengan kuat.
"Kamu udah tunangan, Matthew! Kamu inget itu, kan!?"
"Matthew mau batalin pertunangan itu, Mi." Tukas Matthew tegas, menundukkan kepala agar bisa mengelak dari pandangan Mami yang menajam.
"Matthew!!"
"I've told Yona. Lagipula aku nggak punya perasaan ke Yona, Mi."
PLAK!
Matthew meringis. Untuk kedua kalinya, hari ini, pipi kirinya kena tamparan yang cukup kencang dari dua orang yang berbeda. Ia langsung memegang pipinya yang berdenyut itu, melindungi diri jika Mami ingin menyerangnya lagi.
"Dinda berbuat apa sampai kamu jadi begini, Thew!? Mami nggak pernah ajarin kamu jadi durhaka gini, ya!!" Seru Mami lirih, memandang Matthew dengan dua mata yang berkaca-kaca.
Hati Matthew ngilu mendengarnya, kedua matanya turut berkaca-kaca, menahan diri untuk tidak menangis di depan Mami yang berkacak pinggang di hadapannya. Ia mencoba menguatkan hati, mengingat apa saja yang sudah ia lakukan bersama Manendra beberapa hari kemarin.
"Bukan salah Dinda, Mi... ini pure karena Matthew sayang sama Dinda! Matthew cinta sama Dinda!"
"Dinda Dinda Dinda!!" Mami berseru kesal, "kamu tuh mau bikin malu Papi Mami!?"
Matthew diam, rahangnya mengeras memandang Mami yang sudah memijit pelipisnya frustasi. Ada rasa kesal yang mulai muncul di dada Matthew, teringat apa saja yang telah dilakukan kedua orangtuanya saat dia masih SMA. Sesuatu yang juga membuatnya malu setengah mati kepada guru, teman, juga Dinda. Tapi Matthew menahan diri. Untuk kasus yang satu ini ia memang pantas disalahkan.
Seharusnya, sejak awal ia menolak saja ditunangkan dengan Yona. Seharusnya, sepulang dari Australia ia langsung mencari Dinda, mempertanyakan alasan pasti mengapa perempuan itu memutuskannya, bukan diam seperti orang bodoh dan manggut-manggut ketika ditunangankan oleh anak sahabat orangtuanya sendiri.
"Kamu nggak bisa batalin pertunangan itu!" Seru Mami lagi.
"Matthew akan tetap pada pendirian Matthew, Mi."
"Matthew Tanudjaja!"
"Maaf, Mi. Matthew cuma pengen bahagia... Matt--"
"Keluar kamu! Mami lapor ke Papi kalau semua aset kamu bakal disita!"
Matthew membiarkan tubuhnya terdorong oleh Mami dengan cukup kuat hingga ke teras rumah. Pria itu menatap Mami nanar, merasa dadanya sesak luar biasa melihat Mami yang emosi juga terisak kecil karena perkataannya. Ia merasa kalut, seluruh perasaannya tercampur aduk hingga ia hanya bisa diam dan mencelus saat Mami menutup pintu tepat di hadapannya dengan sangat keras.
~~~
"Bukannya lu pengen ngomong pas malam natal!?" Manendra berseru kencang di balik telepon, terdengar frustasi hingga Matthew harus menjauhkan benda itu dari telinganya.
"Iya, tapi Mami nemuin CV Dinda di kamar gue."
"Anjirrrrr...."
Matthew mendengus kecil, perasaannya masih tidak baik-baik saja. Tapi setidaknya ia bisa tenang karena tidak akan luntang-lantang setelah diusir dari rumah. Matthew sudah menduga kejadian ini akan terjadi, maka dari itu ia sudah mempersiapkannya dengan membeli satu unit apartemen dan ruko di Cibadak atas nama Manendra. Tabungannya pun ia pindahkan ke rekening baru dengan nama sahabatnya itu agar tidak diketahui oleh kedua orangtuanya.
"Terus gimana?"
"Nggak gimana-gimana, Nen." Jawab Matthew tenang, berupaya membayangkan hal-hal yang bisa ia lakukan setelah kebebasannya ini.
"Dinda?"
"I'll make sure dia dan keluarganya baik-baik aja. Kalau Mami sama Papi gerak, gue bakal langsung tawarin ruko di Cibadak itu."
"Gila lu sumpah!" Manendra bersumpah serapah dan Matthew tidak mengelak, ia memang cukup gila.
"Mami sama Papi lupa kalau gue bukan lagi anak SMA lagi yang bisa diatur-atur, Nen. They forget that I udah gede. I even can going back to Aussie, starting new life with Dinda. Bring her family as well."
"Inget orangtua lu juga, Matthew! Lu nggak bisa kayak gini kalau bukan karena mereka juga, ya."
"I know." Tukas Matthew tegas. "Gue tetep bakal coba ngomong baik-baik ke mereka, Nen."
Napas Manendra terhela gusar, terdengar cukup lelah berbicara dengan Matthew. Sejak awal hingga sekarang pun ia tetap tidak setuju dengan rencana Matthew, ia membantu sahabatnya itu karena siapa lagi yang bisa selain dirinya?
Meski kesal, Matthew tetap sahabatnya dan ia tidak ingin melihat sahabatnya itu terpuruk.
"Just remember kalau lu anak satu-satunya. Who else yang bakal ngurusin Mami Papi selain lu, Thew?"
"I know." Balas Matthew lirih.
"Fine! Tell me right away kalau ada apa-apa. Kinda worry sama Mami Papi lu, sama Dinda dan bonyoknya."
"Thanks, Nen."
"Lu utang banyak sama gue."
"I did."
Thank you for reading! If you like it don't forget to like and comment ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Unbroken String [Complete]
FanfictionMatthew Tanudjaja (Xu Minghao) harus kembali ke Indonesia untuk menjalankan restoran milik keluarganya setelah berkuliah di Australia. Tidak sengaja ia bertemu kembali dengan mantan pacarnya saat SMA, Dinda Clarissa yang memutuskannya karena uang. K...